Setiap rezim kekuasaan itu pasti melahirkan polemik politik bagi ormas. Sepanjang sejarahnya, Muhammadiyah masih lebih aman dalam tinta sejarah kebaikan. Seringkali muncul tudingan Muhammadiyah “terbeli” integritasnya, dianggap telah ditaklukkan pemerintah, dan tudingan minor lainnya. Namun faktanya hal itu sama sekali tidak terbukti. Muhammadiyah tetap menjadi organisasi independen, dan tudingan itu sama sekali tidak bisa menghancurkan Muhammadiyah.
Muhammadiyah telah banyak melewati dinamika perjuangan lintas wajah penguasa, termasuk era kolonialisme dan imperialisme VOC yang terlama pun mampu dihadapi, sehingga memiliki izin legalitas yang resmi melalui pemerintah Hindia Belanda kala itu. Era di mana termasuk banyaknya londo ireng, budak pelayan Belanda, bahkan para penjiiat penguasa Belanda demi harta dan jabatan. Bahkan juga saat itu, banyak pencapaian yang dilakukan masyarakat di zamannya dalam membangun sebuah negeri menjadi modernis dan mendunia.
Era kegaduhan kebijakan Orde Lama, yakni Nasakom juga sempat membuat polemik di Muhammadiyah. Ketika itu, beberapa menteri yang menjadi bagian dari pemerintahan Soekarno adalah kader Muhammadiyah. Keberadaan mereka sempat membuat dinamika yang cukup tajam di Muhammadiyah.
Kemudian era Azas Tunggal Pancasila. Ketika Orde Baru membuat kebijakan mengatur ormas agar tetap dalam pengawasan pemerintahan. Hal Itu juga membuat polemik di tubuh Muhammadiyah dikarenakan menteri dan kader Muhammadiyah sebagai bagian dari pemerintahan Soeharto.
Di Era reformasi, awal ketika masih transisi, kebijakan yang dianggap munculnya komersialisasi pendidikan era B.J Habibie yang membuat sebagian sekolah dan kampus Muhammadiyah kategori swasta lemah dari yang negeri, ini pun membuat polemik di Muhammadiyah. Lagi-lagi, yang menjadi sorotan terkait keberadaan kader Muhammadiyah pemerintahan kala itu.
Para pemerintahan Era Gus Dur, mencuatnya wacana pluralisme agama untuk menyamakan semua agama sama benarnya di Indonesia sesuai keinginan pemerintahan kala itu. Hal itu pun membuat polemik, salah satunya juga terkait dengan kader Muhammadiyah di pemerintahan Gus Dur, sehingga Muhammadiyah menawarkan pluralitas agama.
Lepas dari itu, era setelah pemakzulan yang membuat cara berpolitik Marhaenis kiri berjaya pun membuat polemik di Muhammadiyah oleh kader Muhammadiyah yang membantu di pemerintahan Megawati. Sehingga semakin banyak Marhaenis Muhammadiyah yang kini mempengaruhi kehidupan warga Muhammadiyah.
Setelah itu, munculnya Jaringan Islam Liberal, yang pada masa Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY mendapat angin segar, sehingga menimbulkan polemik di Muhammadiyah antara kader Muhammadiyah pemerintahan pro SBY yang menjadikan potret liberal dan sekuler Muhammadiyah di beberapa elitenya.
Kini, era kebijakan izin usaha pertambangan atau IUP Tambang oleh Jokowi kepada ormas, polemik kembali terjadi. Eskalasinya cukup luas, sehingga kader Muhammadiyah pemerintahan lagi-lagi juga memegang peranan. Dalam masalah tambang, Muhammadiyah telah melakukan konsolidasi nasional sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap persyarikatan kolektif kolegial, bukan lagi bertindak atas nama pribadi individu elite tertentu.