Dakwah multikulturalisme Muhammadiyah secara konkret melahirkan amal usaha Muhammadiyah sekolah dan kampus yang bisa diisi oleh siapa saja dengan agama atau suku mana pun. Tugas mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberikan nilai pencerahan spiritual merupakan cara Muhammadiyah berdakwah dengan elegan. Tidak perlu memaksakan kehendak, jangan sampai merasa paling benar arogan, dan menjauh dari pandangan yang cendrung nyeleneh, apologis, dogmatis dan sebagainya.
Pentingnya memahami konsep dakwah multikulturalisme Muhammadiyah yang tak lepas dari model dakwah hikmah, hasanah dan jidal ahsan yang juga dengan cara lemah lembut tanpa pula harus memaksa serta tidak jatuh dalam jurang menyerupai kekafiran zolim.
Muhammadiyah merupakan organisasi yang menanamkan nilai kerukunan umat beragama yang bijaksana, menerapkan nilai toleransi yang otentik secara profetik, mengajarkan hubungan damai harmonis yang taawun at taqwa dan juga menegakkan syariat dengan jalan tawakkal ilallah.
Di tengah hidup globalisasi yang mengedepankan modernisasi tidak sepantasnya pula memodifikasi agama hanya untuk nafsu kepentingan dunia dengan dalih tafusr argumentasi yang dibolak-balik layaknya iblis membantah Tuhan dengan segala muslihat tipu dayanya. Jangan bertindak dan berpikir terlalu jauh melenceng apalagi membawa nama Muhammadiyah baik itu intelektual ataupun warga kultural di era sosmed yang serba bebas berbicara dan menulis kata.
Muhammadiyah akan tetap menjaga wilayah agama dalam hal ini Islam sebagai nilai otentik dan profetik bukan pula sekedar doktrin dan dogma. Jangan mereduksi Islam dan Muhammadiyah untuk kepentingan kehidupan atas nama kemanusiaan jika sejatinya tak pernah mengurus umat di lapangan dalam kehidupan nyata sosial masyarakat.
Jangan lagi salah artikan makna dakwah multikulturalisme Muhammadiyah yang arahnya akan membuat islamophobia, sinkretisme, dan menjauhi agama naqli karena terpaku pada aqli apalagi nafsu duniawi. Sebagai kader Muhammadiyah yang berada di lingkungan heterogen, plural, majemuk dan multikultur harus mengedepankan nilai-nilai keharmonisan yang otentik dan profetik, bukan dengan nilai sinkretis dan atheist. Jangan mudah digiring oleh para intelektual dan cendikiawan pelacur yang hanya menikmati proyek ideologis untuk merusak kesucian agama dengan pandangan bebas pemikiran-nya yang tak lepas dari proyek materi.
Warga Muhammadiyah tetap harus jadi kader yang humanis, agamis, dan harmonis dengan pandangan multikulturalisme agama dan bukan dengan pandangan pluralisme agama apalagi sinkretisme agama yang penuh dengan racun merusak iman dan aqidah bila belum memiliki benteng pemikiran yang kuat lagi kokoh.
Dengan demikian nilai toleransi beragama dan moderasi beragama Muhammadiyah tidak perlu mencampurkan ritual keagamaan, tidak perlu menghalalkan sesuatu yang salah, dan tidak perlu jadi umat yang jatuh dalam nilai kebebasan yang tak sejalan dengan syariat. Tetap hormati secara sosial kemanusiaan dan kembali kepada koridor agama dan koridor Muhammadiyah yang baik lagi benar. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News