Indonesia pantas beruntung punya sosok yang satu ini: Rizky Ridho Ramadhani. Kapten timnas U-22 yang ikut membawa skuad Garuda Muda meraih emas di SEA Games 2023 Kamboja. Prestasi termoncer setelah 32 tahun sepak bola ‘puasa’ medali emas.
Penampilan mahasiswa Program Studi S1 Manajemen Universitas Muhammadiyah Surabaya itu terbilang gemilang. Selama kompetisi, mulai dari babak penyisihan, semifinal hingga final, Rizky tampil spartan. Salah satu pemain yang selalu tampil full.
SEA Games Kamboja benar-benar jadi ajang pembuktian pria kelahiran Surabaya, 21 November 2001 ini. Dia bisa menjadi jenderal lapangan. Memimpin rekan-rekannya bertarung habis-habisan dan pantang menyerah.
Bukan hanya itu saja. Performa libero Persebaya yang kini hijrah ke Persija itu, juga dipuji banyak orang. Di tengah atmosfer pertandingan yang keras dengan tensi tinggi, Rizky mampu tampil tenang dan sportif. Dia tak larut dalam emosi yang berujung pada perkelahian.
Rizky beberapa kali tertangkap kamera membantu pemain lawan yang jatuh. Dia juga kerap menyalami pemain lawan yang diganti maupun yang dikeluarkan karena mendapat kartu merah.
Salah satu yang viral adalah saat Rizky  menolong pemain Timnas Thailand U-22, Chatmongkol Rueangthanarot. Dia sempat mengangkat perut Chatmongkol yang sangat kelelahan.
Di pertandingan final antara Indonesa melawan Thailand, Rizky menjadi salah satu pemain yang sibuk melerai keributan pemain dan ofisial kedua tim.
Ketika pertandingan usai, dan Indonesia dipastikan merebut emas, Rizky lah pemain pertama yang mendatangi bench Thailand. Dia menyampaikan permintaan maaf, menyalami dan menepuk pundak semua pemain dan ofisial tim berjuluk Gajah Putih tersebut.
Sikap Rizky itu mendapat pujian dari pelatih Timnas Thailand, Issara Sritaro. Sritaro menyatakan begitulah sikap yang baik yang ditunjukkan seorang pemain. Yang punya respek. Karena rivalitas hanya terjadi di lapangan.
Di luar lapangan, Rizky juga dikenal religius. Beberapa kali dia terbidik kamera menjalankan salat, baik saat sebelum latihan maupun di dalam pesawat terbang.
***
Rizky Ridho memulai karier sepak bola dari bawah. Dari sepak bola kampung. Sebelum bergabung di klub sepak bola, Rizky sering bermain di Lapangan Simo Rukun, Surabaya. Lapangan tersebut kerap dipakai turnamen antardaerah atau biasa disebut gala desa.
Mereka yang bermain di turnamen gala desa bukan hanya pemain amatir, ada juga pemain profesional yang ikut. Biasanya disebut pemain “bon-bonan”.
Suatu ketika, Rizky ikut game di Lapangan Simo Rukun. Waktu itu, Rizky bergabung dengan Sekolah Sepak Bola (SSB) Simo. Ada beberapa eks pemain Galatama dan Perserikatan yang hadir. Penampilan Rizky kemudian mencuri perhatian Yusman Mulyono, mantan gelandang Niac Mitra.
Sejak pensiun, Yusman Mulyono aktif melatih beberapa klub sepak bola. Tahun 2020, Yusman sempat bergabung dengan Hizbul Wathan Football Club (HWFC), klub sepak bola milik Pimpinan Wilayah Muhamadiyah Jawa Timur yang berlaga di Liga 2.
Singkat cerita, Yusman lalu memboyong Rizky ke Arsenal Soccer School Surabaya (SS) Arsenal. Kala itu, latihannya di Lapangan Brawijaya, Surabaya. Di sana, Yusman memoles kemampuan dan ketrampilan Rizky.
Lamat tapi pasti, kemampuan dan ketrampilan Rizky makin baik. Hampir setahun, Rizky lantas pindah klub. Dia bergabung dengan El Faza, klub sepak bola milik Matt Halil, bek legend Persebaya. Di El Faza, Rizky ikut Kompetisi Internal Persebaya.
Tahun 2018 hingga 2019, Rizky Ridho masuk pemain akademi Persebaya. Dia tergabung dalam skuad Persebaya U-20, berlaga di Elite Pro Academy (EPA) U-20. Alhasil, ia menjadi pemain inti dalam Persebaya menjuarai ajang tersebut di bawah asuhan pelatih, Uston Nawawi,
Karena penampilan impresifnya, Rizky kemudian akhirnya dipromosikan ke tim senior, 2020. Debutnya di liga bersama Persebaya Surabaya pada 13 Maret 2020, sebagai starter dalam pertandingan melawan Persipura Jayapura pada kompetisi Liga 1 2020.
Sebelumnya, Rizky juga terpilih menjadi pemain timnas PSSI U-19, tahun 2019. Tim besutan Fakhri Husaini itu berhasil lolos ke putaran final Piala Asia U-19 2020. Timnas U-19 Indonesia sukses mengalahkan Timor Leste (3-1), Hong Kong (4-0), dan terakhir imbang melawan Korea Utara (1-1).
