Isu Penanggalan Jilbab
Menjelang perayaan 17 Agustus 2024, isu tentang jilbab kembali muncul. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) diduga telah mengharuskan 18 anggota paskibraka perempuan untuk menanggalkan jilbab demi keseragaman pada saat saat pengukuhan. Padahal, anggota Paskibraka perempuan tersebut sehari-harinya menggunakan jilbab.
Setelah menuai protes keras dari banyak pihak, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi meminta maaf.
Dia menyatakan bahwa sudah ada kebijakan terbaru yang menjamin Paskibraka Putri yang mengenakan jilbab dapat bertugas tanpa melepaskan jilbabnya dalam pengibaran Sang Saka Merah Putih pada Peringatan HUT RI ke-79 di Ibukota Nusantara tanggal 17 Agustus nanti.
Hemat saya, penggunaan atau penanggalan jilbab dari tubuh seorang perempuan adalah hak individu. Penggunaan jilbab bisa karena adannya kewajiban di sekolah, anjuran orang tua, pasangan atau benar-benar muncul sebagai ekspresi ketaatan atas ajaran agama yang dianutnya.
Oleh sebab itu, negara harus menjamin dan orang lain harus menghormati sikap tersebut. Landasnnya jelas, Pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 yang isinya menjamin kemerdekaan setiap orang untuk memeluk agama dan beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
Memakai jilbab, adalah salah satu dari hak-hak lain bagi perempuan dalam mengekspresikan pemahaman keagamaannya. Meski begitu, dalam perkara jilbab ia bisa menjadi jauh lebih peka dan mampu menumbuhkan solidaritas masif dari banyak pihak.
Tidak hanya dari kalangan perempuan, tetapi juga para laki-laki. Dari berita yang tersiar di media online akhir-akhir ini, protes kepada BPIP banyak sekali muncul dari laki-laki. Mulai dari anggota DPR, Ormas Keagamaan, MUI dan tokoh tokoh keagamaan lain.
Saya memakluminya, karena ada sejarah panjang terkait pelarangan jilbab yang pernah terjadi di masa lalu.