Pada 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan. Setiap tahunnya, peringatan diisi dengan festival kebudayaan hingga upacara untuk mengenang jasa para pahlawan.
10 November merujuk pada pecahnya pertempuran antara pejuang Indonesia melawan gempuran Inggris dan sekutu di Surabaya, tahun 1945. Pada pertempuran yang berlangsung selama tiga minggu ini, kader-kader Muhammadiyah di Jawa Timur ikut angkat senjata.
Oleh Presiden Sukarno, 10 November kemudian ditetapkan sebagai Hari Pahlawan Nasional lewat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 316 Tahun 1959.
Siapakah Pahlawan Nasional?
Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia yang berjasa bagi negara, baik dalam membela bangsa dari penjajahan, melakukan tindakan kepahlawanan, atau menghasilkan karya besar.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2009, Pahlawan Nasional dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu Pahlawan Proklamator, Pahlawan Kebangkitan Nasional, Pahlawan Perintis Kemerdekaan, serta Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
Gelar Pahlawan Nasional diberikan kepada seseorang yang memenuhi syarat umum dan syarat khusus, serta telah diusulkan dan ditetapkan oleh Presiden.
Pahlawan Nasional Berasal dari Muhammadiyah
Hingga tahun 2023, Indonesia memiliki 206 pahlawan nasional dengan rincian 190 pahlawan berjenis kelamin laki-laki dan 16 pahlawan perempuan. Dari jumlah tersebut, 23 orang di antaranya berasal dari Persyarikatan Muhammadiyah.
Dengan proporsi 11% dari 206 Pahlawan Nasional, kiprah yang diberikan kader-kader Muhammadiyah merentang dari beragam latar belakang; ulama, cendekiawan, politisi, hingga militer yang banyak mengambil peran kunci pada situasi genting seperti saat persiapan kemerdekaan, proklamasi, agresi militer, hingga pasca kemerdekaan. 23 nama tersebut antara lain;
Ahmad Dahlan
Sebagai pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan membangun banyak prasyarat menuju kemerdekaan Indonesia dari pembangunan SDM, pemerataan sektor pendidikan, kesehatan, sosial, dan keagamaan. Selain itu, beliau memelopori alam pikiran Islam modern yang adaptif, dinamis, dan progresif.
Lahirnya banyak Pahlawan Nasional dari rahim Muhammadiyah merupakan bukti kesuksesan beliau. Atas jasa-jasanya, Pemerintah menetapkan sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no.657 tahun 1961.
Siti Walidah (Nyai Ahmad Dahlan)
Istri KH Ahmad Dahlan, Siti Walidah berperan dalam perjuangan Muhammadiyah merintis rekonstruksi peran perempuan yang lebih modern, aktif dan luas dalam urusan publik, keagamaan, dan perjuangan Nasional. Perempuan harus terdidik, tidak dibatasi oleh belenggu konservatisme dan urusan domestik. Organisasi Aisyiyah, beliau dirikan dalam rangka itu. Beliau ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 22 September 1971 melalui SK No.042/TK/1971.
Sukarno
Ketua Bagian Pengajaran Muhammadiyah Bengkulu ini merupakan proklamator sekaligus Presiden pertama Republik Indonesia. Di tingkat internasional, Sukarno memiliki pengaruh besar dengan Gerakan Non-Blok (GNB) di konferensi Asia-Afrika. Pemerintah memberinya anugerah pahlawan proklamator pada 1986 dan gelar pahlawan nasional pada 2012.
Fatmawati
Aktivis Nasyiatul Aisyiyah Bengkulu ini merupakan istri Sukarno. Bapak-ibunya juga aktivis militan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah. Beliau adalah orang pertama yang menjahit bendera Merah Putih yang kemudian dikibarkan saat proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Pemerintah menganugerahinya gelar Pahlawan Nasional pada tahun 2000 melalui Keppres RI No.118/TK/2000.
Jenderal Soedirman
Jenderal bintang lima pertama di Indonesia ini adalah anggota pandu Hizbul Wathan Muhammadiyah dan guru HIS (SD) Muhammadiyah di Cilacap. Beliau digelari sebagai Bapak TNI karena memimpin TKR dalam pertempuran Ambarawa, memimpin PETA melucuti senjata Jepang, mendirikan BKR, dan memimpin gerilya selama Agresi Militer II tahun 1948-1949. Pemerintah memberi gelar Pahlawan Nasional pada 10 Desember 1964 lewat Keppres No.314 Tahun 1964.
