*)Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Kekayaan seharusnya menjadikan seorang hamba berbagi manfaat. Hal ini sebagai bentuk rasa syukur atas kenikmatan yang yang telah diperolehnya. Dengan memanfaatkan kekayaannya, diharapkan tercipta pemerataan karunia Allah. Namun yang terjaidi justru sebaliknya, dimana kekayaan justru menciptakan kerusakan dan menjauhkan kenikmatan yang berkelanjutan.
Kondisi inilah yang mendatangkan kehancuran dan pemusnahan hingga berujung lenyapnya karunia Allah. Fir’aun dan kaum Nabi Nuh bisa dijadikan sebagai contoh manusia-manusia yang mendapatkan karunia berua kekayaan yang melimpah, namun perilakunya justru berbuat kerusakan sehingga mendatangkan kehancuran.
Fir’aun dan Hancurnya Tatanan
Allah memberi karunia besar kepada Fir’aun. Dia memiliki Kerajaan yang luas, kekayaan yang melimpah, kerajaan yang kuat, serta kekayaan yang melimpah. Bukannya menebar kebaikan, tetapi justru meciptakan ketakutan di tengah masyarakat.
Fir’aun dengan kerajaan yang kuat bukan mengokohkan kedudukannya tetapi justru mengakhirinya dengan tragis. Fir’aun dan bala tentaranya menciptakan kecemasan dan ketakutan setelah kebijakan untuk membunuh dan menghidupkan perempuan. Bahkan kekayaannya justru membuat dirinya angkuh, dan memerintahkan kaumnya mengagungkan dan menyembahnya.
Akibat dari ulahnya yang menginggikan derajatnya sendiri dan menghinakan Sang Pencipta, maka Nabi Musa pun berdoa kehancuran atas kekuasannya. Hal ini dinarasikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
وَقَالَ مُوسَىٰ رَبَّنَآ إِنَّكَ ءَاتَيۡتَ فِرۡعَوۡنَ وَمَلَأَهُۥ زِينَةٗ وَأَمۡوَٰلٗا فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا رَبَّنَا لِيُضِلُّواْ عَن سَبِيلِكَ ۖ رَبَّنَا ٱطۡمِسۡ عَلَىٰٓ أَمۡوَٰلِهِمۡ وَٱشۡدُدۡ عَلَىٰ قُلُوبِهِمۡ فَلَا يُؤۡمِنُواْ حَتَّىٰ يَرَوُاْ ٱلۡعَذَابَ ٱلۡأَلِيمَ
Artinya:
Musa berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Firaun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuhan Kami, akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih”. (QS. Yūnus :88)
Allah pun menghancurkan kerajaan Fir’aun. Kekayaan yang dikaruniakan kepadanya digunakan untuk memback up penyimpangan. Hal ini membuat hati terkunci sehingga menjadi akar kehancuran di wilayah yang dikuasainya. Allah pun membuktikan berlipat gandanya siksaan setelah memperoleh kenikmatan melimpah. Bahkan masyarakatnya sebagai korban justru mendoakan keburukan pada para penjahat yang dipimpin Fir’aun.
Kaum Nuh dan Kehancuran
Allah menunjukkan kekuasaan-Nya dengan menghancurkan kaum Nabi Nuh yang telah mendapatkan kekayaan tetapi justru melakukan perlawanan terhadap dakwah yang disampaikan Nabi Nuh. Kaum terlaknat ini diberikan fasilitas dan limpahan Rahmat. Namun mereka justru melakukan pembangkangan terhadap dakwah Nabi Nuh. Bahkan doa kehancuran diucapkan langsung oleh Nabi Nuh karena sudah putus asa atas kenikmatan yang melimpah.
Dakwah Nabi Nuh sangat gencar dan dilakaukan terus menerus hingga 950 tahun. Bukannya bersyukur tetapi justru berkhianat atas kenikmatan yang diperolehnya. Di puncak dakwahnya yang maksimal tetapi tidak mendapatkan respon yang positif. Akhirnya Nabi Nuh berdoa atas kehancurannya. Hal ini ditegaskan Al-Qur’an sebagaimana fiorman-Nya :
وَقَالَ نُوحٞ رَّبِّ لَا تَذَرۡ عَلَى ٱلۡأَرۡضِ مِنَ ٱلۡكَٰفِرِينَ دَيَّارًا
Artinya:
Nūḥ berkata, “Ya Tuhan-ku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. (QS. Nūĥ :26)
Hancurnya kaum Nabi Nuh tidak lepas dari banyaknya limpahan kekayaan dan generasi yang banyak. Namun justru mendustakan ajaran mulia. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :
إِنَّكَ إِن تَذَرۡهُمۡ يُضِلُّواْ عِبَادَكَ وَلَا يَلِدُوٓاْ إِلَّا فَاجِرٗا كَفَّارٗا
Artinya:
Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir. (QS. Nūĥ :27)
Al-Qur’an menunjukkan penyimpangan atas kekayaan dan fasilitas hidup. Salah memanfaatkan kenikmatan dunia itulah yang mendatangkan kehancuran. Allah menunjukkan bahwa kaum yang taat dan patuh kepada aturan Allah maka akan diselamatkan dari bencana. Namun sebaliknya akan dihinakan dengan bencana karena tidak mampu memanfaatkan kekayaan yang dilimpahkan kepadanya. Hal ini diabadikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
قِيلَ يَٰنُوحُ ٱهۡبِطۡ بِسَلَٰمٖ مِّنَّا وَبَرَكَٰتٍ عَلَيۡكَ وَعَلَىٰٓ أُمَمٖ مِّمَّن مَّعَكَ ۚ وَأُمَمٞ سَنُمَتِّعُهُمۡ ثُمَّ يَمَسُّهُم مِّنَّا عَذَابٌ أَلِيمٞ
Artinya:
Difirmankan, “Hai Nūḥ, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu. Dan ada (pula) umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari Kami”. (QS. Hūd :48)
Keadilan Allah ditegakkan untuk menunjukkan bahwa umat yang bersyukur atas kenikmatan yang diperolehnya akan mendatangkan keselamatan. Sebaliknya bagi mereka yang berbuat menyimpang atas keberkahan yang melimpah akan mendatangkan kehancuran.
Surabaya, 8 Desember 2025
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News