Sutradara film Sang Pencerah, Hanung Bramantyo kembali mengajak Muhammadiyah untuk mengulang kesuksesan film tersebut melalui sebuah film baru yang berjudul Pancasila.
Hal itu disampaikan Hanung pada Senin (19/8/2024) dalam acara Pembacaan Naskah Film “Pancasila” bersama Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di ruang Aula Gedung At Tanwir, Pusat Dakwah Muhammadiyah Jl. Menteng Raya, No. 62, Jakarta Pusat.
Menurutnya, Muhammadiyah harus menguasai medium audio visual sebagai sarana edukasi anak muda, khususnya melalui tayangan film. Dia memandang saat ini kanal-kanal atau konten-konten yang diakses oleh anak muda lebih banyak non edukatif terutama film.
“Lembaga Seni Budaya Muhammadiyah harus mengambil peran audio visual. Saya memiliki pengalaman ketika membuat film Sang Pencerah, bagaimana sambutan film Sang Pencerah menandai munculnya kembali film-film sejarah di Indonesia,” katanya.
Menceritakan tentang kesuksesan film biopic Sang Pencerah, Hanung mengatakan padahal sebelumnya banyak pelaku perfilman Indonesia menganggap film sejarah tidak laku dan sepi peminat. Namun munculnya film Sang Pencerah pada 2009 menjadi anomali bagi dunia perfilman di Indonesia.
“Sebelumnya tidak ada yang namanya film Indonesia sejarah dimulai dari pertama kali kemunculan. Film nasional kembali bangkit ditandai dengan tiga film. Film remaja dengan Ada Apa Dengan Cinta, film anak-anak dengan Petualangan Sherina, dan film horor dengan Jelangkung. Tidak ada film sejarah di situ, tidak ada film religius,” ungkapnya.
Film religi mulai bergeliat pasca munculnya Ayat-ayat Cinta pada 2007, kesuksesaan Ayat-ayat Cinta kemudian berdampak sinetron religi yang awalnya hanya setahun sekali muncul pada Bulan Ramadan, kini hampir tiap bulan ada sinetron religi.
“Kemudian pada tahun 2009 itu baru kemudian kembali muncul zangre baru yang disebut zangre biopic alias biografi picture yaitu Sang Pencerah KH. Ahmad Dahlan pada saat itu, saya pertama kali menawarkan film ini ke Muhammadiyah,” tuturnya.
Namun sayang, kata Hanung, tawaran tersebut ditolak oleh Muhammadiyah namun diterima oleh Raam Punjabi untuk membiayai film sebesar Rp15 miliar. Tak disangka film Sang Pencerah meledak di pasaran, salah satunya disebabkan karena diendorse oleh PP Muhammadiyah dan masifnya promosi yang dilakukan timnya Hanung.
“Setelah itu baru kemudian muncul Sang Kiai, baru kemudian muncul film Habibie Ainun, baru kemudian muncul film Soekarno, dan banyak para produser kemudian berlomba-lomba membuat,” imbuhnya.
Sekarang untuk film Pancasila, imbuhnya, dirinya dan Muhammadiyah harus memproduseri sendiri. Hanung beralasan dibuatnya film Pancasila ini untuk merekatkan lintas golongan, karena dalam sejarahnya terdapat diskusi antar golongan itu dengan tokoh utama Ki Bagus Hadikusumo. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News