*)Oleh: Haedar Nashir
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Hari ini Hari Guru Nasional. Problem guru di Indonesia masih di sekitar kesejahteraan. Penghasilan guru yang sedikit, bahkan di banyak tempat menjadi sukarelawan.
Kurun terakhir perhatian pemerintah mulai baik antara lain melalui program sertifikasi, meski belum sepenuhnya baik dan merata. Apalagi sampai ke peningkatan kesejahteraan guru swasta, meski sama-sama bekerja dan berkhidmat untuk mencerdaskan bangsa.
Kini guru akan ditingkatkan lagi kesejahteraannya. Semoga dapat terpenuhi. Maklum meski dipatok konstitusi anggaran pendidikan 20 persen, kenyataannya dana APBN tersebar di seluruh instansi dan terserap besar ke daerah atas mandat otonomi. Jadi tidak terpusat di Kementerian Pendidikan pada pemerintahan pusat, baik untuk pendidikan dasar menengah maupun tinggi. Menteri baru, harapan baru, meski tak semudah membalik tangan para guru.
Bicara guru sebenarnya bukan berhenti di kesejahteraan. Tapi juga tentang kualitas dan pengabdian untuk membangun negeri. Khususnya meningkatkan usaha mencerdaskan kehidupan bangsa yang menjadi tanggungjawab bersama. Guru memiliki sejarah panjang mencerdaskan kehidupan bangsa, hatta di kala serba keterbatasan. Itulah era guru pejuang seperti kisah heroik guru Laskar Pelangi.
Kesejahteraan harus terus diagendakan untuk ditingkatkan, namun mesti disertai dan dilandasi pengkhidmatan para guru sendiri.
Ketika kesejahteraan ditingkatkan maka kemampuan dan pengabdiannya pun mesti meningkat secara signifikan.
Jangan sampai terjadi stagnasi dan kesenjangan orientasi. Kesejahteraan guru ditingkatkan tapi kualitas pendidikan Indonesia masih tertinggal dari negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Sebab sampai saat ini Human Development Index (HDI) serta Daya Saing Bangsa Indonesia ternyata masih di bawah enam negara tetangga. Inilah agenda bersama memajukan pendidikan Indonesia.
Agenda pendidikan dan peningkatan guru tentu lebih menyeluruh. Lebih dari sekadar kesejahteraan dan hal-hal administrasi instrumental. Tapi juga dan tidak kalah penting soal panggilan dan pengkhidmatan. Agar terjadi keseimbangan antara kesejahteraan dan kualitas pendidikan Indonesia ke depan.
Menjadi guru itu sejatinya sebuah panggilan (calling) untuk mendidik anak negeri menuju pencerdasan kehidupan bangsa. Seperti para pejabat publik, mengejar sejahtera tidak akan ada habisnya bila tanpa panggilan untuk berkhidmat majukan negeri. Tidak sedikit pejabat di negeri ini sudah sejahtera bahkan berkemakmuran. Tapi di antara mereka masih dahaga korupsi dan gratifikasi. Hingga ada yang menyimpan uang haram di rumahnya sampai satu triliun rupiah. Sungguh ngeri dan mungkin hanya ada di negeri ini!
Karenanya panggilan pengkhidmatan menjadi pendidik anak bangsa niscaya diletakkan di atas segalanya. Dengan segala penghormatan tinggi kepada para guru. Disertai usaha meningkatkan kesejahteraan guru lebih-lebih di daerah terdepan, terjauh, dan tertinggal. Guru tetaplah hadir sebagai panggilan pengkhidmatan. Menjadi sosok teladan bangsa yang digugu dan ditiru. Menjadi pendidik sejati yang mengantarkan anak-anak negeri menjadi tuan di negerinya sendiri.
Jadilah guru pengabdi kemajuan negeri. Guru karena pengabdiannya sering diidentikkan dan disebut “pahlawan tanpa tanda jasa”.
Penting dihayati dan dimaknai pangggilan luhur guru mengabdi sebagaimana lirik Hymne Guru karya Sartono yang menjadi Lagu wajib guru berikut:
Terpujilah
Wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup
Dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir
Di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu
Terpujilah wahai ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir didalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu
Engkau bagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jasa.
Selamat Hari Guru! Salam hormat tertinggi kami untuk para pendidik anak negeri nan sejati!
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News