Muhammadiyah menegaskan bahwa dalam memutuskan hukum Islam, organisasi terbesar kedua di Indonesia ini tidak terikat pada satu mazhab tertentu dalam mengambil rujukan hukum.
Hal ini disampaikan oleh Ustadz Ridwan Abu Bakar, Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, dalam acara Akademi Mubaligh Muhammadiyah (AMM) yang digelar di Universitas Muhammadiyah Ponorogo (UMPO), pada Sabtu (7/12/2024).
Lebih lanjut Anggota Majelis Tabligh PWM Jawa Timur lebih jauh mengajak untuk mengedepankan pola pemikiran independen dalam ijtihad hukum Islam.
Menurutnya, Muhammadiyah tidak terikat pada satu mazhab tertentu dalam memutuskan hukum, karena organisasi ini mendorong pola pikir yang lebih terbuka dan independen. “Rujukan hukumnya bersifat independen dan tidak terikat pada satu mazhab saja,” ujar Ridwan,
Ia menegaskan bahwa Muhammadiyah selalu berusaha untuk mengedepankan kepentingan umat Islam dengan cara yang lebih kontekstual dan adaptif terhadap perkembangan zaman.
Namun, Ustadz Ridwan juga menegaskan bahwa meskipun Muhammadiyah mengedepankan pola pemikiran independen, keputusan-keputusan hukum yang diambil tidak lepas dari sumber utama, yaitu Alquran dan Hadist. Ia menambahkan bahwa setiap langkah yang diambil dalam ijtihad harus selalu berlandaskan pada dua sumber pokok ini sebagai pedoman hidup umat Islam.
“Alquran dan Hadist adalah sumber utama yang tidak bisa dipisahkan dalam setiap keputusan hukum yang dikeluarkan oleh Muhammadiyah,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ustadz Ridwan menjelaskan bahwa Muhammadiyah memang dikenal dengan pendekatan yang lebih fleksibel dalam memutuskan hukum Islam. Namun, ia menekankan bahwa organisasi ini tidak mengadopsi pendekatan liberal yang berlebihan ataupun radikal yang ekstrem. Muhammadiyah memilih jalan tengah, dengan tetap mengedepankan prinsip moderasi dalam beragama.
“Muhammadiyah itu payung besar umat Islam, meski banyak varian yang tetap saja rujukannya pada Putusan Tarjih Muhammadiyah,” kata Ridwan, menjelaskan posisi Muhammadiyah sebagai organisasi yang inklusif dan moderat.
Menurut Ridwan, filosofi dakwah Muhammadiyah mengajarkan pentingnya keberagaman pemahaman dalam menghadapi berbagai persoalan umat Islam, namun tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasar ajaran Islam yang universal.
Ia menambahkan bahwa Muhammadiyah selalu berupaya untuk menjadi organisasi yang bisa membawa rahmat bagi seluruh umat Islam, dengan memberikan pemahaman yang menyejukkan dan tidak memicu perpecahan.
“Di Muhammadiyah, perbedaan pemahaman bukanlah hal yang perlu dipertentangkan, justru itu yang menjadi kekuatan dalam membangun masyarakat yang lebih baik,” ujarnya.
Acara AMM yang digelar di UMPO diikuti 50 peserta yang berasal dari berbagai wilayah di Jawa Timur. Para peserta datang dari Kabupaten Ponorogo, Madiun, Nganjuk, Magetan, Ngawi, dan Pacitan. Acara ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman para mubaligh dan aktivis Muhammadiyah mengenai ideologi dakwah yang dijalankan Persyarikatan Muhammadiyah sekaligus memperkuat komitmen mereka dalam menyebarkan ajaran Islam yang moderat dan berkemajuan.
Sebagai organisasi yang memiliki jaringan luas dan berpengaruh, Muhammadiyah berkomitmen untuk terus mengedepankan prinsip-prinsip keislaman yang moderat dalam setiap langkah dakwah dan keputusan hukumnya.
Dalam kesempatan ini, Ustadz Ridwan berharap agar para peserta dapat membawa pulang wawasan yang lebih luas mengenai dakwah Muhammadiyah dan dapat menyebarluaskan pemahaman tersebut di lingkungan masing-masing.
“Semoga acara ini dapat memperkuat semangat dakwah yang berdampak positif bagi umat Islam dan masyarakat luas,” tutupnya. (roissudin)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News