*) Oleh: Syahrul Ramadhan, SH, MKn
Dalam kehidupan seorang mukmin, ketenangan batin adalah salah satu aspek yang sangat didambakan. Di tengah hiruk-pikuk dunia, yang seringkali diselimuti oleh kegelisahan dan ketidakpastian, seorang muslim dituntun untuk menemukan ketenangan dalam iman kepada Allah.
Dua konsep penting yang menjadi jalan menuju ketenangan batin adalah tawakal dan tafwidh. Keduanya menawarkan kerangka pemikiran dan sikap hati yang memandu seorang hamba untuk berserah diri sepenuhnya kepada Allah, tetapi dengan cara dan nuansa yang berbeda.
Tawakal: Kepercayaan yang Diiringi Usaha
Tawakal adalah konsep dalam Islam yang mengajarkan untuk bersandar dan mempercayakan sepenuhnya kepada Allah setelah melakukan segala usaha yang diperlukan. Ini adalah tindakan hati yang diiringi dengan upaya nyata di dunia. Seorang muslim yang bertawakal akan berusaha sebaik mungkin dalam setiap urusan, namun ia tidak menggantungkan hasil akhir pada usahanya semata, melainkan kepada kehendak Allah.
Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
”Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya).” (QS. At-Talaq: 3).
Ayat ini menunjukkan bahwa setelah seorang hamba melakukan ikhtiar, ia harus menyerahkan hasilnya kepada Allah, yakin bahwa Allah akan memberikan yang terbaik. Dengan demikian, tawakal mengajarkan keseimbangan antara ikhtiar dan penyerahan, yang menjadi sumber ketenangan batin.
Seorang mukmin yang bertawakal tidak akan mudah stres atau khawatir berlebihan, karena ia menyadari bahwa hasil dari segala usaha adalah milik Allah.
Tafwidh: Penyerahan Sepenuhnya kepada Allah
Tafwidh adalah konsep yang lebih dalam dari tawakal, di mana seorang hamba tidak hanya bersandar kepada Allah setelah berusaha, tetapi juga menyerahkan segala urusan, baik sebelum maupun setelah berusaha, sepenuhnya kepada Allah. Tafwidh adalah bentuk tertinggi dari keikhlasan, di mana seseorang sepenuhnya menyadari bahwa dirinya tidak memiliki kuasa apapun kecuali apa yang Allah izinkan.
Seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an:
”Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS. Ghafir: 44).
Tafwidh melibatkan perasaan pasrah yang total, di mana seorang mukmin meyakini bahwa apapun yang terjadi dalam hidupnya, baik atau buruk, semuanya berada dalam ketetapan dan kehendak Allah yang Maha Bijaksana. Orang yang melakukan tafwidh tidak hanya berusaha kemudian menyerahkan hasilnya kepada Allah, tetapi ia juga menerima apapun keputusan Allah dengan sepenuh hati, tanpa ada keluhan ataupun protes. Ia mengakui bahwa apapun yang terjadi adalah bagian dari rencana Allah yang terbaik untuknya.
Ketenangan Batin dalam Harmoni Tawakal dan Tafwidh
Kombinasi antara tawakal dan tafwidh menciptakan harmoni batin yang sangat mendalam. Tawakal memberikan semangat untuk terus berusaha dan tidak menyerah pada keadaan, sementara tafwidh memberikan ketenangan bahwa apapun hasilnya adalah yang terbaik dari Allah. Ketika seseorang mempraktikkan kedua konsep ini secara bersamaan, ia akan merasakan ketenangan yang luar biasa dalam menjalani kehidupan.
Dalam kehidupan sehari-hari, seorang mukmin yang memahami dan mempraktikkan tawakal dan tafwidh tidak akan merasa cemas berlebihan. Ketika menghadapi ujian, ia berusaha sebaik mungkin (tawakal) dan kemudian menyerahkan semuanya kepada Allah (tafwidh). Apapun hasilnya, ia menerima dengan penuh keikhlasan, karena ia percaya bahwa Allah lebih tahu apa yang terbaik untuknya.
Ketenangan batin adalah anugerah besar yang dapat dicapai melalui keyakinan dan penyerahan diri kepada Allah. Dengan memadukan tawakal dan tafwidh, seorang muslim tidak hanya berusaha sebaik mungkin, tetapi juga memiliki keyakinan dan ketenangan dalam menerima apapun yang Allah tetapkan. Inilah rahasia dari kehidupan yang penuh kedamaian, di mana hati senantiasa tenang dalam setiap keadaan, karena selalu bersandar kepada Allah yang Maha Kuasa dan Maha Bijaksana.
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News