UM Surabaya

Dalam hadis yang lalu dari kitab Sahih Muslim telah disebutkan bahwa sariyyah ini berjumlah dua puluh orang pasukan berkuda, semuanya dari kalangan Ansar.

Adapun mengenai kalimat yang mengatakan bahwa Allah tidak menyukai hukuman mencongkel mata, lalu Allah menurunkan ayat ini, sesungguhnya predikat kalimat ini munkar (tidak dapat diterima), karena dalam hadis yang lalu dari Sahih Muslim telah disebutkan bahwa orang-orang Arinah itu telah mencongkel mata si penggembala, maka apa yang diberlakukan terhadap mereka merupakan hukum qisas.

Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ibrahim ibnu Muhammad Al-Aslami, dari Saleh maula At-Tauamah, dari Abu Hurairah yang telah menceritakan bahwa pernah datang sejumlah lelaki dari Bani Fazzarah yang kelihatan kurus sekali, maka Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) memerintahkan mereka untuk tinggal di tempat penggembalaan ternak untanya. Lalu mereka meminum air susu dan air seninya hingga sehat, kemudian mereka pun pergi ke tempat penggembalaannya, setelah itu mereka mencuri ternak unta tersebut. Lalu mereka dikejar dan dihadapkan kepada Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam)., maka Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) memotong tangan dan kaki mereka, sedangkan mata mereka dicongkel.

Abu Hurairah melanjutkan kisahnya, bahwa berkenaan dengan merekalah ayat ini diturunkan, yakni firman-Nya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya. (Al-Maidah: 33) Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) membiarkan hukuman mencongkel mata sesudah itu.

Telah diriwayatkan melalui jalur lain, dari Abu Hurairah juga. Untuk itu, Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Ishaq At-Tusturi, telah menceritakan kepada kami Abul Qasim Muhammad ibnul Walid, dari Amr ibnu Muhammad Al-Madini, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Talhah, dari Musa ibnu Muhammad ibnu Ibrahim At-Taimi, dari ayahnya, dari Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, dari Salamah ibnul Akwa’ yang telah menceritakan bahwa Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) mempunyai seorang budak laki-laki yang dikenal dengan nama Yasar. Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) melihatnya mengerjakan salat dengan baik, maka Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) memerdekakannya, kemudian mengirimkannya untuk menggembalakan ternak unta milik Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) di Harrah. Sejak saat itu Yasar tinggal di Harrah.

Kemudian ada suatu kaum dari Arinah yang menampakkan diri masuk Islam dan mereka datang dalam keadaan sakit lagi lemah, sedangkan perut mereka kembung. Maka Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) mengirim mereka kepada Yasar, lalu mereka minum air susu ternak unta itu hingga perut mereka sembuh. Tetapi sesudah itu mereka menyerang Yasar dan menyembelihnya serta menusuk kedua matanya dengan duri, lalu ternak untanya mereka bawa kabur. Lalu Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) mengirimkan sejumlah pasukan berkuda untuk mengejar mereka di bawah pimpinan Kurz ibnu Jabir Al-Fihri. Akhirnya mereka dapat mengejarnya, lalu ditangkap dan dihadapkan kepada Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) Maka Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) memotong tangan dan kaki mereka serta menusuk mata mereka. Hadis ini berpredikat garib jiddan.

Kisah mengenai orang-orang Arinah ini telah diriwayatkan melalui hadis sahabat Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam)., antara lain Jabir, Aisyah, dan lain-lainnya. Al-Hafiz Al-Jalil Abu Bakar ibnu Murdawaih telah menyusun jalur-jalur hadis ini melalui berbagai periwayatan yang cukup banyak.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnul Hasan ibnu Syaqiq yang mengatakan bahwa ayahnya pernah berkata, “Aku pernah mendengar Abu Hamzah bercerita, dari Abdul Karim yang ditanya mengenai masalah air seni unta. Maka Abdul Karim menjawab, ‘Telah menceritakan kepadaku Sa’id ibnu Jubair mengenai kisah muharibin (para pemberontak).’ Sa’id ibnu Jubair mengatakan bahwa Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) kedatangan sejumlah orang, lalu mereka berkata, ‘Kami berbaiat kepadamu untuk masuk Islam.’ Maka mereka menyatakan baiatnya kepada Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam)., padahal mereka dusta, dan bukan Islam yang mereka kehendaki. Kemudian mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami terserang penyakit di Madinah ini.’ Maka Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) bersabda: Ternak unta ini datang dan pergi kepada kalian, maka minumlah dari air seni dan air susunya. Ketika mereka dalam keadaan demikian, tiba-tiba datanglah seseorang meminta tolong kepada Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam).. lalu berkata, ‘Mereka telah membunuh penggembala ternak unta dan membawa kabur ternak untanya.’ Lalu Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) mengeluarkan perintahnya dan menyerukan kepada para sahabatnya: Hai pasukan berkuda Allah, berangkatlah! Maka mereka menaiki kudanya masing-masing tanpa menunggu-nunggu yang lainnya, sedangkan Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) sendiri mengendarai kudanya di belakang mereka. Pasukan kaum muslim terus mencari dan mengejar mereka hingga mereka memasuki daerah yang aman bagi mereka. Lalu para sahabat Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) kembali (ke Madinah) dengan membawa tawanan sebagian dari mereka. Mereka menghadapkan para tawanan itu kepada Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam)., lalu turunlah firman-Nya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya. (Al-Maidah- 33) hingga akhir ayat

Dan tersebutlah bahwa hukuman pembuangan yang dialami oleh mereka ialah di tempat yang aman bagi mereka, tetapi jauh dari negeri tempat tinggalnya dan jauh dari negeri tempat tinggal kaum muslim. Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) menghukum mati sebagian dari mereka, lalu disalib, dipotong (tangan dan kakinya), dan ditusuk matanya.”

Sa’id ibnu Jubair mengatakan bahwa Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) tidak pernah melakukan hukuman cincang, baik sebelum ataupun sesudahnya, melainkan hanya kali itu saja. Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) melarang muslah melalui sabdanya, “Janganlah kalian melakukan hukuman cincang.” Sa’id ibnu Jubair mengatakan bahwa Anas mengucapkan kalimat tersebut, hanya saja dia mengatakan bahwa Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) membakar mereka sesudah mereka mati.

Ibnu Jarir mengatakan, sebagian di antara mereka ada yang mengatakan bahwa para pemberontak itu dari Bani Salim, dan sebagiannya dari Arinah serta sejumlah orang dari Bajilah.

Para imam berselisih pendapat mengenai hukum orang-orang Arinah itu, apakah mansukh atau muhkam. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa hukum itu telah di-mansukh oleh ayat ini, dan mereka menduga bahwa di dalam ayat ini terkandung teguran terhadap Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam)., sama halnya dengan teguran yang terkandung di dalam firman-Nya:

{عَفَا اللَّهُ عَنْكَ لِمَ أَذِنْتَ لَهُمْ}

Semoga Allah memaafkanmu. Mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang)? (At-Taubah: 43)

Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa hukum ini di-mansukh oleh larangan Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) yang menyatakan tidak boleh me-muslah (menghukum cincang); tetapi pendapat ini masih perlu dipertimbangkan, kemudian orang yang mengatakannya dituntut untuk menjelaskan keterbelakangan nasikh yang didakwakannya itu dari mansukh-nya.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini