Melepaskan untuk Tidak Kehilangan, Hikmah di Balik Kepemilikan Sementara
foto: pinterest
UM Surabaya

*) Oleh: Ferry Is Mirza DM

Hidup ini bukan tentang bagaimana memiliki apa yang kita cintai, tetapi tentang bagaimana mencintai apa yang telah Allah titipkan kepada kita. Waktu kita di dunia sangat singkat, sehingga setiap langkah harus diisi dengan kebenaran—baik dalam berbuat, berpikir, maupun mencintai.

Allah Azza Wa Jalla berfirman: “Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan kepada Allah-lah semua makhluk kembali.” (QS. An-Nuur: 42)

Segala sesuatu adalah milik Allah, dan akan kembali kepada-Nya. Allah menciptakan langit dan bumi, memberi rezeki, serta mengatur segalanya. Hanya kepada-Nya kita kembali, dan hanya kepada-Nya kita akan dibalas sesuai dengan amal perbuatan kita.

Oleh karena itu, penting untuk menyadari bahwa semua yang kita miliki hanyalah titipan, bukan kepemilikan yang hakiki.

Di dunia ini, tidak ada yang abadi. Kita pasti pernah kehilangan materi, cinta, atau orang yang kita sayangi.

Kehilangan adalah bagian dari kehidupan yang tidak bisa dihindari, namun rasa kehilangan hanya muncul karena kita merasa “memiliki.”

Padahal, kepemilikan di dunia hanyalah sementara. Semua yang kita miliki, dari harta benda hingga hubungan, hanyalah titipan dari Allah Azza Wa Jalla.

Seseorang yang merdeka dari rasa “memiliki” adalah orang yang paling tenang hidupnya. Tidak terikat pada apa pun yang fana, ia menyadari bahwa segala sesuatu akan kembali kepada pemiliknya yang sebenarnya, yakni Allah Azza Wa Jalla.

Ketika kehilangan menghampiri, ingatlah selalu istirja’: “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un”—sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nya kita akan kembali.

Allah Azza Wa Jalla berfirman: “Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.’ Mereka itulah yang mendapat keberkahan dan rahmat dari Rabb mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 155-157)

Mengapa kita merasa gelisah saat kehilangan? Karena kita terlalu terikat pada rasa kepemilikan terhadap hal-hal yang fana. Bebaskanlah diri dari rasa itu, dan kita tidak akan pernah merasakan kehilangan yang menyakitkan.

Kehilangan adalah proses yang berat, terutama bila kita merasa sangat terikat pada apa yang hilang. Namun, dengan ridha Allah, kita akan belajar untuk sabar, tabah, dan ikhlas menghadapi kenyataan hidup.

Pada akhirnya, tidak ada yang abadi. Semua akan pergi, bahkan diri kita sendiri. Kita tidak tahu siapa yang akan pergi lebih dahulu, tetapi yang ditinggalkan sering merasakan kepedihan yang mendalam.

Namun, hidup harus terus berjalan, dan kita harus belajar melepaskan dengan hati yang ikhlas.

Seseorang yang pernah kehilangan sesuatu yang ia anggap miliknya selamanya, pada akhirnya akan menyadari bahwa tidak ada satu pun di dunia ini yang benar-benar menjadi miliknya.

Segala sesuatu hanya titipan dari Allah Azza Wa Jalla, dan suatu saat akan kembali kepada-Nya.

Allah menciptakan kehidupan dengan keseimbangan. Ada kebahagiaan dan kesedihan, ada pertemuan dan perpisahan, ada kepemilikan dan kehilangan.

Tanpa perpisahan, kita mungkin tidak akan menghargai setiap pertemuan. Tanpa kehilangan, kita mungkin tidak akan memahami arti sejati dari apa yang kita miliki saat ini.

Hidup ini adalah seni menerima segala hal dengan lapang dada. Bahagia dan sedih, memiliki dan kehilangan, semuanya adalah bagian dari paket kehidupan yang Allah berikan kepada kita.

Oleh karena itu, kita harus menerima segala sesuatu dengan ketabahan, kesabaran, dan keikhlasan.

Ingatlah, meski kehilangan sering dianggap menyakitkan, proses tersebut mengajarkan kita untuk lebih menghargai hidup dan menggali makna yang lebih dalam dari setiap pengalaman.

Tiada sesuatu yang sia-sia dalam ciptaan Allah; setiap kehilangan membawa hikmah dan pelajaran yang berharga.

Meski berat, yakinlah bahwa kekecewaan yang kita alami tidak akan berlangsung selamanya.

Yang paling penting adalah menjaga harapan dan tidak putus asa. Harapan itulah yang akan mendorong kita untuk maju dan terus berusaha.

Semoga Allah Azza Wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita agar tetap istiqamah dalam kesabaran dan keikhlasan, menerima segala iradah-Nya demi meraih ridha-Nya.
Aamiin Yaa Rabb. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini