UM Surabaya

Allah ingin menunjukkan betapa senang budak itu, dan meningkat produktivitas beserta loyalitas pada sang majikan ketika diberi sebagian harta yang diberikan kepadanya.

Kekayaannya yang melimpah, bukannya menambah rasa syukur atas anugerah itu, tetapi manusia justru menahannya.

Kalau konteks saat ini, betapa banyak pembantu rumah tangga yang suguhan makanannya berbeda dengan apa yang dimakan majikannya.

Majikannya memakan daging, ikan dan lauk yang enak serta buah-buahan dan jajanan yang istimewa.

Sementara pembantunya makan sesuatu yang telah dimasaknya. Pembantu memakan lauk yang sedikt dan terbatas, seperti tahu, tempe dan ikan asin yang tidak mungkin majimkannya mau memakannya.

Hal ini jelas sebuah penyimpangan atas perintah Tuhannya. Alih-alih menggembirakan pembantunya, majikan justru tidak peduli terhadap apa yang menjadi kebutuhan dasar pembantunya.

Bahkan tidak jarang, pembantu justru mendapat cacian bila melakukan kesalahan dan tidak menerima apresiasi ketika bekerja maksimal.

Menerjang Larangan

Al-Qur’an memaparkan bahwa manusia memiliki sifat yang kontradiktif. Allah memerintahkan untuk meninggalkan berhala, manusia justru mengeluarkan sebagian rezekinya untuk menjalin komunikasi hingga berkorban untuk berhalanya.

Dia dengan suka rela dan senang mengeluarkan sebagian hartanya untuk mewujudkan impian palsu. Impian palsu itu berupa berharap bahwa berhala bisa memberi manfaat kepadanya.

Harapan besar kepada berhala inilah yang mensugesti dirinya untuk mengeluarkan sebagian hartanya.

Dengan mengeluarkan harta untuk berhala, diharapkan kariernya bagus, nasibnya mujur, usahanya sukses, serta kehidupan rumah tangganya tenang dan tentram.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini