Karakteristik Fujur dalam Ketaqwaan Pemimpin
UM Surabaya

*)Oleh: Syahrul Ramadhan, SH, M Kn
Sekretaris LBH AP PDM Lumajang

Dalam Islam, pemimpin memiliki tanggung jawab yang besar, tidak hanya terhadap masyarakat yang dipimpinnya, tetapi juga kepada Allah atas amanah yang diberikan. Ketaqwaan seorang pemimpin menjadi kunci dalam menjaga keadilan, kebijaksanaan, dan tanggung jawab moral.

Salah satu ancaman terbesar bagi seorang pemimpin adalah kecondongan nafsu yang dapat membawa kepada fujur atau perilaku jahat yang bertentangan dengan taqwa. Fenomena ini dijelaskan dalam QS Asy-Syams (91:8):

”Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.”

Ayat ini menunjukkan bahwa setiap manusia, termasuk pemimpin, memiliki potensi untuk memilih antara jalan fujur (fasik) atau jalan taqwa. Fujur adalah perilaku atau kecenderungan yang mengarah pada keburukan, kemaksiatan, dan ketidakadilan. Sebaliknya, taqwa adalah kesadaran penuh akan kehadiran Allah yang menuntun seseorang untuk berbuat kebaikan dan menegakkan keadilan.

Karakteristik Fujur dalam Kepemimpinan

  1. Kecondongan pada Nafsu Duniawi

Fujur dalam kepemimpinan seringkali berawal dari keinginan yang berlebihan terhadap harta, kekuasaan, atau pujian. Seorang pemimpin yang condong pada fujur akan menggunakan jabatannya untuk memuaskan nafsu pribadi, seperti menumpuk kekayaan melalui cara yang tidak halal atau menggunakan kekuasaannya untuk menindas orang lain. Nafsu duniawi ini merusak ketaqwaan karena membuat pemimpin lalai dari amanah yang seharusnya dijalankan.

  1. Tidak Adil dan Zalim

Salah satu karakteristik utama dari fujur dalam kepemimpinan adalah ketidakadilan. Pemimpin yang terjebak dalam fujur akan memprioritaskan kepentingan kelompoknya atau dirinya sendiri di atas kepentingan umat. Ketidakadilan ini dapat mengambil bentuk dalam berbagai kebijakan yang menindas dan merugikan orang lain. Allah sangat mengutuk kedzaliman, dan seorang pemimpin yang adil seharusnya selalu berusaha untuk menegakkan keadilan bagi semua orang.

  1. Kecenderungan untuk Menyalahgunakan Kekuasaan

Pemimpin yang mengikuti kecondongan nafsu akan menggunakan kekuasaannya untuk memanipulasi hukum, menghilangkan transparansi, dan menekan pihak yang berseberangan. Ini adalah bentuk nyata dari fujur yang mengarah kepada penyalahgunaan amanah yang telah dipercayakan. Pemimpin yang tidak mampu menahan nafsu kekuasaannya akan cenderung berbuat zalim dan menyakiti orang lain demi mempertahankan posisinya.

  1. Mengabaikan Tanggung Jawab Moral

Seorang pemimpin yang dikuasai oleh fujur cenderung mengabaikan tanggung jawab moralnya. Ia mungkin terlihat hanya peduli pada citra dirinya atau bagaimana ia dipandang oleh masyarakat, sementara tanggung jawabnya terhadap Allah dan umat diabaikan. Hal ini sangat kontras dengan pemimpin yang bertaqwa, yang selalu berusaha menegakkan nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan moralitas dalam setiap tindakannya.

Perlawanan Terhadap Fujur melalui Ketaqwaan

QS Asy-Syams memberikan petunjuk bahwa manusia diberi kebebasan untuk memilih antara fujur dan taqwa. Seorang pemimpin yang ingin menghindari fujur harus menguatkan ketaqwaannya kepada Allah. Beberapa langkah penting untuk melawan fujur dan meningkatkan ketaqwaan dalam kepemimpinan meliputi:

  1. Mengendalikan Nafsu

Pemimpin yang bertaqwa akan berusaha keras mengendalikan nafsu duniawinya. Ia memahami bahwa harta, kekuasaan, dan pujian hanyalah sementara dan tidak boleh mengalihkan fokus dari tujuan yang lebih besar, yaitu menjalankan amanah Allah dengan adil dan penuh tanggung jawab.

  1. Bersikap Adil dalam Setiap Keputusan

Pemimpin yang bertaqwa selalu berusaha menegakkan keadilan, bahkan jika itu berarti menentang kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Keadilan adalah prinsip utama dalam Islam, dan pemimpin yang adil adalah pemimpin yang paling dekat dengan ridha Allah.

