Muhammadiyah pada 18 November 2024 berusia 112 tahun. Pada Milad tahun ini Pimpinan Pusat Muhammadiyah menetapkan pelaksanaan dan tema Milad dalam satu rangkaian Tanwir yang diselenggarakan pada 4-6 Desember 2024 di Kupang Nusa Tenggara Timur.
Tema Milad dan Tanwir tahun ini ialah “Menghadirkan Kemakmuran Untuk Semua”. Menghadirkan adalah berada pada suatu keadaan untuk berbuat sesuatu yang bermakna dan bermanfaat bagi orang lain. Kata “hadir” dari bahasa Arab mengandung arti “maujud”, yakni “ada dan mengada” atau mewujud di dunia nyata. Hadir dalam kaitan “hadlarah” artinya menghadirkan “peradaban”, yakni membangun “kebudayaan berkemajuan”.
Kata “makmur” atau “kemakmuran” secara leksikal Arab ialah “al-rakhā’ ” (ءﺎﺧرﻟا), “al-izdihār” (رﺎھدزﻻا), atau “al-yumnu wa al-barakah” ( ﺔﻛرﺑﻟاو نﻣﯾﻟا) yakni damai, sejahtera, dan berkah.
Makmur dalam Bahasa Indonesia artinya “banyak hasil; banyak penduduk dan sejahtera; serba kecukupan; tidak kekurangan”. Sedangkan “Memakmurkan” ialah “membuat dan menyebabkan menjadikan makmur”.
Kemakmuran atau keadaan makmur adalah “semua harta milik dan kekayaan potensi yang dimiliki negara untuk keperluan seluruh rakyat; keadaan kehidupan negara yang rakyatnya mendapat kebahagiaan jasmani dan rohani akibat terpenuhi kebutuhannya.”
Kemakmuran suatu negeri merupakan kondisi kehidupan yang tanahnya subur dan penduduknya berkembang pesat, sejahtera, subur, beruntung, dan sukses dalam diri individu dan masyarakat atau bangsanya.
Kemakmuran sering kali menghasilkan kekayaan yang berlebih termasuk faktor-faktor lain yang dapat menghasilkan kekayaan yang berlimpah dalam segala tingkatan, seperti kebahagiaan dan kesehatan.
Pandangan lain merujuk pada konsep yang seimbang, bahwa kemakmuran adalah kesejahteraan lahir dan batin, material dan spiritual, sehingga bukan kemajuan fisik, materi, dan ekonomi belaka.
Kemakmuran Indonesia niscaya merata untuk seluruh bangsa dalam spirit Sila Kelima Pancasila, yakni “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Kemakmuran Indonesia berlaku untuk seluruh warga sebagaimana pasal 33 UUD 1945, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Kemakmuran Indonesia tidak boleh hanya untuk kelompok kecil orang, sementara mayoritas rakyat hidup di bawah garis kemiskinan dan tidak berkemakmuran. Soekarno dalam Pidato 1 Juni 1945 di Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dengan tegas menyatakan, “Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara semua buat semua, satu buat semua, semua buat satu.”
Indonesia makmur dalam khazanah bangsa disebut “Gemah Ripah Loh Jinawi”, yakni negeri yang tanahnya subur serta masyarakatnya tentram, damai, aman, adil, dan makmur.
Indonesia sering disebut negeri yang makmur karena Tanah Airnya indah dan mengandung kekayaan alam yang luar biasa banyak.
Multatuli menyebut Indonesia sebagai negeri “Untaian Zamrud di Khatulistiwa”. Negeri yang makmur selaras dengan idealisasi Islam, “Baldatun Thayyibatun Warabbun Ghafur”.
Allah berfirman dalam Al-Quran Surat: “Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka Yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun” (QS Saba’: 15).
Kaum Saba’ adalah salah satu golongan manusia yang dikisahkan Allah dalam Al-Quran. Mereka menetap di sebelah selatan negeri Yaman yang menempati suatu daerah yang amat subur. Hidup mereka makmur dan telah mencapai kemajuan yang tinggi. Mereka berhasil membangun “Bendungan Ma’rib” atau “Bendungan Al-Arim”, yang bekas arkeologinya ditemukan oleh peneliti Perancis tahun 1843.
Setelah itu para peneliti lain menemukan beberapa batu tulis di antara reruntuhan Bendungan itu. Fakta sejarah itu membuktikan, dahulu kala di sebelah Selatan Yaman telah berdiri sebuah kerajaan yang maju, makmur, serta tinggi kebudayaannya.
Kisah serupa menimpa Kaum Madyan di sebelah barat Laut Hijaz, di pantai timur Laut Aqaba ke arah Laut Merah, di daerah al-Bad’. Madyan hidup di masa Nabi Syu’aib alaihissalam. Negeri dan bangsa yang semula makmur, tetapi ingkar kepada Allah,
kemudian diazab Tuhan, sehingga turunlah ayat Al-Quran:
“Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat Kami). Maka, Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan (QS Al-‘Araf: 96).