Dalam rangka sistematisasi perkaderan, Perhimpunan Pelajar Indonesia Dunia Kawasan Timur Tengah dan Afrika (PPIDK Timtengka) mengadakan Forum Sekolah Kebangsaan pada hari Sabtu (14/12/2024).
Forum ini bertujuan untuk menyusun buku pedoman ideologis PPIDK Timtengka dan sekaligus sebagai forum diskusi antar mahasiswa Indonesia di Timur Tengah untuk membicarakan tentang dasar negara Indonesia.
Forum ini dilaksanakan dalam jaringan melalui Zoom Meetings yang dimulai pada pukul 16.00-18.30 WIB. Dalam pelaksanaannya PPIDK Timtengka menghadirkan Gus Dr. Sholikhul Huda, M. Fil.I (Direktur Akademi Mubaligh Muhammadiyah/AMM Jawa Timur) sebagai pemateri. Bertindak selaku moderator Dzulfiqar Ahmad Rabbani, mahasiswa di Riyadh, Arab Saudi.
Wakil Koordinator PPIDK Timtengka, Ridhan Alhafidz menyampaikan alasan diadakannya forum kali ini, yakni sebagai upaya pengurus dalam menyusun buku pedoman dan mensistematisasi perkaderan dalam PPIDK Timtengka.
Tema yang diangkat oleh panitia adalah Filsafat Pancasila. Pemilihan tema tersebut merupakan preferensi yang mendasar terkait relasinya dengan permasalahan esensial para pelajar dan mahasiswa di Timur Tengah.
Stigma yang berkembang di masyarakat tentang para sarjana lulusan Timur Tengah cukup menarik perhatian bagi aktivis PPIDK Timtengka.
Bagaimana tidak, para sarjana maupun yang sedang menempuh pendidikan di Timur Tengah mendapatkan cap yang negatif dari masyarakat Indonesia, dari anggapan radikal, ekstrimis hingga tidak nasionalis.
“Mahasiswa di Timur Tengah itu memiliki stigma tidak nasionalis oleh masyarakat umum Indonesia,” ujar mahasiswa Universitas Islam Internasional Islamabad, Pakistan.
Sekolah Kebangsaan ini dihadiri oleh 20 peserta yang sedang menempuh pendidikannya di berbagai negara di Timur Tengah, dari Arab Saudi, Yordania, Yaman, Tunisia, Mesir hingga Iran.
Forum ini berbentuk penyampaian materi oleh pemateri, dan disambung dengan tanya jawab sebagai sesi dialog antara audiens dan pemateri untuk jalannya diskusi.
Membuka materinya, Gus Dr. Sholikh Al Huda memulai dengan menyatakan bahwa Pancasila sebagai dasar negara Indonesia sudah clear.
“Indonesia dengan Pancasila itu sudah clear, sudah tidak ada perdebatan,” kata doktor bidang studi Filsafat Islam yang kini menjadi dosen dan Sekretaris Direktur Pascasarjana Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa nilai-nilai Pancasila itu mencakup semua hak golongan-golongan yang ada di Indonesia, dari agama, budaya, hingga spiritualitas. Nilai-nilai inilah yang menjadi inspirasi Pancasila yang direnungkan oleh Soekarno sebelum pidatonya pada 1 Juni 1945.
“Sehingga Pancasila secara nilai mampu diterapkan di negara manapun, tetapi dalam praktiknya belum tentu Pancasila bisa diterapkan di negara selain Indonesia,” jelasnya.
Dalam sesi dialog,Najmi selaku peserta yang sedang berkuliah di Yaman menanyakan terkait jalan keluar stigma negatif yang sudah melekat pada para pelajar dan mahasiswa Indonesia di Timur Tengah dapat diatasi.
Menanggapi hal itu, Gus Dr. Sholikh memberi gambaran terkait kausalitas sehingga munculnya stigma tersebut.
“Munculnya anggapan-anggapan tersebut berawal dari para sarjana yang pulang ke Indonesia dari negara-negara Timur Tengah membawa ideologi-ideologi yang berasal (berbasis) di wilayah Arab yang cenderung berideologi fundamentalis,” ujarnya.
Di akhir sesi Gus Dr. Sholikh memberi tawaran kepada pengurus PPIDK Timtengka untuk menindaklanjuti kajian tersebut dengan pembahasan di forum lain terkait Arus Radikalisme dari Timur Tengah, sebagai upaya mendeteksi dan mencari jalan keluar alumni Timur Tengah terlepas dari stigma negatif dari masyarakat Indonesia.
Sekolah Kebangsaan ditutup dengan foto bersama antara pemateri dan para peserta yang dipimpin oleh pembawa acara. (dzulfiqar ahmad rabbani)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News