UM Surabaya

Dalam firman selanjutnya disebutkan:

{وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا قَالَ ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ}

dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali. Musa berkata, “Itulah (tempat) yang kita cari.” (Al-Kahfi: 63-64)

Setelah mendengar cerita dari muridnya itu, Musa berkata, “Itulah tempat yang kita cari-cari.”

{فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا}

Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka sendiri. (Al-Kahfi: 64)

Yakni keduanya kembali menelusuri jejak semula menuju tempat tersebut.

{فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا}

Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. (Al-Kahfi: 65)

Dia adalah Khidir a.s. menurut apa yang ditunjukkan oleh hadis-hadis sahih dari Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam).

قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ دِينَارٍ، أَخْبَرَنِي سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ: قُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ: إِنَّ نَوْفًا البِكَالِيّ يَزْعُمُ أَنَّ مُوسَى صَاحِبَ الْخَضِرِ لَيْسَ هُوَ مُوسَى صَاحِبَ بَنِي إِسْرَائِيلَ. قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: كَذِبَ عَدُوّ اللَّهِ، حَدَّثَنَا أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: “إِنَّ مُوسَى قَامَ خَطِيبًا فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ فَسُئل: أَيُّ النَّاسِ أَعْلَمُ؟ قَالَ: أَنَا. فَعَتَبَ اللَّهُ عَلَيْهِ إِذْ لَمْ يَرُدّ الْعِلْمَ إِلَيْهِ، فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيْهِ: إِنَّ لِي عَبْدًا بِمَجْمَعِ الْبَحْرَيْنِ هُوَ أَعْلَمُ مِنْكَ. فَقَالَ مُوسَى: يَا رَبِّ، وَكَيْفَ لِي بِهِ؟ قَالَ: تَأْخُذُ مَعَكَ حُوتًا، تَجْعَلُهُ بِمِكْتَلٍ، فَحَيْثُمَا فَقَدْتَ الْحُوتَ فَهُوَ ثَمَّ. فَأَخَذَ حُوتًا، فَجَعَلَهُ بِمِكْتَلٍ ثُمَّ انْطَلَقَ وَانْطَلَقَ مَعَهُ بِفَتَاهُ يُوشع بْنِ نُونٍ عَلَيْهِمَا السَّلَامُ، حَتَّى إِذَا أتيا الصخرة وضعا رؤوسهما فَنَامَا، وَاضْطَرَبَ الْحُوتُ فِي الْمِكْتَلِ، فَخَرَجَ مِنْهُ، فَسَقَطَ فِي الْبَحْرِ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا، وَأَمْسَكَ اللَّهُ عَنِ الْحُوتِ جِريةَ الْمَاءِ، فَصَارَ عَلَيْهِ مِثْلَ الطَّاقِ. فَلَمَّا اسْتَيْقَظَ نَسِيَ صَاحِبُهُ أَنْ يُخْبِرَهُ بِالْحُوتِ، فَانْطَلَقَا بَقِيَّةَ يَوْمِهِمَا وَلَيْلَتِهِمَا، حَتَّى إِذَا كَانَ مِنَ الْغَدِ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ: {آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا} وَلَمْ يَجِدْ مُوسَى النَّصَب حَتَّى جاوَزَا الْمَكَانَ الَّذِي أَمَرَهُ اللَّهُ بِهِ. قَالَ لَهُ فَتَاهُ {أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ إِلا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا} قَالَ: “فَكَانَ لِلْحُوتِ سَرَبًا وَلِمُوسَى وَفَتَاهُ عَجَبًا، فَقَالَ: {ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا} . قَالَ: “فَرَجَعَا يَقُصَّانِ أَثَرَهُمَا حَتَّى انْتَهَيَا إِلَى الصَّخْرَةِ، فَإِذَا رَجُلٌ مُسجّى بِثَوْبٍ، فَسَلَّمَ عَلَيْهِ مُوسَى، فَقَالَ الخَضِر: وَأنّى بِأَرْضِكَ السَّلَامُ!. قَالَ: أَنَا مُوسَى. قَالَ: مُوسَى بَنِي إِسْرَائِيلَ؟ قَالَ: نَعَمْ، أَتَيْتُكَ لِتُعَلِّمَنِي مِمَّا عُلِّمت رُشْدًا. {قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا} ، يَا مُوسَى إِنِّي عَلَى عِلْمٍ مَنْ عِلْمِ اللَّهِ عَلَّمَنِيهِ، لَا تَعْلَمُهُ أَنْتَ، وَأَنْتَ عَلَى عِلْمٍ مَنْ عِلْمِ اللَّهِ عَلَّمَكَه اللَّهُ لا أَعْلَمُهُ. فَقَالَ مُوسَى: {سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا} قَالَ لَهُ الْخَضِرُ: {فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا} . فَانْطَلَقَا يَمْشِيَانِ عَلَى سَاحِلِ الْبَحْرِ، فَمَرَّتْ سَفِينَةٌ فَكَلَّمُوهُمْ أَنْ يَحْمِلُوهُ ، فَعَرَفُوا الْخَضِرَ، فَحَمَلُوهُمْ بِغَيْرِ نَوْلٍ، فَلَمَّا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ لَمْ يَفْجَأْ إِلَّا وَالْخَضِرُ قَدْ قَلَعَ لَوْحًا مِنْ أَلْوَاحِ السَّفِينَةِ بِالْقَدُومِ، فَقَالَ لَهُ مُوسَى: قَدْ حَمَلُونَا بِغَيْرِ نَوْلٍ، فَعَمَدْتَ إِلَى سَفِينَتِهِمْ فَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا؟ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا. {قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا * قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلا تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا} قَالَ: وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “كَانَتِ الْأُولَى مِنْ مُوسَى نِسْيَانًا”. قَالَ: وَجَاءَ عُصْفُورٌ فَنَزَلَ عَلَى حَرْفِ السَّفِينَةِ فَنَقَرَ فِي الْبَحْرِ نَقْرة، [أَوْ نَقْرَتَيْنِ] فَقَالَ لَهُ الْخَضِرُ: مَا عِلْمِي وَعِلْمُكَ فِي عِلْمِ اللَّهِ إِلَّا مِثْلُ مَا نَقَصَ هَذَا الْعُصْفُورُ مِنْ هَذَا الْبَحْرِ. ثُمَّ خَرَجَا مِنَ السَّفِينَةِ، فَبَيْنَمَا هُمَا يَمْشِيَانِ عَلَى السَّاحِلِ إِذْ أَبْصَرَ الْخَضِرُ غُلَامًا يَلْعَبُ مَعَ الْغِلْمَانِ، فَأَخَذَ الْخَضِرُ رَأْسَهُ [بِيَدِهِ] فَاقْتَلَعَهُ بِيَدِهِ فَقَتَلَهُ، فَقَالَ لَهُ مُوسَى: {أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا * قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا} ؟! قَالَ: “وَهَذِهِ أَشَدُّ مِنَ الْأُولَى”، {قَالَ إِنْ سَأَلْتُكَ عَنْ شَيْءٍ بَعْدَهَا فَلا تُصَاحِبْنِي قَدْ بَلَغْتَ مِنْ لَدُنِّي عُذْرًا * فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا أَتَيَا أَهْلَ قَرْيَةٍ اسْتَطْعَمَا أَهْلَهَا فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيدُ أَنْ يَنْقَضَّ } قَالَ: مَائِلٌ. فَقَالَ الْخَضِرُ بِيَدِهِ: {فَأَقَامَهُ} ، فَقَالَ مُوسَى: قَوْمٌ أَتَيْنَاهُمْ فَلَمْ يُطْعِمُونَا وَلَمْ يُضَيِّفُونَا، {لَوْ شِئْتَ لاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا قَالَ هَذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا} فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “وَدِدْنَا أَنَّ مُوسَى كَانَ صَبَرَ حَتَّى يَقُصَّ اللَّهُ عَلَيْنَا مِنْ خَبَرِهِمَا”. قَالَ سَعِيدُ بْنُ جُبَيْرٍ: كَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ يَقْرَأُ: “وَكَانَ أَمَامَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ صَالِحَةٍ غَصْبًا” وَكَانَ يَقْرَأُ: “وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ كَافِرًا وَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ”

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Humaidi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Dinar, telah menceritakan kepadaku Sa’id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa ia pernah berkata kepada Ibnu Abbas bahwa Nauf Al-Bakkali menduga Musa (teman Khidir) bukan Musa teman kaum Bani Israil. Betulkah itu? Ibnu Abbas menjawab bahwa dustalah dia si musuh Allah itu. Telah menceritakan kepada kami Ubay ibnu Ka’b r.a., bahwa ia pernah mendengar Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) bersabda, “Sesungguhnya Musa berdiri berkhotbah di hadapan kaum Bani Israil, lalu ia bertanya kepada mereka, ‘Siapakah orang yang paling alim (berilmu)?’ (Tiada seorang pun dari mereka yang menjawab), dan Musa berkata, ‘Akulah orang yang paling alim’.” Maka Allah menegurnya karena ia tidak menisbatkan ilmu kepada Allah. Allah menurunkan wahyu kepadanya, “Sesungguhnya Aku mempunyai seorang hamba yang tinggal di tempat bertemunya dua lautan, dia lebih alim daripada kamu.” Musa bertanya, “Wahai Tuhanku bagaimanakah caranya saya dapat bersua dengannya?” Allah (Subhanahu wa Ta’ala) berfirman, “Bawalah besertamu ikan, lalu masukkan ikan itu ke dalam kembu (wadah ikan). Manakala kamu merasa kehilangan ikan itu, maka dia berada di tempat tersebut.” Musa membawa ikan, lalu memasukkannya ke dalam kembu, dan ia berangkat dengan ditemani oleh Yusya’ ibnu Nun a.s. (muridnya). Ketika keduanya sampai di sebuah batu besar, maka keduanya merebahkan diri, beristirahat dan tertidur. Ikan yang berada di dalam kembu itu bergerak hidup, lalu keluar dari dalam kembu dan melompat ke laut. Ikan mengambil jalannya di laut dengan membentuk terowongan. Allah menahan aliran air terhadap ikan itu, sehingga jalan yang dilaluinya seperti liang. Ketika Musa terbangun, muridnya lupa memberitahukan kepadanya tentang ikan yang mereka bawa itu, bahkan keduanya terus melanjutkan perjalanan untuk menggenapkan masa dua hari dua malamnya. Pada keesokan harinya Musa bertanya kepada muridnya: Bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini. (Al-Kahfi: 62) Musa masih belum merasa letih melainkan setelah melewati tempat yang diperintahkan oleh Allah agar dia berhenti padanya. Muridnya berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya: Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara,yang aneh sekali. (Al-Kahfi: 63) Bekas jalan yang dilalui ikan itu membentuk liang, sehingga membuat Musa dan muridnya merasa aneh. Musa berkata: Itulah (tempat) yang kita cari. Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (Al-Kahfi: 64) Keduanya kembali menelusuri jalan semula, hingga sampailah di batu besar tempat mereka berlindung. Tiba-tiba Musa bersua dengan seorang lelaki yang berpakaian lengkap. Musa mengucapkan salam kepadanya, dan lelaki itu (yakni Khidir) menjawab, “Di manakah ada salam (kesejahteraan) di bumimu ini?” Musa berkata, “Sayalah Musa.” Khidir bertanya, *’Musa Bani Israil?” Musa menjawab, “Ya.” Musa berkata lagi, “Saya datang kepadamu untuk menimba ilmu pengetahuan dari apa yang telah di ajarkan (oleh Allah) kepadamu.” Dia menjawab, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku.” (Al-Kahfi: 67) Hai Musa, sesungguhnya aku mempunyai ilmu yang telah diajarkan oleh Allah kepadaku, sedangkan kamu tidak mengetahuinya; dan kamu mempunyai ilmu yang telah diajarkan oleh Allah kepadamu, sedangkan saya tidak mengetahuinya. Musa berkata: Insya Allah kamu akan mendapati saya sebagai seorang yang sabar, dan saya tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun. (Al-Kahfi: 