*) Oleh: As’ad Bukhari, S.Sos., MA,
Kader Kokam Diklatsar Sleman-DIY
Mulai akhir-akhir ini banyak kader Muhammadiyah yang lebih dominan mengisi ruang ranah politik praktis dan politik pemerintahan.
Kerap kali cara dan jalannya selalu membuat dinamika dan polemik ketika kepentingan politik praktisnya bersama pilihan partai politiknya ataupun afiliasi aktor subjek pejabat politisi pilihannya.
Memang benar, misi Muhammadiyah dalam diaspora kader dalam politik di tiga aspek, yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Hanya saja kader Muhammadiyah hampir semua menjadi petugas partai ketimbang petugas Muhammadiyah jika telah menjadi bagian pejuang politik praktis baik sebagai kader partai, afiliasi partai, barisan kepentingan jabatan maupun pengikut pejabat pemerintahan sebagai induknya.
Hanya saja kepentingan politik praktis di Muhammadiyah selalu terjadi perbedaan yang akhirnya akan berdampak pada ortom, amal usaha, dan juga agenda kemuhammadiyahan.
Politik praktis pada dasarnya tidak hanya lima tahunan saja, melainkan setiap tahun pun masih bagian dari politik praktis dalam tataran proyek agenda.
Lima tahunan itu hanya bagian pemilu dalam pemilihan sebagai bentuk usaha agar menjadi petahana atau pendatang baru dalam kontestasi politik praktis.
Sebenarnya, suara politik dari warga Muhammadiyah itu secara kuantitatif tidak banyak dan besar apalagi jika sudah diukur dalam dapil, konstituen, dan wilayah pemilihan sebagai daerah yang ingin diperjuangkannya.
Akan tetapi, nama besar Muhammadiyah serta komponen penting di Muhammadiyah selalu menarik dibawa dan diajak dalam tataran politik praktis, sehingga sebagian kader mulai meninggalkan misi politik kebangsaan dan politik keadaban.
Sebab semua akan bertarung dan berlawanan arah di dalam tubuh Muhammadiyah untuk membawa pengaruh baik sebagai politik praktis di dalam pemerintahan atau yang membawa pada jalur di lluar pemerintahan.
Namun, dalam politik kekuasaan di Indonesia piluhan jalan politik kekuasaan dalam pemerintahan secara politis selalu dianggap paling berjasa, berkontribusi, terhormat, dan penuh manfaat dalam bantuan materi.
Itulah kenapa terkadang kader Muhammadiyah terbawa arus dan laut ikutan dalam perjuangan yang akhirnya kelar jalur koridor etika, akhlak, adab, khittah, pedoman dan nilai prinsip kemuhammadiyahan.
Kader Muhammadiyah aliran politik praktis memang umumnya mereka yang merupakan politisi atau politikus, kader partai, afiliasi partai, dan tim sukses partai serta binaan barisan partai membuat kepentingan partainya mempengaruhi warga Muhammadiyah lainnya.
Hal itu dikarenakan politik praktis selalu menawarkan dan memberikan keuntungan jabatan dan proyek-proyek bantuan seperti proposal, dana hibah, kegiatan sosial, maupun keuntungan lainnya.
Di sisi lain mendapatkan manfaat di jalur proyek pemerintahan, akan tetapi juga menjadi musibah di kemudian hari jika terlalu dalam keterlibatannya apalagi Muhammadiyah bukan sebagai organisasi politik praktis.
Di sinilah pentingnya pemahaman dan cara berpikir kader Muhammadiyah yang selalu membawa kepentingan politik praktisnya di Muhammadiyah itu agar tidak dijadikan alat dominan dalam mempengaruhi warga Muhammadiyah lainnya apalagi sampai membuat perselisihan kepentingan hanya untuk Muhammadiyah.
Jangan sampai ibarat kue yang sedikit diperebutkan secara hina atau dipaksa menerima dan memakannya namun kelak dipermalukan atau malah jadi bulan-bulanan akibat jalan politik praktis selalu memberikan dampak buruk besar di kemudian hari yang tidak pernah tahu apa jadinya.
Jangan korbankan nama Muhammadiyah hanya untuk memaksakan kehendak kepentingan politik praktis itu sebagai jalan keuntungan politikus Muhammadiyah.
Pada dasarnya Muhammadiyah sebagai persyarikatan itu bisa berjalan secara mandiri walaupun terseok-seok maupun berdarah-darah.
Akan tetapi bila mendapatkan amanah dan diberikan akan siap tanpa harus meminta, mengemis, mengikat jabatannya itu.
Muhammadiyah telah membangun negeri ini hampir di usia menuju 200 tahun. Kepentingan politik praktis baik jabatan atau pun proyek kekuasaan tidak mesti dianggap sebagai bonus, reward dan hadiah jackpot melainkan itu hanya tugas amanah yang akan kembali untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia bukan lagi hanya utk kelompok dan golongan sendiri semata.
Sebagai kader Muhammadiyah aliran politik praktis agar selalu menahan diri, tanpa harus membusungkan dada seraya ingin memamerkan diri bahwa jasa pembangunan kepentingan kekuasaan berkat jalannya.
Karena di Muhammadiyah, hal itu hanya salah satu jalan dalam membantu Muhammadiyah, bukan satu-satunya jalan dan bukan pula jalan yang seolah bagaikan raja dan bos besar dermawan terhadap Muhammadiyah layaknya gaya pemerintahan kolonial Hindia Belanda.
Di Muhammadiyah semua saling ikhlas memberi, berbagi, berbuat dan berkontribusi untuk Muhammadiyah sesuai latar belakang profesi dan kemampuan masing-masing.
Pada intinya jadilah kader Muhammadiyah yang beraliran istikamah , lurus, pengabdi, ikhlas, tulus, khittah dan sesuai ideologi Muhammadiyah murni buka ideologi politik praktis tentunya.
Agar semua aktivitas di Muhammadiyah melatih membawa nuansa dalam membangun kemanusiaan, kemaslahatan, keislaman dan kebangsaan bagi seluruh rakyat Indonesia pada umumnya dan seluruh warga Muhammadiyah pada khususnya. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News