Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah
Dalam menjalankan tugasnya, Majelis Tarjih menggunakan beberapa metode ijtihad, yaitu:
Ijtihad Bayâni: Usaha menafsirkan satu ayat yang bersifat dzanni dengan ayat lain. Metode ini disebut dengan tafsir bi al-ma’tsur, yaitu menafsirkan ayat yang satu dengan ayat lainnya.
Ijtihad Qiyâsi: Upaya menganalogikan suatu masalah yang belum ada hukumnya dengan masalah lain yang sudah ada hukumnya karena adanya kesamaan illah (alasan hukum).
Ijtihad Istishlâhiy: Bertumpu pada konsep maslahah (kemaslahatan). Metode ini digunakan untuk perkara yang tidak ada nash baik qath’i maupun zhanni, tetapi di dalamnya terkandung manfaat bagi umat manusia.
Pada tahun 2000, Majelis Tarjih mengembangkan pendekatan ini lebih lanjut dalam Munas ke-24 dan ke-25, menekankan penggunaan pendekatan bayani, burhani, dan irfani sebagai manhaj dalam tajdid dan spirit dalam tarjih.
Pendekatan Bayani
Pendekatan bayani adalah pemahaman agama yang didasarkan pada nash (teks) al-Qur’an dan hadis.
Menurut al-Jabiri, bayani adalah metode pemikiran yang menekankan otoritas teks tanpa memerlukan penafsiran dan penalaran tambahan.
Dalam Majelis Tarjih, pendekatan ini diterapkan dalam keputusan tentang qunut dalam shalat, tarawih, haji, dan hal-hal terkait ibadah mahdah.
Pendekatan Burhani
Pendekatan burhani menggunakan akal dan logika manusia untuk memahami kebenaran. Dalam hukum Islam, akal mendapat ruang dalam ra’yu (pemikiran). Epistemologi burhani bersumber pada realitas alam, sosial, humanitas, dan keagamaan.
Dalam konteks Tarjih Muhammadiyah, pendekatan burhani diwujudkan dalam penggunaan sosiologi dan antropologi dalam beristinbath (penggalian hukum).
Pendekatan Irfani
Pendekatan irfani adalah sistem pengetahuan yang bersumber dari al-‘ilm al-hudluri (pengetahuan intuitif). Pengetahuan irfani tidak hanya didasarkan pada teks bayani, tetapi juga pada kasyf, yaitu terbukanya rahasia-rahasia realitas oleh Tuhan. Di Muhammadiyah, pendekatan ini masih dalam proses pencarian bentuk yang tepat, meskipun elemen-elemen keruhanian sudah dipraktikkan.
Penutup
Majelis Tarjih Muhammadiyah telah mengalami perkembangan dalam metodologi istinbath (penggalian) hukum. Pendekatan bayani, burhani, dan irfani diterima di Muhammadiyah sebagai pendekatan yang saling melengkapi, bukan terpisah, yang menjadikan praktik hidup di kalangan warga Muhammadiyah lebih terwadahi secara konseptual. (*)
*) Artikel ini tayang di suaramuhammadiyah.id
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News