Soetomo
Pendiri Budi Utomo ini merupakan anggota PKO dan penasihat urusan kesehatan Muhammadiyah sejak 1925. Beliau turut mendirikan RS Muhammadiyah Surabaya. Pemerintah mengangkatnya sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional lewat Surat Keputusan Presiden RI No.657/1961.
Haji Agus Salim
Di masa KH Ahmad Dahlan, Agus Salim adalah anggota Muhammadiyah. Perannya sangat banyak dalam perjuangan kemerdekaan. Selain menjadi anggota BPUPKI, Agus Salim memimpin sejumlah misi diplomatik ke Timur Tengah (1947) dan mewakili Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Beliau juga beberapa kali menjabat Menteri Luar Negeri. Agus Salim dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional lewat Keppres No.657 pada 27 Desember 1961.
Mas Mansur
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah (1937-1942) ini adalah anggota Empat Serangkai bersama dengan Hatta, Sukarno, dan Ki Hajar Dewantara. Beliau pernah menjadi pemimpin Putera pada masa pendudukan Jepang. Mas Mansyur ditetapkan sebagai pahlawan nasional berdasarkan SK No.162 Tahun 1964 pada 26 Juni 1964.
Djuanda Kartawidjaja
Digelari sebagai Bapak Maritim lewat Deklarasi Djuanda. Dengan latar belakang pengurus Muhammadiyah Tasikmalaya dan guru SMA Muhammadiyah Kramat, Jakarta, Djuanda juga memelopori dunia penerbangan nasional. Beliau pernah menjabat sebagai Menhub, Menkeu, Menhan, dan Menteri PU. Djuanda diangkat sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional lewat Keppres No.244 Tahun 1963.
Haji Fachrodin
Haji Fachrodin adalah tokoh pers, pendiri Suara Muhammadiyah. Beliau adalah perintis Badan Penolong Haji Indonesia. Aktif dalam aktivisme politik di CDI dan PSI, serta pernah menjabat Sekretaris PP Muhammadiyah. Pemerintah menganugerahinya gelar Pahlawan Nasional lewat Keppres No.162 Tahun 1964.
Otto Iskandar Dinata
Dijuluki Si Jalak Harupat, Otto merupakan seorang guru di SMA Muhammadiyah Kramat Jakarta. Pernah menjadi anggota BPUPKI dan mempersiapkan pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Usulnya agar Sukarno-Hatta dipilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden diterima secara aklamasi dalam sidang PPKI 18 Agustus 1945. Beliau dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional lewat Keppres No.088/TK/1973, 6 November 1973.
Andi Sultan Daeng Radja
Pegiat Muhammadiyah Bulukumba ini adalah peserta Kongres Pemuda 1928 dan pemrakarsa PPNI. Beliau menjadi wakil Sulsel dalam sidang PPKI. Riwayat hidupnya penuh dengan aksi militan melawan kolonialisme di Indonesia. Pemerintah mengangkat beliau sebagai Pahlawan Nasional lewat Keppres No.085/TK/2006.
Teuku H Muhammad Hasan
Mantan Mendikbud RI dalam Kabinet Darurat 1948-1949 ini adalah Konsul pertama Muhammadiyah di Kutaraja Aceh, 1927. Pernah menjadi wakil ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Beliau mendapatkan gelar Pahlawan Nasional melalui Keppres No.085/TK/2006.
Adam Malik
Anggota pandu Hizbul Wathan Muhammadiyah ini adalah sosok yang menyiarkan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pernah menjabat sebagai Wakil Presiden RI ke-3, Menlu dan Ketua Majelis Umum PBB. Beliau merupakan salah satu pendiri ASEAN dan Kantor Berita ANTARA. Melalui Keppres No.107/TK/1998 pada 6 November 1998, Adam Malik diangkat sebagai Pahlawan Nasional.
Buya Hamka
Ulama kharismatik Muhammadiyah ini adalah sastrawan, jurnalis, juga pejuang politik dan gerilya melawan pasukan Belanda dan Jepang di Sumatera Barat. Menjabat sebagai Ketua MUI pertama, Buya Hamka dianugerahi gelar Pahlawan Nasional lewat SK No.113/TK/2011.
