*) Oleh: Moch. Muzaki,
Peserta Akademi Mubaligh Muhammadiyah (AMM) Majelis Tabligh PWM Jatim Asal Lamongan
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) adalah organisasi intelektual yang menekankan pentingnya semangat unggul dalam intelektualitas, menjadi akademisi Islam, serta mampu memberikan solusi atas berbagai masalah mahasiswa dan masyarakat.
Di era postmodern ini, intelektualitas menjadi senjata yang paling ampuh untuk menghadapi tantangan zaman. Berperilaku berdasarkan ilmu pengetahuan akan menciptakan kemaslahatan bagi umat.
Oleh karena itu, penting bagi kami untuk memberikan pandangan tentang nilai keharusan intelektualitas dalam Islam sebagai pijakan bagi mahasiswa.
Akal dalam Perspektif Islam
Manusia adalah makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh Allah, dan kesempurnaan itu ditandai dengan anugerah terbesar, yaitu akal pikiran. Akal inilah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya, menjadikan manusia lebih unggul.
Dengan akal, manusia belajar memahami kehidupan di sekitarnya, mengerti hakikat dari segala sesuatu. Allah sangat menekankan manusia untuk menggunakan akalnya dengan maksimal.
Sayangnya, tidak semua manusia mau atau mampu menggunakan akalnya dengan optimal.
Ini sering kali menyebabkan kesalahpahaman dan ketidakmampuan menilai sesuatu secara benar. Akibatnya, proses pengambilan pelajaran dari kehidupan menjadi terhambat.
Seiring waktu, manusia mengembangkan sistem pendidikan yang terstruktur, dengan tahapan pembelajaran tertentu.
Di sinilah pentingnya memfungsikan akal agar proses pendidikan berjalan lancar dan kita memahami nilai-nilai intelektualitas dalam Islam.
Pengertian Akal
Kata “akal” dalam bahasa Indonesia berasal dari kata Arab “al-‘aql” yang berarti mengikat dan menahan.
Menurut Profesor Izutzu, kata “al-‘aql” pada zaman jahiliah digunakan dalam arti kecerdasan praktis, yang kini dikenal sebagai kemampuan memecahkan masalah.
Akal adalah kemampuan manusia untuk mengerti, memahami, berpikir, dan menyelesaikan masalah.
Dalam Islam, akal dianggap sebagai daya untuk memperoleh pengetahuan, membedakan antara kebaikan dan kejahatan, dan bukan sekadar otak, tetapi daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia.