*) Oleh: Sigit Subiantoro,
Anggota Majelis Tabligh PDM Kabupaten Kediri
Kalau direnungi, ternyata harta kita yang sesungguhnya hanya sedikit saja. Walaupun di dunia banyak orang bergelimang harta, tapi hakikatnya tidak semuanya menjadi miliknya.
Kebanyakan kita hanya mengaku memiliki sesuatu, padahal sejatinya bukan milik kita.
Harta yang kita makan misalnya, pada akhirnya hanya jadi kotoran. Harta yang kita simpan, ujung-ujungnya akan jadi warisan atau bahkan direbutkan ketika kita sudah meninggal.
Tapi harta yang kita sedekahkan di jalan Allah, maka inilah yang menjadi harta kita sebenarnya, menjadi tabungan akhirat kita.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Seorang hamba berkata, ‘harta-hartaku’. Bukankah hartanya itu hanyalah tiga; yang ia makan dan akan sirna, yang ia kenakan dan akan usang, yang ia beri maka itulah sebenarnya harta yang ia kumpulkan. Harta selain akan sirna dan diberikan pada orang-orang yang ia tinggalkan.” (HR Muslim)
Misalnya kita punya uang Rp 100 ribu, lalu kita masukkan ke kotak amal Rp 10 ribu, maka harta kita sebenarnya adalah yang Rp 10 ribu itu tadi.
Karena itulah yang menjadi tabungan kita di akhirat, menjadi pemberat timbangan amal.
Bukan berarti seorang muslim harus miskin, dan tidak boleh kaya. Tapi, gunakan kekayaan tersebut untuk membela agama Allah.
Gunakan kekayaanmu untuk membantu orang lain, dan tidak lupa juga harta tersebut kita sisihkan untuk anak cucu kita sebagai warisan yang cukup bagi mereka agar hidup layak dan tidak meminta-minta.
Semakin tua usia kita, harusnya kita sadar harta yang kita tumpuk akan kita tinggalkan dengan kematian.
Bukannya semakin tamak mengumpulkan harta dan melupakan bekal akhirat.
Kalau mau bawa harta sebagai bekal mati, maka infakkanlah. Dan itulah sebaik-baik muara harta.
Semoga bermanfaat. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News