Khotbah Jumat:
*) Oleh: Dr Slamet Muliono Redjosari
Wakil Ketua Majelis Tabligh PWM Jatim
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ ِباللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّابَعْدُ
Nabi Muhammad layak disebut sebagai manusia yang demikian tulus memaafkan kesalahan orang yang pernah menyakiti beliau. Bukan hanya sekedar memaafkan, tetapi Nabi saw mendoakan kebaikan terhadap mereka yang pernah menyakitinya.
Nabi bukan hanya pernah dihinakan dan diusir tetapi disakiti hingga berdarah-darah ketika mendakwahkan Islam. Perlakuan buruk penduduk Thaif terhadap Nabi Muhammad dibalas dengan memaafkan dan doa kebaikan.
Atas perilaku jahat pada Nabi dengan lemparan batu hingga berdarah-darah membuat malaikat penjaga gunung menawarkan bantuan. Malaikat itu datang untuk memfasilitasi amarah Nabi.
Alih-alih menyetujui, Nabi justru memaafkan dan mendoakan kebaikan atas mereka. Dalam kasus Fathu Makkah (penaklukan Kota Makkah) Nabi juga memaafkan kesalahan pihak-pihak yang pernah memerangi Islam.
Nabi justru memberikan kebebasan mereka untuk memilih Islam sebagai agama.
Dua kisah di atas merupakan contoh bagaimana keteladanan Nabi dalam memberi maaf dan mendoakan mereka yang pernah memusuhi dan memerangi beliau.
Sifat pemaaf itu menjadi predikat dan akhlak para Nabi yang sabar memaafkan dan mendoakan kepada umatnya.
Pintu Maaf Nabi
Nabi Muhammad merupakan sosok berakhlak mulia. Salah satu kemuliaan beliau adalah keinginannya yang kuat dan bersemangat untuk mengajak umatnya masuk ke dalam agama Islam.
Begitu bersemangatnya hingga membuat dirinya rela bersusah payah dan terus berusaha mengajak manusia untuk ikut ajarannya. Bahkan Alquran memberi sifat pada beliau sebagai pribadi penyantun dan penyayang.
Hal ini sebagai bentuk kasih sayang beliau agar umat manusia beriman kepada Allah. Hal ini termaktub sebagaimana firman-Nya:
لَقَدۡ جَآءَكُمۡ رَسُولٞ مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ عَزِيزٌ عَلَيۡهِ مَا عَنِتُّمۡ حَرِيصٌ عَلَيۡكُم بِٱلۡمُؤۡمِنِينَ رَءُوفٞ رَّحِيمٞ
“Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. At-Taubah: 128)
Wujud jiwa santun dan penyayang itu ketika peristiwa terusirnya beliau dari negeri Thaif. Thaif merupakan kota yang dipandang Nabi bisa memberikan angin segar dan bisa menerima dakwahnya setelah dakwahnya ditolak oleh penduduk Makkah.
Beliau berangkat ke Thaif dengan semangat dengan harapan besar menerima dakwah Islam. Alih-alih menerima, penduduk Thaif justru mengusir dan melempari batu Rasulullah.
Atas perlakuan yang demikian tidak manusiawi ini, Allah mengutus malaikat penjaga gunung untuk menawarkan jasa guna membalas penduduk Thaif atas perlakuan buruk pada utusan-Nya.
Bukannya menerima tawaran itu, beliau justru memberi maaf penduduk Thaif karena ketidaktahuannya. Bahkan Nabi mendoakan mereka dan berharap suatu saat nanti akan muncul generasi yang akan berjuang untuk Islam.
Andai kata Nabi tidak tertanam jiwa kasih sayang dan penyantun serta pemaaf, maka tidak akan tersisa penduduk Thaif. Bagi malaikat, melipat gunung bukan pekerjaan sulit.
Namun cara pandang Nabi yang demikian jauh ke depan dan keinginan tersebarnya Islam secara damai menunjukkan akhlak yang agung.
Akhlak agung yang melekat pada diri Nabi telah mencegah kerusakan dan hilangnya generasi Thaif. Dengan keagungan inilah nantinya Islam tersebar di Thaif sehingga muncul para pembela Islam dari tempat ini.
Ketiadaan sikap keras hati inilah yang membuat orang yang berseberangan dengan beliau bisa mendekat pada Islam. Allah mengabadikan sikap lemah lembut beliau, sehingga tersebar dakwah dan banyak pengikut yang bersimpati pada Islam.
Hal itu sebagaimana firman-Nya:
{ فَبِمَا رَحۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ فَٱعۡفُ عَنۡهُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِي ٱلۡأَمۡرِۖ فَإِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ }
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekitarmu.
Karena itu, maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.” (QS. Ali ‘Imran: 159)
Jiwa Besar Nabi
Sikap pemaaf juga ditunjukkan Nabi ketika penaklukan Kota Makkah. Bagi Nabi, kota Makkah merupakan tempat yang sangat bersejarah.
