*) Oleh: Ferry Is Mirza DM
Silaturahmi menempati posisi yang istimewa dalam Islam, bahkan seringkali didahulukan di atas amal kebaikan lainnya. Hubungan ini bukan sekadar ikatan sosial; ia adalah cerminan ketakwaan dan bukti dari keimanan yang kuat.
Menjaga silaturahmi menunjukkan kualitas iman dan membawa keberkahan dalam kehidupan seorang Muslim.
Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa’: 1)
Perintah Allah untuk menjaga silaturahmi datang setelah perintah untuk bertakwa, mengisyaratkan bahwa silaturahmi adalah buah dari ketakwaan dan tanda keimanan yang jujur.
Mereka yang senantiasa menyambung tali silaturahmi adalah orang-orang yang paling sempurna imannya.
Dalam sebuah hadits yang sahih, Rasulullah ď·ş bersabda:
“Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia menyambung tali silaturahmi.” (HR. Bukhari 6138 dan Muslim 47)
Keteladanan Nabi dalam Menjaga Silaturahmi
Tidak mengherankan jika Nabi Muhammad saw menjadi Muslim yang paling perhatian terhadap keluarga dan kerabat dekatnya, karena beliaulah hamba Allah yang paling bertakwa.
Ketika wahyu pertama kali turun, beliau merasa sangat khawatir. Namun, Khadijah radhiyallahu ‘anha, istrinya yang setia, menenangkan beliau dengan berkata:
“Bergembiralah engkau. Demi Allah, Allah tidak akan mencelakakanmu selama-lamanya. Sesungguhnya engkau benar-benar seorang yang senantiasa menyambung silaturahmi, seorang yang jujur dalam kata-kata, menolong yang lemah, memberi kepada yang tidak punya, memuliakan tamu, dan membela kebenaran.” (HR. Bukhari 6982)
Ketulusan Rasulullah saw dalam menjaga hubungan keluarga menjadi bukti ketakwaannya. Menyambung silaturahmi, bagi beliau, adalah bagian dari dakwah yang diperkenalkannya sejak awal risalah.
Silaturahmi: Dakwah Pertama Nabi MuhammadÂ
Ketika Abu Sufyan radhiyallahu ‘anhu dihadapkan kepada Kaisar Heraklius, Kaisar bertanya tentang ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Abu Sufyan menjawab bahwa beliau memerintahkan:
“Sembahlah Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, tinggalkan apa yang dikatakan oleh nenek moyang kalian, dirikan salat, tunaikan zakat, jujurlah, saling memaafkan, dan sambunglah silaturahmi.” (HR. Bukhari no. 7)
Ajaran Nabi saw tentang silaturahmi bukan hanya mengenai hubungan antar-manusia, tetapi juga mengenai kepatuhan kepada Allah dan menjaga ketaatan kepada-Nya.
Silaturahmi menjadi bagian integral dalam mempererat ikatan iman dan memupuk ketakwaan di hati setiap Muslim.
Dengan menjaga silaturahmi, seorang Muslim menunjukkan kepeduliannya kepada sesama, memperkuat hubungan keluarga, serta meraih keberkahan dalam hidupnya.
Silaturahmi adalah jembatan menuju keberkahan yang lebih besar, bukan hanya di dunia tetapi juga di akhirat. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News