UM Surabaya

Dalam konteks dakwah, nalar kritis ini berfungsi untuk membentengi umat dari berbagai pemahaman yang salah atau menyimpang yang bisa saja muncul dari penafsiran yang tidak tepat terhadap ajaran agama.

Merawat daya nalar kritis berarti mendorong masyarakat untuk tidak menerima begitu saja semua informasi yang datang, termasuk yang berkaitan dengan agama.

Masyarakat harus diajak untuk memverifikasi informasi tersebut, merenungkan, dan memikirkan dampaknya.

Dengan demikian, mereka tidak akan mudah terpengaruh oleh berita palsu, ujaran kebencian, atau pemikiran radikal yang bisa merusak tatanan sosial dan kehidupan beragama.

Dalam konteks ini, dai Muhammadiyah memiliki peran strategis. Mereka bukan hanya sebagai penyampai pesan agama, tetapi juga sebagai pemandu yang membentuk pola pikir kritis dalam masyarakat.

Seorang dai harus mampu mengajarkan bagaimana cara berpikir kritis sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah, tanpa meninggalkan aspek spiritualitas yang menjadi inti dari ajaran Islam.

Sebagai contoh, ketika membahas isu-isu kontemporer seperti pluralisme, toleransi, dan kemajuan teknologi, seorang dai harus bisa memosisikan diri sebagai mediator yang menuntun masyarakat untuk memahami isu-isu tersebut secara bijak dan sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Ini membutuhkan kepekaan intelektual dan kemampuan untuk menganalisis berbagai sudut pandang secara kritis, sehingga pesan yang disampaikan tidak hanya bermuatan doktrin, tetapi juga memberi ruang bagi umat untuk berpikir dan berefleksi.

Untuk mengembangkan nalar kritis dalam masyarakat, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh dai Muhammadiyah.

Pertama, dai harus meningkatkan kompetensi dirinya melalui pendidikan yang berkelanjutan.

Hal ini bisa dilakukan dengan mengikuti pelatihan, seminar, atau kajian yang berkaitan dengan isu-isu terkini yang berhubungan dengan agama dan kehidupan sosial.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini