*) Oleh: Dr. Ajang Kusmana
Semakin seseorang mengenal Rabb-nya, semakin dekat pula ia kepada-Nya. Kedekatan ini melahirkan rasa takut yang mendalam kepada Allah.
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda:
“Sesungguhnya aku yang paling takut kepada Allah dan paling menjaga batasan-batasan Allah” (HR. Ahmad no. 25893, sahih).
Allah Ta’ala juga berfirman:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS. Fathir: 28).
Para ulama adalah mereka yang paling mengenal syariat Allah, sehingga rasa takut mereka kepada-Nya pun begitu besar.
Sahabat Umar bin Khattab radhiallahu’anhu, seorang sahabat Nabi yang mulia dan telah dijamin surga, pernah berkata:
“Andai terdengar suara dari langit yang berkata: ‘Wahai manusia, kalian semua sudah dijamin masuk surga kecuali satu orang saja’, sungguh aku khawatir satu orang itu adalah aku.” (HR. Abu Nu’aim dalam Al Hilyah).
Makna Wara’ dalam Islam
Semakin tinggi ilmu agama seseorang, seharusnya semakin tinggi pula sifat wara’-nya. Wara’ adalah sikap meninggalkan segala sesuatu yang dapat membahayakan keselamatan di akhirat.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Keutamaan dalam ilmu lebih disukai daripada keutamaan dalam ibadah. Dan keislaman kalian yang paling baik adalah sifat wara’” (HR. Al Hakim 314, Al Bazzar 2969, Ath Thabrani dalam Al Ausath 3960, sahih).
Sahabat Umar bin Khattab juga berkata:
“Agama Islam itu bukan sekedar dengungan di akhir malam, namun Islam itu adalah bersikap wara’” (HR. Ahmad dalam Az Zuhd, 664).
Menurut Hasan Al Bashri, “Ilmu yang paling utama adalah wara’ dan tawakal” (HR. Ahmad dalam Az Zuhd, 1500).
Yahya bin Abi Katsir menambahkan, “Orang alim adalah orang yang takut kepada Allah. Takut kepada Allah itulah wara’” (Akhlaqul ‘Ulama, 1/70).
Wara’ adalah perisai takwa yang menjaga seorang Muslim dari dosa dan kelalaian. Sifat ini menjadi tanda kesempurnaan iman dan bekal untuk meraih ridha Allah di dunia maupun akhirat. (*)
- Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News