69) Al-Khidir berkata kepadanya: Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu. (Al-Kahfi: 70) Kemudian keduanya berjalan di tepi pantai, dan keduanya menjumpai perahu. Maka keduanya meminta kepada para pemilik perahu itu agar mereka berdua diperbolehkan menaiki perahu itu. Para pemilik perahu telah mengenal Khidir, maka mereka mengangkut keduanya tanpa bayar Ketika keduanya telah berada di dalam perahu, Musa merasa terkejut karena tiba-tiba Khidir memecahkan sebuah papan perahu itu dengan kapak. Maka Musa berkata kepadanya, “Mereka telah mengangkut kita tanpa bayar, lalu kamu dengan sengaja merusak perahu mereka dengan melubanginya agar para penumpang perahu ini tenggelam. Sesungguhnya engkau telah melakukan perbuatan yang diingkari.” Dia (Khidir) berkata, “Bukankah aku telah berkata, ‘Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku’.” Musa berkata, “Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.” (Al-Kahfi: 72-73) Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) melanjutkan sabdanya, bahwa pada yang pertama kali ini Musa lupa. Kemudian ada seekor burung pipit hinggap di sisi perahu itu, lalu minum air laut itu dengan paruhnya sekali atau dua kali patukan. Maka Khidir berkata kepada Musa, “Tiadalah ilmuku dan ilmumu dibandingkan dengan ilmu Allah, melainkan seperti kurangnya air laut ini oleh apa yang diminum oleh burung pipit ini.” Keduanya turun dari perahu itu. Ketika keduanya sedang berjalan di pantai, tiba-tiba Khidir melihat seorang anak yang sedang bermain-main dengan sejumlah anak-anak lainnya. Khidir dengan serta merta memegang kepala anak itu dan mencabut kepalanya dengan tangannya, hingga anak itu mati. Musa berkata kepadanya: Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan, sesuatu yang mungkar.” Khidir berkata, “Bukankah sudah kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?” (Al-Kahfi: 74-75) Teguran kali ini lebih keras dari teguran yang pertama, karena pada firman selanjutnya disebutkan: Musa berkata, “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur kepadaku.” Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya menjumpai dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh. (Al-Kahfi: 76-77) Maksudnya, dinding rumah itu miring. Maka Khidir mengisyaratkan dengan tangannya: maka Khidir menegakkan dinding rumah itu. (Al-Kahfi: 77) Musa berkata, “Mereka adalah suatu kaum yang kita kunjungi, tetapi mereka tidak mau memberi kami makan dan tidak mau pula menjadikan kami sebagai tamu mereka.” Musa berkata, “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.” Khidir berkata, “Inilah perpisahan antara aku dan kamu, kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak sabar terhadapnya.” (Al-Kahfi: 77-78) Selanjutnya Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) bersabda: Seandainya saja Musa bersabar, Allah pasti akan menceritakan kisah keduanya kepada kita (dalam bentuk yang lain). Sa’id ibnu Jubair mengatakan bahwa Ibnu Abbas membaca ayat berikut dengan bacaan yang artinya adalah seperti ini: “Karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera yang baik.” Lafaz wara’a diganti menjadi amama, dan ditambahkan lafaz salihatin sebagai sifat dari safinah. Dan ayat lainnya ialah dibacanya dengan bacaan berikut yang artinya: “Adapun anak muda itu adalah orang yang kafir, sedangkan kedua orang tuanya kedua-duanya adalah orang mukmin.” Bacaan Ibnu Abbas ini merupakan tafsir dari kedua ayat tersebut, yakni ayat 79 dan 80.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini