Ahad, 11 Agustus 2024, Kompas TV menayangkan sebuah dokumenter yang mengangkat kisah hidup Nyai Ahmad Dahlan dalam episode “Perempuan-Perempuan Nusantara”.
Dokumenter yang ditayangkan pada pukul 09.00 WIB ini menggali lebih dalam tentang sosok Nyai Ahmad Dahlan, seorang tokoh perempuan Muhammadiyah dengan nama asli Siti Walidah, yang juga merupakan istri pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan.
Nyai Ahmad Dahlan, yang lahir pada 1 Januari 1872 di Yogyakarta, dan wafat pada 30 Juli 1946, dikenal sebagai salah satu pionir dalam pergerakan perempuan di Indonesia, khususnya melalui kontribusinya dalam organisasi Muhammadiyah.
Dedikasinya terhadap nilai-nilai Muhammadiyah, termasuk pendidikan, pembaharuan sosial, dan pelayanan masyarakat, menjadikannya figur penting yang hingga kini masih dikenang.
Dalam dokumenter tersebut, sejumlah narasumber seperti cucu Nyai Ahmad Dahlan, Siti Hadiroh, sejarawan Muhammadiyah, Mu’arif, dan Ketua umum Pimpinan Pusat Aisyiyah Dr. apt. Salmah Orbayyinah, M. Kes, Apt, memberikan pandangan mereka tentang perjalanan hidup dan kontribusi besar Nyai Ahmad Dahlan dalam berdakwah melalui Muhammadiyah dan Aisyiyah.
Siti Hadiroh mengenang bagaimana Nyai Ahmad Dahlan bersama suaminya membentuk konsep dakwah khusus untuk perempuan melalui Aisyiyah.
“Tujuan utama Nyai Ahmad Dahlan mendirikan Aisyiyah adalah untuk menggembirakan perempuan-perempuan Muhammadiyah dalam beragama dan berorganisasi,” ungkap Siti Hadiroh.
Nyai Ahmad Dahlan tidak hanya berperan dalam ranah keagamaan, tetapi juga memelopori pendidikan dan intelektualisme perempuan.
Ia menginisiasi forum-forum pengajian bagi perempuan Muslim yang bertujuan mengajarkan membaca, menulis, serta meningkatkan intelektual kaum perempuan agar dapat sejajar dengan kaum laki-laki.
Salah satu momen bersejarah yang diangkat dalam dokumenter ini adalah saat Kongres Muhammadiyah ke-15 di Surabaya, di mana Nyai Ahmad Dahlan hadir sebagai perwakilan Aisyiyah dan menjadi perempuan pertama di Indonesia yang memimpin konferensi besar dengan peserta yang terdiri dari kaum laki-laki dan perempuan.
Sementara Mu’arif mengungkapkan, “Perempuan yang sudah berumur itu berpidato di depan publik, dan hal ini membangun persepsi bahwa perempuan di Muhammadiyah maju dan menghendaki kesetaraan dalam akses informasi, pendidikan, dan lainnya.”
Hingga saat ini, Aisyiyah, organisasi yang didirikan oleh Nyai Ahmad Dahlan, terus menunjukkan kiprahnya sebagai organisasi perempuan yang progresif. Dalam bidang pendidikan, kesehatan, hingga advokasi hukum, Aisyiyah tetap aktif berperan.
Salmah Orbayinah menyoroti peran Aisyiyah dalam isu-isu perempuan dan anak, termasuk keberadaan Pusat Bantuan Hukum (Posbakum) yang dikelola oleh Majelis Hukum dan HAM Aisyiyah.
“Aisyiyah mendapatkan penghargaan dari Presiden atas kontribusinya dalam penurunan stunting di Indonesia, yang dianggap sebagai pencapaian besar,” jelas perempuan lahir di Yogyakarta pada 29 Februari 1968, ini.
Sebagai penutup, Dosen di Prodi Farmasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini menyampaikan harapannya agar generasi muda dapat adaptif dengan perubahan, sesuai dengan visi gerakan Aisyiyah, yaitu membebaskan, memajukan, dan memberdayakan.
Dokumenter ini tidak hanya menjadi pengingat akan warisan Nyai Ahmad Dahlan, tetapi juga sebagai inspirasi bagi perempuan Indonesia untuk terus bergerak maju dalam berbagai bidang kehidupan. (alfain jalaluddin ramadlan)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News