  1. Meningkatkan Kesadaran Spiritual

Pemimpin yang ingin terhindar dari fujur harus terus menerus meningkatkan kesadaran spiritualnya melalui ibadah, introspeksi, dan memohon bimbingan Allah. Dengan terus mengingat Allah dalam setiap keputusan, ia akan mampu menjaga amanah kepemimpinan dan melawan kecondongan nafsu yang merusak.

Contoh Fujur dalam Kepemimpinan

Contoh fujur dalam kepemimpinan dapat dilihat dari berbagai tindakan yang melibatkan penyalahgunaan kekuasaan, kezaliman, dan pelanggaran tanggung jawab moral. Beberapa contohnya antara lain:

  1. Korupsi dan Nepotisme

Seorang pemimpin yang melakukan korupsi atau menggunakan jabatannya untuk memperkaya diri sendiri dan keluarganya adalah contoh nyata fujur. Misalnya, ketika seorang pejabat negara menyalahgunakan anggaran publik untuk keuntungan pribadi atau memberi proyek kepada keluarga dan kerabat tanpa proses yang transparan, ini merupakan bentuk kezaliman terhadap masyarakat.

  1. Ketidakadilan dalam Pengambilan Keputusan

Fujur terjadi ketika seorang pemimpin tidak bersikap adil dalam membuat keputusan. Misalnya, jika pemimpin memihak kelompok tertentu atau mengambil keputusan berdasarkan kepentingan pribadi atau kelompok, bukan demi kemaslahatan umat, hal ini mencerminkan perilaku yang jauh dari taqwa. Contoh lain adalah pemberlakuan kebijakan diskriminatif yang hanya menguntungkan kelompok elit atau mayoritas, sementara minoritas diabaikan.

  1. Menyalahgunakan Kekuasaan untuk Menindas Oposisi

Seorang pemimpin yang menggunakan aparat negara atau kekuasaannya untuk membungkam kritik dan menghancurkan oposisi adalah contoh dari fujur. Misalnya, ketika seorang pemimpin memerintahkan penangkapan aktivis atau wartawan yang mengkritik pemerintah tanpa proses hukum yang adil, ini adalah bentuk fujur yang merusak keadilan.

  1. Memanipulasi Hukum untuk Keuntungan Pribadi

Fujur dalam kepemimpinan juga terlihat ketika hukum dan peraturan negara dimanipulasi untuk melindungi kepentingan pemimpin atau orang-orang terdekatnya. Misalnya, seorang pemimpin yang mengubah aturan pemilihan agar dirinya tetap berkuasa atau menggunakan kekuasaan untuk menunda penyelidikan kasus korupsi yang melibatkan dirinya.

  1. Pengabaian Kesejahteraan Masyarakat

Fujur terjadi ketika pemimpin tidak peduli terhadap kesejahteraan rakyatnya. Misalnya, seorang pemimpin yang mengabaikan pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur dasar demi menyalurkan anggaran ke proyek-proyek yang tidak bermanfaat, tetapi hanya menguntungkan segelintir orang, merupakan contoh dari pengabaian amanah. Pemimpin seperti ini lebih mementingkan kekayaan atau pujian daripada kepentingan rakyat banyak.

  1. Kekejaman dan Tindakan Represif

Pemimpin yang menggunakan cara-cara kekerasan, penindasan, atau perlakuan kejam terhadap rakyatnya, seperti penganiayaan fisik atau kekerasan psikologis, menunjukkan kecenderungan fujur. Contohnya adalah tindakan militer brutal terhadap warga sipil yang tidak bersalah demi menegakkan kekuasaan otoriter.

Tindakan-tindakan tersebut menunjukkan ketidaktaatan kepada Allah dan kecenderungan memenuhi nafsu duniawi, seperti kekuasaan, harta, atau status, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ketaqwaan dan keadilan dalam Islam.

Ketaqwaan adalah benteng terkuat bagi seorang pemimpin dalam menghadapi godaan fujur dan kecondongan nafsu. Pemimpin yang bertaqwa akan selalu berusaha menjalankan tugasnya dengan adil, jujur, dan bertanggung jawab, karena ia sadar bahwa segala tindakannya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Sebaliknya, pemimpin yang tergelincir dalam fujur akan membawa kerusakan bagi dirinya dan masyarakat yang dipimpinnya. QS Asy-Syams memberikan kita pelajaran penting tentang pentingnya memilih jalan taqwa dan menolak jalan fujur dalam setiap aspek kehidupan, terutama dalam kepemimpinan. (*)

Untuk mendapatkan update ceat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini