*) Oleh: As’ad Bukhari, S.Sos, MA,
Kader Kokam Diklatsar Sleman-DIY
Islam adalah agama yang paling mulia di mata Allah, seperti yang dinyatakan dalam firman-Nya. Di Indonesia, Islam dipahami sebagai Islam Wasathiyyah atau Islam moderat, yang memegang prinsip sebagai ummaton wasathon — umat yang berada di tengah-tengah dalam konteks pluralitas agama dan keberagaman.
Islam bukanlah ideologi dalam pengertian politis, melainkan nilai teologi. Namun, syariat Islam kerap diinterpretasikan sebagai ideologi yang dalam teori dikenal sebagai “Islamisme,” meskipun istilah ini sering dikaitkan dengan pandangan yang cenderung tegas, hitam-putih, dan tanpa kompromi.
Kondisi sosial masyarakat Indonesia unik, berbeda dari negara-negara lain seperti di Timur Tengah, Eropa Barat, dan Amerika Latin. Sejarahnya dipengaruhi oleh penjajahan kolonial dan imperialisme, yang membentuk karakter masyarakat dengan daya juang yang tinggi sekaligus tingkat kesabaran yang berbeda.
Dalam sejarahnya, nilai-nilai spiritual dan religiusitas di Indonesia memainkan peran penting dalam perjuangan melawan penjajahan, hingga mencapai kemerdekaan dalam konteks dunia yang tengah berperang.
Muhammadiyah, sebagai salah satu organisasi Islam tertua di Indonesia, didirikan pada era Hindia Belanda dan terus berperan penting hingga hari ini, memasuki abad kedua. Pendiri Muhammadiyah, Kiai Ahmad Dahlan, sering dianggap berbeda oleh ulama sezamannya.
Corak beragama yang dibawanya—elegan, egaliter, arif, dan bijaksana—memungkinkannya menempatkan diri dengan baik di hadapan penguasa, partai politik, organisasi lain, serta masyarakat luas.
Pendekatan tajdid (pembaruan) yang diusungnya merupakan cerminan moderasi agama yang autentik pada zamannya, tanpa terjebak dalam perbedaan.
Nilai dan Prinsip
Moderasi beragama Muhammadiyah memiliki pendekatan yang khas dibandingkan dengan perspektif lain. Dalam masyarakat Indonesia yang dikenal toleran, tantangan muncul seiring berkembangnya radikalisme, terorisme, dan ekstremisme, yang sering kali bermuara pada perebutan kekuasaan politik, bukan soal agama.
Muhammadiyah mengedepankan nilai-nilai taawun (kerja sama), tasamuh (toleransi), dan tafahum (saling memahami) dalam berbagai bidang, termasuk agama, sosial, politik, budaya, pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
Taawun (Kerja Sama):
Muhammadiyah mengartikan taawun sebagai “memberi untuk negeri”, menolong bangsa dari berbagai kekurangan. Nilai ini mengarah pada kebaikan untuk kemaslahatan dan kebermanfaatan bersama.
Tasamuh (Toleransi):
Sikap toleransi Muhammadiyah sangat nyata, terutama dalam amal usaha seperti sekolah, universitas, dan rumah sakit yang menerima semua lapisan masyarakat tanpa memandang agama. Tasamuh menjadi simbol kesetaraan dan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.
Tafahum (Saling Memahami):
Muhammadiyah memahami secara mendalam tentang sejarah kebangsaan, nilai kerukunan, keberagaman, dan kemanusiaan. Meskipun mungkin belum sempurna, nilai-nilai ini terus dikembangkan.