UM Surabaya

Menurutnya, ayat ini memberikan ruang pada anak usia sekolah dan remaja untuk mengakses alat kontrasepsi yang digunakan dalam melakukan hubungan seksual agar tidak berakibat kehamilan.

Kedua , pada Pasal 104 tentang upaya kesehatan sistem reproduksi dewasa. Ayat (2) huruf b. yang mengatur upaya kesehatan sistem reproduksi dewasa, dinyatakan bahwa pemberian KIE paling sedikit mengenai perilaku seksual yang sehat, aman, dan bertanggung jawab.

Salmah menyampaikan bahwa ayat ini multi tafsir, yang dapat dipahami tidak hanya dapat dilakukan pasangan suami isteri tetapi juga dapat dilakukan oleh pasangan yang tidak terikat perkawinan.

“Jadi dari ketentuan tersebut tidak jelas apakah hubungan seks dilakukan di dalam pernikahan atau di luar pernikahan. Ketentuan ini dapat menimbulkan pemahaman tentang hubungan seksual di luar pernikahan atau melegalkan seks bebas,” tambahnya.

Baca juga: Paradoks Penyediaan Alat Kontrasepsi

Selanjutnya pada Pasal 104 Ayat (3), tentang pelayanan kesehatan reproduksi untuk usia dewasa, pada butir e, tentang penyediaan alat kontrasepsi bagi pasangan usia subur dan kelompok yang berisiko. Ayat ini juga dinilai multi tafsir.

“Pasangan usia subur yang mendapat layanan alat kontrasepsi semestinya hanya pasangan suami istri yang terikat dengan perkawinan yang sah dan tercatat di depan pegawai pencatat nikah yang diatur dalam UU No. 1 tahun 1974, tentang Perkawinan, pasal 2 ayat (1) dan (2),” paparnya.

Ketiga , ketentuan  Pasal 103 ayat (4) huruf b, Pasal 104 ayat (2) huruf b, dan  Pasal 129 ayat (2) huruf d yang disebut Salmah banyak menyimpang dari norma agama dan susila karena memungkinkan terjadinya seks bebas atau hubungan seksual di luar pernikahan  yang melanggar nilai-nilai moral dan agama serta merendahkan martabat manusia.

“Hal itu tidak sejalan atau kontradiktif  dengan ketentuan Pasal 98 dari PP tersebut, yang menyatakan bahwa upaya kesehatan reproduksi harus dilaksanakan dengan menghormati nilai-nilai luhur yang tidak merendahkan martabat manusia dan sesuai dengan norma agama,” terangnya.

Terkait hasil kajian ini, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Tri Hastuti Nur Rochimah menyampaikan bahwa ‘Aisyiyah telah merumuskan beberapa usulan yang akan disampaikan kepada pemerintah.

“Kami akan menyampaikan usulan perubahan terhadap pasal-pasal yang tidak sesuai dan mengusulkan agar segera dikeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan yang menjelaskan pasal-pasal yang krusial dan multi tafsir dimaksud,” ucap Tri.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini