Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضِ وَا خْتِلَا فِ الَّيْلِ وَا لنَّهَا رِ لَاٰ يٰتٍ لِّاُولِى الْاَ لْبَا بِ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal,” (QS. Ali ‘Imran 3: 190)
Kata ulul albâb terdiri dari kata ulû [أولو ] dan al-albâb [الألباب]. Kata ulû [ أولو ] adalah bentuk jamak yang berarti ashâb (pemilik). Kata ulû dalam penggunaannya dijadikan frase dengan isim zhâhir (kata benda selain kata ganti) yang berarti pemilik.
Ibnu Kasir menyebut ulul albâb sebagai orang yang memiliki akal yang sempurna dan cerdas, yang digunakan untuk mengetahui, merenungi, meneliti sesuatu dengan hakikatnya agar diketahui keagungan-Nya.
Memahami arti ulul albâb menjadi hal yang cukup penting. Sebab, ulul albâb tak sebatas sebutan orang yang mampu berpikir. Istilah ulul albâb mempunyai pemaknaan yang lebih luas dari itu.
Bahkan, dengan belajar mendalami arti ulul albâb, seorang muslim dapat sekaligus meningkatkan keimanannya pada Allah SWT.
Firman Allah Swt:
الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًاۚ سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka. (QS. Ali ‘Imran 3: 191)
Sesungguhnya yang disebut manusia ulul albâb adalah hamba-hamba-Nya yang senantiasa menggunakan akal sehatnya untuk melakukan tadabur, mengobservasi, memikirkan, menghayati, mengintrospeksi akan adanya sesuatu yang telah diciptakan oleh Allah.
Manusia ulul albâb tersebut senantiasa terbenak dalam mindset-nya bahwa semua yang ada di alam semesta ini yang telah diciptakan oleh Allah, tidak ada satu pun yang sia-sia. Semua makhluk yang Allah ciptakan meskinya dan pastinya ada manfaat dan kemaslahatannya.
Sabda Rasulullah saw:
“اعلم أن في الجسد مضغةً إذا صلحت صلح الجسد كله، وإذا فسدت فسد الجسد كله، ألا وهي القلب.”
“Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada segumpal daging. Jika daging itu baik, maka baik pula seluruh tubuh. Jika daging itu rusak, maka rusak pula seluruh tubuh. Sesungguhnya itu adalah hati.” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).
Sesungguhnya mereka yang menggunakan akal sehat sebagai perenungan menuju kebermanfaatan dan kebermaslahatan adalah manusia ulul albab.
Lebih lanjut ayat tersebut dapat dijelaskan bahwa ciri-ciri manusia ulul albâb antara lain: mereka senantiasa yang mengingat dan melibatkan Allah dalam kondisi apa pun seperti keadaan berdiri, duduk, berbaring yang senantiasa mengingat Allah.
Dengan demikian, jika manusia dalam aktivitas kehidupan sehari harinya senantiasa mengingat dan melibatkan Allah, merekalah sejatinya figur manusia ulul albab.
Manusia ulul albâb memahami secara mendalam tugas dan tujuan manusia diciptakan oleh Allah SWT yang menjadi kalifah di muka bumi.
Firman Allah SWT :
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ ِانِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah 2 : 30)
Ulul albâb memahami kedudukannya sebagai khalifah di bumi ini, untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya, dan memakmurkan bumi serta memanfaatkan segala apa yang ada padanya sesuai syariat.
Firman Allah:
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(QS Az Zariyat 51 : 56)
Sebagai manusia yang berakal sempurna, ulul albâb memahami dengan jelas esensi dan tujuan kehidupan manusia di dunia hanya satu, yaitu untuk beribadah kepada Allah.
Karenanya manusia harus berikhtiar menjadikan hari demi hari, waktu demi waktu serta silih bergantinya malam dan siang tidak lain hanya untuk dijadikan sesuatu yang bernilai ibadah. (*/tim)