*) Oleh: Ferry Is Mirza DM
Abud Darda ra berkata, tanda kebodohan itu tiga, yaitu,
– Suka ujub,
– Banyak berbicara dalam perkara yang tidak bermanfaat, dan
– Melarang orang dari sesuatu tapi dia sendiri melakukannya.
(Jami’ Bayanil ‘Ilmi Wafadhlihi karya Ibnu ‘Abdil Barr 1/569)
Semua kita pasti tak ingin disebut bodoh. Karena naluri dasar manusia selalu ingin diakui, dihormati, dan dihargai. Secara psikologis, manusia cenderung memiliki dorongan untuk merasa kompeten dan cerdas.
Ketika seseorang dianggap atau disebut bodoh, hal ini dapat mengancam harga diri dan identitas diri mereka.
Oleh karena itu, banyak orang berusaha untuk menampilkan diri sebagai individu yang cerdas dan berpengetahuan, atau setidaknya tidak ingin menunjukkan ketidaktahuan di hadapan orang lain.
Dorongan ini juga sering kali memotivasi orang untuk terus belajar, memperbaiki diri, dan mencari pengetahuan baru.
Ini bisa menjadi alasan mengapa banyak orang berusaha keras untuk menghindari situasi yang mungkin membuat mereka terlihat kurang pintar atau tidak kompeten.
Akan tetapi, bila ada tanda kebodohan pada diri kita, maka bersegeralah melakukan introspeksi.
Harim bin Hayyan pernah berkata kepada Uwais Al-Qorni rahimahullah:
“Nasihatilah aku”. Beliau menjawab :
“Jadikanlah kematian sebagai bantalmu saat kamu tidur, dan jadikan ia di pelupuk matamu. Jika kamu bangun, berdoalah kepada Allah untuk memperbaiki hati dan niatmu. Kamu tidak akan pernah mampu mengobati sesuatu yang lebih berat daripada mengobati hati dan niat.
Adakalanya hatimu bersamamu tetapi niatmu berpaling darimu, dan adakalanya hatimu berpaling namun niatmu datang menghampiri. Dan janganlah kamu melihat pada kecilnya dosa tetapi lihatlah kepada keagungan Zat yang kamu maksiati.” (Shifat Ash-Shafwah, 111/55).
Insya Allah bermanfaat. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News