Ketika HWFC berlaga di Liga 2 2021, nama Rizky Ridho, Marselino Ferdinan, dan Akbar Firmansyah sempat menjadi incaran untuk ikut memperkuat skuad Laskar Matahari dengan status sebagai pemain pinjaman. Namun, Persebaya tidak melepas. Karena ketiganya adalah pemain muda yang akan diproyeksikan coach Aji Santoso.
Polesan Aji Santoso nyata berhasil. Rizky Ridho akhirnya bisa menjadi pemain profesional dengan bayaran tinggi dan jadi langganan timnas. Sedangkan Marselino Ferdinan main di Eropa. Tepatnya di KMSK Deinze dari Belgia.
HWFC akhirnya mendapat tiga pemain muda Persebaya yang sama-sama ikut EPA U-20. Mereka, Vengko Armedya, Muhammad Kemaluddin, dan Zulfikar Akhmad Medianar Arifin. Sebelum kompetisi, HWFC juga melakukan uji coba dengan Persebaya di Lapangan Polda Jatim.
***
Melihat Rizky Ridho, saya jadi teringat Rusdy Bahalwan. Legenda Persebaya dan juga pelatih timnas Indonesia. Sosok yang bersahaja dan dihormati.
Sebelum meninggal, 7 Agustus 2011, saya sempat mewawancarai dia untuk pembuatan buku Sketsa Tokoh Suroboyo. Rusdy Bahalwan menjadi satu dari 21 tokoh yang diceritakan di buku tersebut.
Selama melatih, Rusdy paling getol memberikan suntikan rohani bagi para pemain binaannya. Dia sengaja menyelipkan pesan-pesan moral agar persepakbolaan nasional makin maju, serta jauh dari erosi yang merusak.
Pola pembinaan bernapas agama itu diwujudkan Rusdy dalam tindakan nyata. Salah satunya, bila subuh menjelang, Rusdy tak segan mengetuk pintu kamar-kamar pemainnya yang beragama Islam untuk melaksanakan salat berjamaah. Dari situ kemudian dilanjutkan dengan kultum (kuliah tujuh menit).
Rusdy sangat menentang adanya permainan kotor, seperti mengatur skor untuk judi yang pernah sangat merajalela dalam persepakbolaan di Tanah Air.
Kata Rusdy, seorang pemain yang sengaja melepas bola agar timnya kalah, itu berarti telah berbuat dosa. Pelatih yang sengaja menginstruksikan pemainnya mencederai pemain bintang lawan, juga telah berbuat dosa. Pun manajer yang mengatur skor akhir pertandingan, serta wasit yang karena sesuatu hal lantas memihak pada salah satu tim, termasuk perbuatan dosa.
Soal ketidakberesan dalam sepak bola ini, Rusdy tergolong paling getol bersikap. Pernah suatu ketika, ada seorang pemain binaannya yang kecanduan obat-obatan terlarang. Pemain ini sangat terkenal.
Dia juga menjadi langganan tim nasional. Rusdy tahu itu semua. Beberapa kali ia peringatkan, namun kelakuannya tak berubah. Akhirnya, dia pun segera mengambil keputusan memecat pemain itu, meski publik akhirnya mencerca dia lantaran sang pemain dianggap pemain hebat.
Bagi Rusdy, moral itu penting. Dan lagi, Rusdy memecat pemain itu justru ingin menyelamatkan dia. Kalau sampai dia tak dipecat karena ketahuan menyimpang, kariernya akan habis.
Ketika menangani Persebaya, Mitra Surabaya dan Assyabaab Salim Group (ASGS), Rusdy melihat dan menilai dasar pemahaman pemain terhadap agama, khususnya Islam. Itu dianggap sangat penting. Dia yakin, pemain yang kadar imannya kuat, tak mudah goyah semisal diiming-imingi suap.
Di mata Rusdy, kunci sukses membina pemain harus menerapkan tiga hal, yakni menjauhi tangan-tangan kotor, mentalnya baik, dan istikamah.
Selain itu, dalam bertanding Rusdy selalu menanamkan prinsip tak mudah menyerah. Biar waktu sedetik pun tersisa, peluang itu masih terbuka.
“Kalau ingin maju, berusahalah semaksimal mungkin mengikuti instruksi pelatih. Jangan pernah berpikir untuk kalah dalam pertandingan, walaupun lawan yang dihadapi mempunyai kemampuan lebih baik,” begitu saran Rusdy.
Gaya kepemimpinan Rusdy memang sangat profetik, yang mencitrakan moral kenabian. Berdakwah dengan lebih mengedepankan etos dan kepedulian terhadap kemanusiaan. Bukan semata-mata mementingkan materialisme dan keglamoran dunia selebritis sepak bola.
Sepak bola profetik adalah yang mencerminkan wajah humanis yang diwujudkan lewat pembaruan sosial dan budaya yang santun dan menjadi setiap tingkah laku sebagai ibadah. Dalam ranah profetik, antara yang benar dan salah terdapat garis tegas, bukan abu-abu.
Rizky Ridho dan Rusdy Bahalwan memang beda generasi. Tapi soal moralitas dan ketaatan, mereka punya komitmen sama. Menginsyafi ketundukan dan kelemahan manusia, serta menjauhi kepongahan. Karena tak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah. (*)