*) Oleh: Ferry Is Mirza
Dalam firman-Nya, Allah mengingatkan kita tentang kesaksian jiwa manusia sebelum lahir ke dunia, yang menjadi bukti bahwa manusia telah mengenal Tuhan mereka. Allah berfirman:
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab, ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.’ (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, ‘Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.’” (QS. Al-A’raf: 172)
Ayat ini menegaskan bahwa setiap manusia telah memberikan kesaksian tentang Ke-Esaan Allah bahkan sebelum mereka lahir, sehingga kelak di hari Kiamat mereka tidak dapat mengelak dari pertanggungjawaban atas apa yang mereka perbuat di dunia.
Penyesalan Jiwa di Akhirat
Ketika tiba waktunya bagi manusia untuk kembali kepada Tuhannya, jiwa yang tidak memanfaatkan hidup dengan baik akan diliputi oleh penyesalan. Allah berfirman:
“Dan Aku bersumpah demi jiwa yang selalu menyesali (dirinya sendiri). Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya?”
(QS. Al-Qiyamah: 2-3)
Ayat ini memperingatkan manusia agar sadar bahwa hidup di dunia hanyalah sementara, dan pada akhirnya setiap jiwa akan diminta pertanggungjawaban atas amal-amalnya.
Jiwa yang Diridai Allah
Sebaliknya, bagi jiwa yang beriman dan menjalankan perintah-Nya dengan ikhlas, Allah memberikan penghargaan yang agung. Allah menyeru mereka dengan panggilan yang menenangkan:
“Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hambaKu, dan masuklah ke dalam surgaKu.” (QS. Al-Fajr: 27-30)
Jiwa yang diridhai ini adalah jiwa yang selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah, yang dalam hidupnya senantiasa menjaga hati dan amalnya.
Untung Rugi Seseorang Bergantung Jiwa
Keberuntungan atau kerugian seseorang di akhirat sangat tergantung pada bagaimana ia menjaga jiwa dan amalnya. Allah memberikan pilihan antara jalan takwa dan jalan keburukan:
“Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)-nya. Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya. Sungguh beruntung orang yang menyucikan (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams: 7-10)
Setiap manusia diberi kesempatan untuk memilih antara kebaikan dan keburukan. Orang yang menjaga kesucian jiwanya dengan ketakwaan akan memperoleh keberuntungan, sedangkan yang mengotorinya dengan dosa akan merugi.