Di samping sebagai kota kelahiran, kota Makkah juga sebagai basis utama perlawanan terhadap dakwah Islam. permusuhan orang Quraisy yang demikian keras tak mungkin dilupakan, baik bagi Nabi maupun kaum muslimin.
Permusuhan orang kafir Quraisy yang demikian sengit hingga ingin mengusir dan membunuh para sahabat tidak bisa hilang dari memori Nabi.
Namun ketika memasuki dan menguasai Kota Makkah, jiwa besar Nabi mengedepan dan menghilangkan sikap sombong.
Sebagai seorang pemimpin yang sedang menguasai kota dan berpotensi berbuat apa saja, termasuk mengeksekusi musuh-musuh dakwahnya.
Namun Nabi justru mengambil sikap memberi maaf dan memberi kebebasan kepada lawannya untuk menentukan agamanya sendiri. Atas sikap Nabi yang lembut dan santun ini justru membuat lawan-lawannya bersimpati.
Mereka berbalik dan berbondong-bondong berbaiat masuk ke dalam agama Islam. Andaikata Nabi menangkap dan membunuh mereka, tentu tidak akan ada yang menuntutnya.
Namun tindakan seperti ini akan melahirkan sikap dendam dan suatu saat akan tumbuh untuk membalasnya.
Sikap memaafkan kaumnya yang pernah memusuhi dakwah Islam menunjukkan kepribadian Nabi yang agung. Betapa tidak dengan akhlak Nabi yang mulia ini, penduduk Jazirah Arab berbondong-bondong mendatangi Nabi dan bersyahadat masuk ke dalam agama Islam.
Tersebarnya Islam secara ini tidak lepas dari akhlak Nabi yang sangat agung. Keagungan akhlak Nabi ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya:
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٖ
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (Surat Al-Qalam: 4)
Akhlak Para Nabi
Memaafkan merupakan akhlak yang melekat para Nabi. Nabi Isa merupakan sosok pemaaf dibmana pengkit setianya pernah meminta sesuatu yang aneh. Mereka meminta kepada Nabi Isa untuk mendatangkan hidangan (makanan) dari langit.
Hal ini diabadikan Allah sebagaimana dalam firman-Nya:
اِذْ قَا لَ الْحَـوَا رِيُّوْنَ يٰعِيْسَى ابْنَ مَرْيَمَ هَلْ يَسْتَطِيْعُ رَبُّكَ اَنْ يُّنَزِّلَ عَلَيْنَا مَآئِدَةً مِّنَ السَّمَآءِ ۗ قَا لَ اتَّقُوا اللّٰهَ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
“(Ingatlah), ketika pengikut-pengikut Isa yang setia berkata, “Wahai Isa putra Maryam! Bersediakah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?” Isa menjawab, “Bertakwalah kepada Allah jika kamu orang-orang beriman.” (QS. Al-Ma’idah: 112)
Sebagai hamba yang dekat dengan Allah, tentu Nabi Isa sangat kaget dan malu atas permintaan itu sehingga beliau pun menyampaikan permintaan kaumnya.
Nabi Isa pun mengangkat tangan dan berdoa untuk diturunkan makanan dari langit. Allah pun mengabulkan permintaan mereka namun dengan ancaman akan mengazabnya apabila kufur terhadap ayat-ayat Allah.
Sebagai pribadi yang agung, Nabi Isa pun meminta maaf kepada Allah atas sikap dan permintaan kaumnya yang sangat aneh. Nabi Isa tidak lupa meminta kepada Allah untuk memaafkan para pengikutnya yang tidak masuk nalar.
Namun karena akhlak yang agung, beliau rela mengangkat tangan dan bermunajat kepada Allah untuk mengampuni dosa-dosa hamba-Nya. Hal itu diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya:
اِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَاِ نَّهُمْ عِبَا دُكَ ۚ وَاِ نْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَاِ نَّكَ اَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
“Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (QS. Al-Ma’idah : 118)
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ, اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمِّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ؛ عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَاتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعاً مَرْحُوْماً، وَاجْعَلْ تَفَرُّقَنَا مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقاً مَعْصُوْماً، وَلا تَدَعْ فِيْنَا وَلا مَعَنَا شَقِيًّا وَلا مَحْرُوْماً.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَ كُلاًّ مِنَّا لِسَاناً صَادِقاً ذَاكِراً، وَقَلْباً خَاشِعاً مُنِيْباً، وَعَمَلاً صَالِحاً زَاكِياً، وَعِلْماً نَافِعاً رَافِعاً، وَإِيْمَاناً رَاسِخاً ثَابِتاً، وَيَقِيْناً صَادِقاً خَالِصاً، وَرِزْقاً حَلاَلاً طَيِّباً وَاسِعاً، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجمع كلمتهم عَلَى الحق، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظالمين، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعَبادك أجمعين..
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ :
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