Musyawarah di Masjid: Hikmah Kisah Abu Dzar dan Bilal
UM Surabaya

*) Oleh: Syahrul Ramadhan, SH, M.Kn
Sekretaris LBH AP PD Muhammadiyah Lumajang

Pertengkaran di masjid, tempat yang seharusnya menjadi pusat kedamaian dan ketenangan, merupakan sesuatu yang perlu dihindari. Masjid adalah rumah Allah, tempat umat Islam beribadah, belajar, dan mempererat ukhuwah Islamiyah.

Dalam menjaga kesucian dan kedamaian masjid, niat yang ikhlas karena Allah menjadi pondasi utama dalam setiap aktivitas yang dilakukan di dalamnya.

Pentingnya Niat Karena Allah

Niat adalah inti dari setiap perbuatan. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab, Rasulullah SAW bersabda:

”Sesungguhnya segala perbuatan itu bergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Ketika seseorang memasuki masjid dengan niat karena Allah, segala aktivitasnya akan terarah pada kebaikan dan menghindari hal-hal yang dapat memicu pertengkaran. Niat yang ikhlas juga akan menumbuhkan sikap saling menghargai, toleransi antar sesama jamaah tidak memaksa kehendak dan pandangan yang diluar Prinsip Syariah.

Membuka Acara dengan Basmallah dan Menutup dengan Hamdalah

Membuka acara dengan basmallah merupakan bentuk pengakuan bahwa segala sesuatu yang dilakukan adalah atas izin dan pertolongan Allah. Ini merupakan langkah awal yang sangat penting untuk menghindari pertengkaran, karena mengingatkan kita bahwa Allah senantiasa hadir dan mengawasi setiap perbuatan kita.

Menutup acara dengan hamdalah adalah ungkapan syukur kepada Allah atas segala kemudahan dan keberkahan yang diberikan. Dengan mengakhiri acara dengan hamdalah, kita mengingatkan diri sendiri dan jamaah lain untuk selalu bersyukur dan menghindari pertengkaran yang dapat mengurangi keberkahan dari Allah.

Mengakhiri dengan Kafaratul Majelis

Kafaratul majelis merupakan doa penutup yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW untuk dibaca setelah selesai berkumpul. Doa ini berfungsi sebagai permohonan ampun atas kesalahan yang mungkin terjadi selama majelis berlangsung. Doanya adalah:

Subhanaka Allahumma wa bihamdika ash-hadu an la ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaik

(Mahasuci Engkau ya Allah, dan segala puji hanya milik-Mu, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau, aku memohon ampun dan bertobat kepada-Mu.)

Hikmah Kisah Bilal dan Abu Dzar

Salah satu contoh terbaik dalam menghindari pertengkaran di masjid dapat kita pelajari dari kisah Bilal bin Rabah dan Abu Dzar al-Ghifari. Suatu ketika, Abu Dzar memanggil Bilal dengan sebutan yang merendahkan. Mendengar hal ini, Rasulullah SAW menegur Abu Dzar dengan berkata:

”Sesungguhnya engkau adalah orang yang masih ada sifat jahiliyah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Setelah mendengar teguran tersebut, Abu Dzar menyadari kesalahannya dan meminta maaf kepada Bilal dengan meletakkan kepalanya di tanah dan meminta Bilal untuk menginjaknya sebagai tanda penyesalan. Namun, Bilal yang penuh dengan kelembutan dan kebijaksanaan, justru memaafkan Abu Dzar dan mengangkatnya.

Kisah ini mengajarkan kita untuk selalu introspeksi diri dan memohon maaf jika telah melakukan kesalahan, terutama di lingkungan masjid. Pertengkaran hanya akan mencederai ukhuwah dan menghilangkan keberkahan yang seharusnya kita dapatkan.

Dengan menjaga niat yang ikhlas karena Allah, memulai dan mengakhiri acara dengan doa yang disunnahkan, serta mengambil hikmah dari kisah-kisah sahabat Nabi, kita dapat mencegah terjadinya pertengkaran di masjid. Marilah kita jadikan masjid sebagai tempat yang damai dan penuh dengan keberkahan. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini