UM Surabaya

Dan adapun anak itu, maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesalan dan kekafiran. Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya daripada anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedangkan ayahnya adalah seorang yang saleh; maka Tuhanmu menghendaki agar mereka sampai pada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menuruti kemauanku sendiri. (Al-Kahfi: 80-82) Artinya, semuanya itu kulakukan bukan atas kehendak diriku sendiri. “Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.” (Al-Kahfi: 82) Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang disimpan itu tiada lain dalam bentuk ilmu.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa setelah Musa dan kaumnya berhasil menguasai negeri Mesir, maka Musa menempatkan kaumnya di negeri Mesir. Dan setelah mereka menetap di Mesir, Allah menurunkan wahyu (kepada Musa), “Ingatkanlah mereka pada hari-hari Allah.” Maka Musa berkhotbah kepada kaumnya dan menyebutkan kepada mereka kebaikan dan nikmat yang telah dilimpahkan oleh Allah kepada mereka. Musa juga mengingatkan mereka akan hari yang pada hari itu Allah menyelamatkan mereka dari Fir’aun dan para pembantunya. Musa mengingatkan pula akan kebinasaan musuh mereka dan Allah menjadikan mereka sebagai penguasa di bumi.

Musa berkata, “Allah telah berbicara secara langsung dengan Nabi kalian, dan memilihku sebagai kekasih-Nya dan dijadikan-Nya diriku me-cintai-Nya, serta Dia menurunkan kepada kalian dari semua apa yang diminta oleh kalian. Nabi kalian adalah orang yang paling utama di bumi ini. Dan kalian dapat membaca kitab Taurat, maka tiada suatu nikmat pun yang telah diberikan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya melainkan kitab Taurat menyebutkannya kepada kalian.”

Seseorang lelaki dari kalangan Bani Israil berkata, “Hai Nabi Allah, memang kami telah mengetahui apa yang kamu katakan itu, tetapi apakah di muka bumi ini ada seseorang yang lebih alim daripada engkau?” Musa menjawab, “Tidak ada.”

Allah mengutus Malaikat Jibril kepada Musa a.s. untuk menyampaikan bahwa sesungguhnya Allah telah berfirman, “Tahukah kamu, di manakah Aku meletakkan ilmu-Ku? Tidaklah seperti yang kamu duga, sesungguhnya Aku mempunyai seorang hamba yang tinggal di pantai laut, dia lebih alim daripada kamu.”

Ibnu Abbas mengatakan bahwa hamba yang dimaksud adalah Khidir. Lalu Musa meminta kepada Tuhannya agar sudilah Dia mengenalkan lelaki itu kepadanya. Allah menurunkan wahyu kepadanya (seraya berfirman), “Datanglah ke laut, karena sesungguhnya kamu akan menjumpai di tepi pantai seekor ikan. Ambillah ikan itu dan serahkanlah kepada muridmu (untuk membawanya), kemudian tetaplah kamu berjalan di pantai itu. Apabila kamu lupa akan ikan itu dan ikan itu lenyap darimu, maka hamba saleh yang kamu cari itu ada di tempat tersebut.”

Setelah Musa berjalan cukup lama hingga ia merasa letih, maka ia meminta kepada muridnya bekal makanan yang dibawanya, yakni ikan itu. Maka muridnya berkata kepadanya: Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan. (Al-Kahfi: 63) . Yakni untuk menceritakannya kepadamu. Ia berkata, “Sesungguhnya aku melihat ikan itu pada saat ia mengambil jalannya di laut membentuk liang. Sungguh sangat menakjubkan.”

Musa kembali ke tempat batu besar itu dan menjumpai ikan itu sedang melompat-lompat di laut. Maka Musa mengikutinya dan menjadikan tongkatnya berada di depannya untuk menguakkan air laut guna mengikuti ikan. Sedangkan ikan itu tidak sekali-kali menyentuh air laut melainkan airnya menjadi kering dan keras seperti batu. Musa a.s. merasa kagum melihat pemandangan itu, hingga ikan itu sampai ke sebuah pulau di laut, sedangkan Musa mengikutinya.

Di pulau itu Musa bersua dengan Khidir dan mengucapkan salam kepadanya. Khidir menjawab, “Wa’alaikas salam, dimanakah ada kesejahteraan di bumi ini, dan siapakah kamu?” Musa menjawab, “Saya Musa.” Khidir bertanya, “MusaNabi Bani Israil?” Musa menjawab, “Ya.” Khidir menyambutnya dengan sambutan yang hangat, lalu bertanya, “Apakah yang mendorongmu datang kemari?” Musa menjawab: “Supaya kamu mengajarkan kepadaku Umu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu.” Dia menjawab, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku.” (Al-Kahfi: 66-67)

Khidir menjawab, “Kamu tidak akan kuat menguasai ilmu itu.” Insya Allah kamu akan mendapati aku sefbagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun. (Al-Kahfi: 69)

Maka Khidir membawa Musa pergi, lalu berkata kepadanya, “Janganlah kamu bertanya kepadaku tentang sesuatu pun yang aku lakukan sebelum aku jelaskan kepadamu duduk perkara yang sebenarnya.” Yang demikian itu adalah firman Allah (Subhanahu wa Ta’ala).: sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu. (Al-Kahfi: 70)

Az-Zuhri telah meriwayatkan dari Ubaidillah ibnu Abdullah ibnu Utbah ibnu Mas’ud, dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah berdebat dengan Al-Hurr ibnu Qais ibnu Hisn Al-Fazzari tentang teman Musa ini. Ibnu Abbas mengatakan bahwa ia adalah Khidir. Saat itu lewatlah Ubay ibnu Ka’b. Maka Ibnu Abbas memanggilnya dan menceritakan kepadanya, “Sesungguhnya aku dan temanku ini berdebat tentang teman Musa yang mendorong Musa meminta kepada Tuhan agar dipertemukan dengannya. Apakah kamu pernah mendengar Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) menceritakan tentangnya?”

Ubay ibnu Ka’b menjawab, sesungguhnya ia pernah mendengar Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) bersabda bahwa ketika Musa sedang berada di tengah-tengah para pemuka kaum Bani Israil, tiba-tiba datanglah kepadanya seorang lelaki yang bertanya, “Tahukah kamu tempat seorang lelaki yang lebih alim daripada kamu?” Musa menjawab, “Tidak tahu.”

Allah mewahyukan kepada Musa, “Memang benar, dia adalah ham-ba-Ku bernama Khidir.” Maka Musa meminta kepada Tuhannya agar menunjukkan jalan untuk bersua dengannya. Allah menjadikan seekor ikan sebagai pertanda, seraya berfirman kepada Musa, “Jika kamu merasa kehilangan ikan ini, kembalilah ke tempatnya, maka sesungguhnya kamu akan menjumpainya di tempat itu.”

Musa mengikuti jalan ikan itu di laut. Murid Musa berkata kepada Musa, “Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa ikan itu di tempat tersebut.” Musa berkata seperti yang disitir oleh firman-Nya: Itulah (tempat) yang kita cari. Lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula. (Al-Kahfi: 64) Keduanya menjumpai hamba Allah, yaitu Khidir. Mengenai perihal keduanya adalah seperti apa yang dikisahkan oleh Allah (Subhanahu wa Ta’ala) di dalam kitab (Al-Qur’an)-Nya.

Maha benar Allah dengan segala firman-Nya

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini