Implikasi Moralitas bagi Masyarakat
Al-Qur’an memberikan perumpamaan bagi orang yang menjauh dari kebaikan demi mengejar duniawi yang bersifat sementara:
وَلَوۡ شِئۡنَا لَرَفَعۡنَٰهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُۥٓ أَخۡلَدَ إِلَى ٱلۡأَرۡضِ وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ ۚ فَمَثَلُهُۥ كَمَثَلِ ٱلۡكَلۡبِ إِن تَحۡمِلۡ عَلَيۡهِ يَلۡهَثۡ أَوۡ تَتۡرُكۡهُ يَلۡهَث ۚ ذَّٰلِكَ مَثَلُ ٱلۡقَوۡمِ ٱلَّذِينَ كَذَّبُواْ بِـَٔايَٰتِنَا ۚ فَٱقۡصُصِ ٱلۡقَصَصَ لَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ
(QS. Al-‘A`rāf :176)
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah; maka perumpamaannya seperti anjing: jika kamu menghalaunya, diulurkannya lidahnya, dan jika kamu membiarkannya, dia tetap mengulurkan lidahnya.
Pejabat publik semestinya menjadi teladan dan sandaran bagi masyarakat. Ketika mereka melakukan perbuatan luhur, masyarakat akan memuliakannya.
Namun, kenyataannya, sebagian pejabat justru mencoreng kepercayaan rakyat dengan menyalahgunakan jabatan bahkan menjadi pelindung praktik yang merusak moralitas masyarakat. (*)
Surabaya, 14 November 2024
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News