*)Oleh: Muhammad Roissudin
Perjalanan Nabi Muhammad SAW setelah kepergian Khadijah binti Khuwailid adalah babak kelam yang menyentuh dalam sejarah penyebaran Islam. Salah satu tempat yang menjadi saksi bisu dari perjalanan emosional ini adalah Thoif, sebuah kota kecil di Arab Saudi.
Secara geografis, Thoif dikenal makmur, dengan sumber air yang melimpah dan masyarakat yang sejahtera. Di sinilah Nabi Muhammad SAW mencari fase “healing” untuk mendapatkan ketenangan dan dukungan setelah kehilangan sosok yang sangat berarti dalam hidupnya, yaitu Siti Khadijah, istrinya.
Dalam tulisan ini, kita akan merenungkan betapa pentingnya pengalaman di Thoif dan pelajaran berharga yang dapat diambil dari pengalaman tersebut, serta relevansi nilai-nilai kesabaran yang beliau jalani selama fase kelam itu.
Masa suram pada tahun kesepuluh masa kenabiannya adalah salah satu momen penting dalam sejarah Islam. Bagi Putra Abdullah dan Khadijah, Khadijah bukan sekadar istri, tetapi juga teman diskusi, sahabat, dan pendukung setia yang selalu memahami dan mendorong Nabi dalam menjalankan misi dakwahnya.
Al-Qur’an mencatat tentang sosok Khadijah dalam beberapa ayat, menegaskan statusnya sebagai perempuan mulia:
“Dan Dia (Allah) telah menolong kamu dengan pertolongan-Nya dan dengan para malaikat.” (QS. Al-Imran: 123)
Setelah kehilangan tersebut, beban dakwah semakin terasa berat. Nabi Muhammad merasakan kesedihan mendalam, bukan hanya karena kehilangan pribadi, tetapi juga akibat tantangan yang semakin tajam.
“Healing” untuk Mencari Ketenangan di Thoif
Dalam masa duka ini, Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk pergi ke Thoif, berharap mendapatkan dukungan dari masyarakat setempat, yakni Bani Syaqif. Beliau berharap bisa menemukan tempat yang lebih ramah dan dukungan moral dalam menjalankan misi dakwahnya. Ustadz Muhammad Jallaluddin Faiz, seorang praktisi sejarah yang banyak mempelajari sejarah Islam di Timur Tengah, menjelaskan bahwa momen ini adalah upaya Nabi untuk beradaptasi dengan kondisi yang ada.
Namun, setibanya di Thoif, harapan tersebut sirna ketika beliau menghadapi penolakan yang lebih keras. Seperti yang diceritakan dalam banyak riwayat, saat mengunjungi Thoif, Nabi Muhammad menghadapi perlakuan yang sangat brutal. Kaum Thoif, yang seharusnya menjadi tempat berlindung, justru melempari beliau dengan batu hingga tubuhnya terluka. Inilah momen yang menggambarkan betapa sulitnya misi dakwah yang beliau jalani.
Keteguhan di Tengah Ujian
Dalam situasi yang sangat sulit ini, Nabi Muhammad tidak menyerah pada keadaan. Sebaliknya, beliau semakin mendekatkan diri kepada Allah. Dalam suatu hadis, Nabi Muhammad bersabda:
“Sesungguhnya besarnya pahala itu sebanding dengan besarnya ujian. Jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menguji mereka.” (HR. Tirmidzi)
Pernyataan ini sangat relevan dalam konteks perjalanan Nabi Muhammad di Thoif. Ujian yang dihadapi beliau bukan hanya tentang penolakan, tetapi juga tentang bagaimana beliau tetap teguh beriman kepada Allah meskipun dikelilingi oleh penolakan dan kekejaman.
Pada fase itu, keberadaan Zaid bin Haritsah di sisi Nabi Muhammad SAW menunjukkan pentingnya dukungan sosial dalam menghadapi ujian. Dalam pandangan antropologis, jaringan sosial yang kuat dapat membantu seseorang melewati masa-masa sulit, dibutuhkan kehadiran seorang sahabat yang mampu menampung suasana hati yang tengah didera.
Dr. Fatma Al-Mansour, ahli antropologi, menekankan pentingnya solidaritas di kala kesulitan. Ketika Nabi Muhammad merasa terasing, dukungan dari Zaid dan sahabat lainnya menjadi sumber kekuatan baru, baik moral maupun material.
Beliau juga sempat merasakan dukungan dari Allah melalui malaikat yang datang dan menawarkan untuk menghancurkan dua kota yang memusuhi beliau. Namun, Nabi Muhammad, dengan penuh kasih sayang dan harapan, merespons dengan harapan akan generasi yang lebih baik di masa depan. Ini adalah simbol keteguhan hati dan kepedulian Nabi terhadap umat manusia.
Pengalaman di Thoif menyimpan banyak hikmah yang bisa kita ambil. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
“Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 6)
Ayat ini menjadi pengingat penting bahwa setiap ujian pasti ada jalan keluarnya. Nabi Muhammad, meskipun menghadapi penolakan, tetap percaya akan janji Allah dan tidak kehilangan harapan untuk umat yang ingin beliau selamatkan.
Hikmah dari Tragedi Thoif
Pengalaman Nabi Muhammad SAW selama 10 tahun di Thoif memberikan pelajaran berharga bagi umat Muslim di dunia. Ketika mengalami masa-masa sulit, justru muncul sikap tangguh dan meningkatnya kesabaran. Beberapa hikmah yang bisa kita ambil adalah:
- Keteguhan Hati: Dalam menghadapi kesulitan, penting untuk tetap teguh dan tidak kehilangan iman. Nabi Muhammad memberikan contoh nyata bagaimana seharusnya bersikap di tengah ujian.
- Kekuatan Dukungan Sosial: Keberadaan sahabat yang selalu mendampingi, seperti Zaid bin Haritsah, menunjukkan betapa pentingnya memiliki dukungan dari orang-orang terdekat dalam menjalani ujian hidup.
- Harapan dan Kepedulian: Walaupun mengalami penolakan dan penderitaan, Nabi Muhammad tetap penuh harapan dan kepedulian terhadap umatnya. Ini bisa menjadi inspirasi bagi kita untuk tidak meremehkan bahkan setitik harapan di tengah tantangan.
- Kepatuhan kepada Allah: Menghadapi berbagai kerasnya ujian, Nabi Muhammad selalu berdoa memohon petunjuk dan pertolongan Allah. Ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga hubungan dengan Sang Pencipta.
Pengalaman Nabi Muhammad di Thoif bukan hanya sebuah kisah sejarah, tetapi merupakan pelajaran mendalam yang relevan untuk setiap zaman. Dalam perjalanan yang penuh tantangan ini, kita diajarkan tentang keteguhan iman, pentingnya dukungan sosial, dan kekuatan harapan. Nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an dan hadis memberikan bimbingan yang jelas bagi kita.
Ketika kita dihadapkan pada kesulitan, hendaknya kita ingat bahwa seperti Nabi Muhammad, kita juga bisa bangkit. Sebagaimana Allah berjanji bahwa sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, kita juga harus percaya bahwa di balik setiap ujian terdapat kesempatan untuk tumbuh dan belajar.
Dengan mengingat perjalanan Nabi Muhammad di Thoif, kita diingatkan akan pentingnya keberanian untuk melangkah maju meskipun dalam keadaan sulit, serta untuk selalu berharap akan pertolongan Allah di setiap langkah kehidupan kita.
Dengan demikian, kisah Thoif bukan sekadar peristiwa historis, melainkan juga sumber inspirasi bagi umat manusia. Harapan dan semangat Nabi Muhammad untuk merangkul kasih sayang dalam setiap dakwahnya sepatutnya menjadi teladan bagi kita semua dalam menghadapi tantangan hidup. Wallahu a’lam. (*)
*)Penulis adalah Mahasiswa Program Doktoral Studi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News