Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah, Salmah Orbayinah, menegaskan bahwa kepemimpinan berperspektif gender, disabilitas, dan inklusi sosial lebih dari sekadar memberikan kesempatan yang sama. Hal ini disampaikan dalam sambutannya pada pembukaan Jambore Kader Qaryah Thayyibah yang digelar di Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Sabtu (9/11/2024).
Menurut Bu Bayin, sapaan akrabnya, kepemimpinan yang inklusif berarti memberi ruang bagi perempuan dengan disabilitas untuk berbicara, terlibat, dan menjadi agen perubahan, tanpa harus takut akan stigma atau diskriminasi.
“Kepemimpinan perempuan berperspektif GEDSI (Gender, Disability, and Social Inclusion) tidak hanya membuka kesempatan yang setara, tetapi juga menciptakan kebijakan, lingkungan kerja, dan budaya sosial yang mendukung partisipasi aktif mereka,” ujarnya.
Ia menambahkan, dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk kepemimpinan, penting untuk menggali potensi perempuan disabilitas dengan memberikan mereka akses yang setara terhadap pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang mendukung pengembangan diri mereka menjadi pemimpin yang handal.
Kesetaraan gender dan inklusi sosial menjadi tujuan utama dalam berbagai sektor, dengan laporan World Economic Forum (WEF) yang menunjukkan bahwa partisipasi perempuan dalam kepemimpinan dapat mempercepat pencapaian kesetaraan tersebut.
“Kehadiran perempuan di posisi pengambilan keputusan berkontribusi pada kebijakan yang lebih peduli terhadap kesejahteraan sosial, hak asasi manusia, dan keadilan sosial,” ujar Bu Bayin.
Tantangan yang Dihadapi Perempuan Disabilitas
Namun, menurut laporan dari UN Women, perempuan dengan disabilitas menghadapi tantangan lebih besar dibandingkan perempuan tanpa disabilitas dalam mengakses pendidikan, pelatihan, dan kesempatan untuk mengambil peran kepemimpinan. Hal ini menyebabkan rendahnya keterwakilan perempuan disabilitas dalam posisi strategis, baik di pemerintahan maupun sektor swasta, di berbagai negara.
Sebuah studi dari Harvard Kennedy School dan Harvard Business Review juga menunjukkan bahwa kepemimpinan yang inklusif, yang melibatkan perempuan dan individu dengan disabilitas, dapat membawa perubahan sosial yang signifikan. Kebijakan inklusif dalam pemerintahan dan organisasi internasional, menurut penelitian tersebut, dapat menciptakan lingkungan yang lebih adil dan mempercepat penerimaan terhadap keberagaman.
Data di Indonesia dan Peran ‘Aisyiyah
Di Indonesia, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sekitar 10% dari total populasi adalah penyandang disabilitas. Namun, keterwakilan perempuan disabilitas dalam sektor publik dan kepemimpinan masih sangat minim. Meskipun ada upaya untuk menciptakan kesetaraan, Komnas Perempuan mencatat bahwa perempuan dengan disabilitas sering kali terpinggirkan dalam kesempatan pendidikan dan politik.
Melihat kondisi ini, ‘Aisyiyah terus mendorong perempuan disabilitas untuk mengambil peran di sektor publik. Langkah ini dianggap penting dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News