Ki Bagus Hadikusumo
Ketua PP Muhammadiyah (1942-1953) merupakan anggota BPUPKI dan PPKI, dan menjadi tokoh kunci penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Terlibat dalam penyusunan pembukaan UUD 1945. Pemerintah menganugerahinya gelar Pahlawan Nasional lewat Keppres No.116/TK/2015.
Nani Wartabone
Tokoh Muhammadiyah asal Gorontalo ini merupakan pejuang militan melawan penjajah Belanda. Beliau mendirikan Jong Gorontalo di Surabaya pada tahun 1923, menjadi Ketua PNI cabang Gorontalo, dan mendirikan Komite 12 pada 1941, sebuah untuk menghadapi Perang Pasifik. Nani Wartabone dikukuhkan sebagai pahlawan nasional melalui SK No.085/TK/2003.
Lafran Pane
Dibesarkan dengan pendidikan Muhammadiyah, Lafran Pane tumbuh menjadi aktivis politik. Beliau ikut terlibat dalam penculikan Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok untuk mempersiapkan proklamasi. Dikenal sebagai pendiri Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Lafran Pane dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keppres No. 115/TK/2017.
AR Baswedan
Mubalig Muhammadiyah kelahiran Ampel, Surabaya ini adalah anggota BPUPKI, BP-KNIP,parlemwn dan Dewan Konstituante. Pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Penerangan Indonesia ke-2 era Kabinet Sjahrir. Misi Diplomatiknya ke Arab menghasilkan pengakuan kemerdekaan Indonesia secara de jure dan de facto dari Mesir. AR Baswedan ditetapkan sebagai pahlawan nasional berdasarkan SK No.123/TK/ 2018.
Gatot Mangkupraja
Wakil Ketua PP Muhamadiyah ini merupakan anggota BPUPKI. Beliau juga merintis pendirian pasukan sukarela Pembela Tanah Air (PETA). Gatot memperoleh anugerah gelar Pahlawan Nasional lewat SK Presiden No.089/TK/2004.
Letkol Mohammad Sroedji
Letkol Sroedji merupakan anggota pandu Hizbul Wathan Muhammadiyah. Beliau gugur dalam peperangan melawan pasukan Belanda di desa Karang Kedawung Kedawung, Jember, 1949. Almarhum mendapatkan penghormatan Bintang Mahaputra lewat Keppres No.91/TK/2016.
Abdul Kahar Muzakkir
Abdul Kahar Muzakkir adalah anggota PP Muhammadiyah. Meski perjuangannya banyak di bidang pendidikan, beliau juga terlibat dalam keanggotaan Panitia Sembilan jelang proklamasi 1945. Di masa revolusi, beliau ikut membina mental milisi Angkatan Perang Sabil (APS). Gelar Pahlawan Nasional dia dapatkan lewat Keppres No.120/TK/2019.
Kasman Singodimedjo
Kasman merupakan Ketua Muhammadiyah Cabang Jakarta dan anggota PP Muhammadiyah. Di bidang militer dia pernah menjadi Komandan PETA dan BKR. Di bidang politik, menjabat sebagai anggota PPKI, Ketua KNIP, menjadi Jaksa Agung pertama RI, dan Menteri Muda Kehakiman pada Kabinet Amir Sjarifuddin II. Kasman dianugerahi gelar pahlawan nasional berdasarkan Keppres No.123/TK/Tahun 2018 .
Selain nama-nama di atas, Muhammadiyah masih memiliki banyak tokoh yang berkiprah dalam perjuangan kemerdekaan di shaf terdepan namun belum mendapatkan gelar Pahlawan Nasional, misalnya Oey Tjeng Hien (pendiri PITI), Samaun Bakri (jurnalis), H.M Rasjidi (Diplomat dan Menteri Agama RI pertama), Sjamsuddin Sutan Makmur & Muljadi Djojomartono (Menteri Sosial), H.M Farid Ma’roef (Diplomat), R.M. Saroso Notosuparto atau Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) (Mangkunegara VIII), Askar Perang Sabil, Mohammad Roem, dan yang lainnya. Banyaknya Pahlawan Nasional dari rahim Muhammadiyah menjadi inspirasi, teladan, sekaligus modal bagi anggota Persyarikatan untuk terus memberikan khidmah terbaik bagi kemajuan negara dan segenap tumpah darah Indonesia. (afn)