Keanekaragaman Madzhab
Selanjutnya, buku ini membawa kita pada perjalanan menarik tentang madzhab-madzhab hukum Islam. Bagaimana mereka muncul? Apa perbedaan di antara mereka? Mengapa umat Islam mengikuti salah satu dari empat mazhab tersebut?
Semua pertanyaan ini dijawab dengan mengupas sejarah keempat madzhab dan para pendirinya, kapan mereka hidup, serta prinsip-prinsip yang memandu perumusan pendekatan mereka terhadap syariah.
Kita akan mengenal mazhab Hanafi yang didirikan oleh Imam Hanafi, mazhab Maliki oleh Imam Malik, mazhab Syafi’i oleh Imam Idris al-Syafi’i, dan mazhab Hanbali oleh Ahmad ibn Hanbal.
Buku ini menjelaskan perbedaan mendasar antara keempat madzhab fikih Islam ini. Misalnya, madzhab Hanafi cenderung lebih mengutamakan Al-Qur’an.
Jika ada suatu hal yang sudah jelas dinyatakan dalam Al-Qur’an, maka hadits yang tampaknya sedikit bertentangan dengannya tidak akan terlalu dipertimbangkan. Al-Qur’an menjadi rujukan utama.
Di sisi lain, mazhab Maliki memiliki pendekatan yang berbeda. Imam Malik lebih mengutamakan praktik masyarakat Madinah dan apa yang mereka lakukan.
Alasannya adalah karena Nabi Muhammad saw tinggal di Madinah pada tahun-tahun terakhir hidupnya dan meninggalkan banyak sahabat di sana yang terus menjalankan agama sesuai dengan ajaran beliau.
Oleh karena itu, apa yang terus dilakukan oleh para sahabat dan umat Islam lainnya di Madinah dari generasi ke generasi dianggap oleh Imam Malik sebagai pedoman yang lebih kuat dan lebih baik mengenai ajaran Nabi dan Islam, dibandingkan dengan jika seseorang datang dan meriwayatkan hadits yang mungkin bertentangan dengan praktik tersebut.
Selanjutnya, kita akan mengenal Imam Syafi’i, yang datang di tengah berkembangnya berbagai madzhab. Melihat perbedaan pendapat antara mazhab Hanafi dan Maliki, serta beragam gagasan tentang bagaimana seharusnya mengikuti Nabi Muhammad saw, beliau merasa perlu adanya suatu standar yang lebih jelas.
Imam Syafi’i menekankan pentingnya Hadits sebagai sumber utama hukum Islam. Menurut beliau, jika ada Hadits yang diriwayatkan oleh orang yang dapat dipercaya, melalui rantai periwayatan yang dapat dipertanggungjawabkan hingga sampai kepada Nabi Muhammad saw, maka hadis tersebut harus diikuti.
Tidak perlu terlalu terpaku pada pendapat orang Irak (madzhab Hanafi) atau orang Madinah (mazhab Maliki). Hadits menjadi landasan utama dalam mengambil keputusan hukum. Penekanan ini membawa pada aturan-aturan baru yang berbeda, sehingga membentuk mazhab Syafi’i.
Terakhir, kita akan mengenal mazhab Imam Ahmad ibn Hanbal, yang mengikuti jejak Imam Syafi’i dalam mengutamakan Hadits. Beliau bahkan mengumpulkan koleksi besar Hadits yang mencapai sekitar 30.000, yang menjadi dasar bagi keputusan-keputusan hukum yang berbeda dari madzhab-mazhab sebelumnya.