*) Oleh: Muhammad Nashihudin, MSi,
Ketua Majelis Tabligh PDM Jakarta Timur
Bangsa Indonesia akan mensyukuri nikmat kemerdekaan ke 79 tahun, tentu saja itu harus digunakan untuk mengawal dan menyambut kemenangan berikutnya.
Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, oleh karena itu penjajahan di muka bumi harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan prinsip kemanusiaan dan peri keadilan, demikian bunyi kutipan undang undang dasar 1945.
Sebagai bangsa yang besar rakyat Indonesia tidak boleh melupakan jasa para pahlawan, jiwa dan raganya mereka dipertaruhkan untuk kemerdekaan Indonesia.
Pekikan takbir membahana mengiringi setiap langkah perjuangannya.
Bangunlah jiwanya bangunlah badannya untuk Indonesia raya.
Indonesia raya
merdeka merdeka. Hiduplah Indonesia raya.
(Lagu Indonesia Raya)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَاِ ذْ تَاَ ذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَاَ زِيْدَنَّـكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَا بِيْ لَشَدِيْدٌ
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim 14: Ayat 7)
Untuk membangun sebuah negeri yang berdaulat dan merdeka penuh berkah telah dijelaskan dalam Al-Qur’an dan hadis sebagai pedoman dalam hidup berbangsa dan bernegara.
1. Dipercontohkan negeri yang aman dalam Al-Qur’an
وَضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَا نَتْ اٰمِنَةً مُّطْمَئِنَّةً يَّأْتِيْهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِّنْ كُلِّ مَكَا نٍ فَكَفَرَتْ بِاَ نْعُمِ اللّٰهِ فَاَ ذَا قَهَا اللّٰهُ لِبَا سَ الْجُـوْعِ وَا لْخَـوْفِ بِمَا كَا نُوْا يَصْنَعُوْنَ
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezeki datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah menimpakan kepada mereka bencana kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang mereka perbuat.”
(QS an Nahl: 112)
2. Negeri akan makmur jika para pemimpinnya membenarkan risalah nabi Muhammad Saw
وَمَاۤ اَرْسَلْنَا فِيْ قَرْيَةٍ مِّنْ نَّبِيٍّ اِلَّاۤ اَخَذْنَاۤ اَهْلَهَا بِا لْبَأْسَآءِ وَا لضَّرَّآءِ لَعَلَّهُمْ يَضَّرَّعُوْنَ
“Dan Kami tidak mengutus seorang nabi pun kepada sesuatu negeri, (lalu penduduknya mendustakan nabi itu), melainkan Kami timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan agar mereka (tunduk dengan) merendahkan diri.”
ثُمَّ بَدَّلْـنَا مَكَا نَ السَّيِّئَةِ الْحَسَنَةَ حَتّٰى عَفَوْا وَّقَا لُوْا قَدْ مَسَّ اٰبَآءَنَا الضَّرَّآءُ وَا لسَّرَّآءُ فَاَ خَذْنٰهُمْ بَغْتَةً وَّهُمْ لَا يَشْعُرُوْنَ
“Kemudian Kami ganti penderitaan itu dengan kesenangan sehingga (keturunan dan harta mereka) bertambah banyak, lalu mereka berkata, “Sungguh, nenek moyang kami telah merasakan penderitaan dan kesenangan,” maka Kami timpakan siksaan atas mereka dengan tiba-tiba tanpa mereka sadari.” (QS. Al-A’raf 7: Ayat 94-95)