Transformasi Manajemen Organisasi di Muhammadiyah: Menyusun Langkah Menuju Kemajuan Bersama
Pelatihan Penggerak Utama Persyarikatan untuk Unsur Pembantu Pimpinan yang diselenggarakan oleh Lembaga Organisasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta.
UM Surabaya

Transformasi manajemen organisasi di lingkungan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, khususnya pada Majelis dan Lembaga sebagai unsur pembantu pimpinan (UPP), sangat penting untuk menciptakan atmosfer yang mendukung kemajuan organisasi. Hal ini disampaikan oleh Ghoffar Ismail dalam Pelatihan Penggerak Utama Persyarikatan untuk Unsur Pembantu Pimpinan yang diselenggarakan oleh Lembaga Organisasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta, Jumat (15/11/2024).

Pada sesi “Tanwirul Qulub” di hari kedua pelatihan, Ghoffar menekankan bahwa prinsip kesatuan dan soliditas dalam barisan organisasi, sebagaimana tercermin dalam QS. Ash-Shaff: 4, menjadi landasan utama dalam setiap langkah organisasi. Ayat ini menegaskan pentingnya membangun kesatuan langkah dalam organisasi, layaknya sebuah bangunan kokoh yang terstruktur rapi.

“Setiap elemen organisasi harus memahami tugas dan fungsi masing-masing, sehingga kerja sama dan koordinasi menjadi pondasi keberhasilan dalam mencapai tujuan bersama,” ungkapnya.

Baca juga: Kepribadian Profesional Pemimpin Muhammadiyah Berdasarkan Nilai-nilai Al-Qur’an

Lebih lanjut, QS. Ali Imran: 104-105 menggarisbawahi urgensi bagi organisasi untuk mengarahkan anggotanya dalam menyeru kebajikan dan mencegah kemungkaran. Dalam konteks Muhammadiyah, ini berarti bahwa majelis dan lembaga harus menjadi motor penggerak aktivitas strategis yang berorientasi pada visi besar Persyarikatan.

“Diperlukan perencanaan yang matang, kepemimpinan yang visioner, dan komitmen untuk menghindari perpecahan yang dapat menghambat pencapaian tujuan,” tegas Ghoffar.

Prinsip kolaborasi dan kerja sama, sebagaimana diungkapkan dalam QS. At-Taubah: 71, juga menjadi kunci dalam transformasi manajemen organisasi. Ayat ini menekankan bahwa pria dan wanita Mukmin saling membantu dalam kebaikan.

Ghoffar menegaskan, majelis dan lembaga harus membangun budaya kerja yang inklusif, di mana sinergi antaranggota menjadi kekuatan utama.

“Melalui pembagian peran yang jelas dan komunikasi yang efektif, organisasi dapat bergerak selaras dan produktif dalam melayani umat,” tambahnya.

Di sisi lain, semangat untuk terus berkompetisi dalam kebajikan, sebagaimana tercantum dalam QS. Al-Mu’minun: 60-61, harus menjadi jiwa dalam pengelolaan organisasi.

“Setiap majelis dan lembaga di lingkungan Pimpinan Pusat Muhammadiyah harus berorientasi pada keunggulan. Mereka dituntut untuk berinovasi, memperbaiki kinerja, dan berlomba-lomba menghasilkan manfaat terbesar bagi umat,” ujar Ghoffar.

Dengan demikian, Muhammadiyah dapat tetap menjadi gerakan yang dinamis dan responsif terhadap tantangan zaman.

Akhirnya, Ghoffar mengingatkan pentingnya saling tolong-menolong dalam kebajikan, sebagaimana diamanatkan oleh QS. Al-Maidah: 2. Landasan ini menjadi kunci dalam membangun jejaring yang kuat, baik di internal maupun eksternal organisasi.

“Transformasi manajemen yang efektif harus mampu mendorong keterbukaan terhadap kerja sama lintas sektor, memperkuat konektivitas antara majelis dan lembaga, serta menjalin hubungan strategis dengan pihak eksternal,” jelasnya.

Dengan demikian, organisasi dapat berjalan secara efektif dan efisien, mewujudkan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berkemajuan. (ghoffar ismail)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini