Mengenai baiat yang ditetapkan kepada pemeluk Islam, disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim melalui Ubadah ibnus Samit r.a. yang telah menceritakan,
أَخَذَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا أَخَذَ عَلَى النِّسَاءِ: أَلَّا نُشْرِكَ بِاللَّهِ شَيْئًا: وَلَا نَسْرِقَ، وَلَا نَزْنِي، وَلَا نَقْتُلَ أَوْلَادَنَا وَلَا يَعْضَه بَعْضُنَا بَعْضًا، فَمَنْ وَفَّى مِنْكُمْ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ، وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَعُوقِبَ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ، وَمَنْ سَتَرَهُ اللَّهُ فأمْرُه إِلَى اللَّهِ، إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ
“Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) telah mengambil janji dari kami sebagaimana beliau telah mengambil janji dari kaum wanita, yaitu kami tidak boleh mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, tidak boleh mencuri, tidak boleh berzina, tidak boleh membunuh anak-anak kita, dan tidak boleh membenci (memusuhi) sebagian yang lain. Maka barang siapa yang menunaikannya di antara kalian, pahalanya ada pada Allah. Dan barang siapa yang melakukan sesuatu dari larangan tersebut, lalu ia dihukum, maka hukuman itu merupakan kifarat bagi (dosa)nya. Barang siapa yang ditutupi oleh Allah, maka perkaranya terserah kepada Allah; jika Dia menghendaki mengazabnya, pasti Dia mengazabnya; dan jika Dia menghendaki memaafkannya, niscaya Dia memaafkannya”
Dari Ali r.a. disebutkan bahwa Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) telah bersabda:
“مَنْ أَذْنَبَ ذَنْبًا فِي الدُّنْيَا، فَعُوقِبَ بِهِ، فَاللَّهُ أَعْدَلُ مِنْ أَنْ يُثَنِّيَ عُقُوبَتَهُ عَلَى عَبْدِهِ، وَمَنْ أَذْنَبَ ذَنْبًا فِي الدُّنْيَا فَسَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَفَا عَنْهُ، فَاللَّهُ أَكْرَمُ مِنْ أَنْ يَعُودَ فِي شَيْءٍ قَدْ عَفَا عَنْهُ”.
Barang siapa yang melakukan suatu perbuatan dosa di dunia, lalu ia dihukum karenanya, maka Allah Mahaadil untuk menduakalikan hukuman-Nya terhadap hamba-Nya. Dan barang siapa yang melakukan suatu perbuatan dosa di dunia, lalu Allah menutupinya dan memaafkannya, maka Allah Maha Pemurah untuk menggugatnya dalam sesuatu dosa yang telah dimaafkan-Nya.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Tirmidzi, dan Imam Ibnu Majah, dan Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib. Al-Hafiz Ad-Daruqutni pernah ditanya mengenai hadis ini, maka ia mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan secara marfu’ dan mauquf. Selanjutnya ia mengatakan bahwa yang marfu’ adalah sahih.
Ibnu Jarir telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia. (Al-Maidah: 33); Yakni keburukan, keaiban, pembalasan, kehinaan, dan hukuman yang disegerakan di dunia sebelum siksaan di akhirat. dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. (Al-Maidah:33); Yakni apabila mereka tidak bertobat dari perbuatannya itu hingga mati, maka di akhirat selain dari pembalasan yang Kutimpakan atasnya di dunia dan siksaan yang Kutimpakan padanya di dunia, mereka mendapat siksaan yang besar, yakni dimasukkan ke dalam neraka Jahannam.
Firman Allah (Subhanahu wa Ta’ala).:
{إِلا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ قَبْلِ أَنْ تَقْدِرُوا عَلَيْهِمْ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ}
kecuali orang-orang yang bertobat (di antara mereka) sebelum kalian dapat menguasai (menangkap) mereka; maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Maidah: 34)
Jika pengertian ayat ini ditujukan kepada orang-orang musyrik, maka sudah jelas. Jika ditujukan terhadap orang-orang muslim yang memberontak, maka bila mereka bertobat sebelum sempat ditangkap, maka gugurlah dari mereka kepastian hukuman mati, hukuman disalib, dan hukuman pemotongan kaki. Tetapi apakah hukuman potong tangan ikut gugur pula? Ada dua pendapat di kalangan para ulama mengenainya Makna lahiriah ayat memberikan pengertian gugurnya semua hukuman.
Pendapat inilah yang diberlakukan oleh para sahabat. Seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Abu Hatim. bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Mujalid, dari Asy-Sya’bi yang telah mengatakan, “Dahulu Harisah ibnu Badr At-Tamimi dari kalangan penduduk Basrah melakukan kerusakan di bumi dan memberontak. Lalu ia meminta perlindungan keamanan kepada beberapa orang Quraisy, antara lain ialah Al-Hasan ibnu Ali, Ibnu Abbas, dan Abdullah ibnu Ja’far. Kemudian mereka berbicara kepada Khalifah Ali mengenainya, dan ternyata Khalifah Ali tidak mau memberikan jaminan keamanan kepadanya. Lalu ia datang kepada Sa’id ibnu Qais Al-Hamdani, maka Sa’id meninggalkannya di rumah. Kemudian ia sendiri datang menghadap Khalifah Ali dan berkata kepadanya, ‘Wahai Amirul Mu’minin, bagaimanakah pendapatmu mengenai orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya serta menimbulkan kerusakan di muka bumi?’ Ali r.a. membacakan Al-Quran sampai kepada firman-Nya: kecuali orang-orang yang tobat (di antara mereka) sebelum kalian dapat menguasai (menangkap) mereka. (Al-Maidah: 34) Maka Khalifah Ali memberikan jaminan keamanan kepadanya.” Sa’id ibnu Qais mengatakan bahwa sesungguhnya dia adalah Harisah ibnu Badr.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui berbagai jalur dari Mujalid dan Asy-Sya’bi dengan lafaz yang sama, dan ditambahkan bahwa Harisah ibnu Badr mengucapkan sebuah syair yang artinya:
أَلَا أبلغَن هَمْدان إمَّا لقيتَها … عَلى النَّأي لَا يَسْلمْ عَدو يعيبُها …
لَعَمْرُ أبِيها إنَّ هَمْدان تَتَّقِي الْـ … إلَه ويَقْضي بِالْكِتَابِ خَطيبُها
Mengapa ia tidak sampai kepada Hamdan, mengapa tidak menjumpainya,
sekalipun jauh tiada seorang musuh pun yang mencelanya selamat darinya
Demi umur ayahnya, sesungguhnya Hamdan bertakwa kepada
Tuhan dan khatibnya memutuskan dengan Al-Kiiab.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui jalur Sufyan As-Sauri, dari As-Saddi, dan dari jalur Asy-‘as, keduanya dari Amir Asy-Sya’bi yang telah menceritakan bahwa seorang lelaki dari Murad datang kepada Abu Musa yang saat itu berada di Kufah dalam masa pemerintahan Khalifah Usman r.a. sesudah salat fardu. Lalu lelaki itu berkata, “Hai Abu Musa, ini adalah kedudukan orang yang meminta perlindungan kepadamu, aku adalah Fulan bin Fulan Al-Muradi, dan sesungguhnya dahulu aku memerangi Allah dan Rasul-Nya serta berjalan di muka bumi dengan menimbulkan kerusakan. Dan sesungguhnya aku telah bertobat sebelum kalian sempat menangkapku.”
Maka Abu Musa menjawab, “Sesungguhnya orang ini adalah Fulan bin Fulan, dan sesungguhnya dahulu ia memerangi Allah dan Rasul-Nya serta berjalan di muka bumi dengan menimbulkan kerusakan. Dan sesungguhnya dia sekarang telah bertobat sebelum kita sempat menangkapnya. Karena itu, barang siapa yang bersua dengannya, janganlah ia menghalang-halanginya kecuali dengan baik. Jika dia benar-benar bertobat, maka jalan yang dia tempuh adalah benar; dan jika dia dusta, niscaya dosa-dosanya akan menjerat dirinya sendiri.”
Kemudian lelaki itu bermukim selama masa yang dikehendaki oleh Allah, tetapi setelah itu ia memberontak, maka Allah menjeratnya karena dosa-dosanya, akhirnya ia terbunuh.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ali, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim yang telah mengatakan bahwa Al-Lais mengatakan, “Demikian pula telah menceritakan kepadaku Musa ibnu Ishaq Al-Madani yang menjadi amir di kalangan kami, bahwa Ali Al-Asadi melakukan pemberontakan dan membegal (merampok) di jalanan serta membunuh dan merampok harta, lalu ia dicari oleh para imam dan kalangan awam. tetapi ia bertahan dan mereka tidak mampu menangkapnya hingga dia datang sendiri seraya bertobat.” Demikian itu terjadi ketika ia mendengar seorang lelaki membaca ayat berikut, yaitu firman-Nya:
{قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ}
Katakanlah, “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Az-Zumar: 53)
Lalu ia berhenti untuk mendengarkannya secara baik-baik, dan berkata, “Hai hamba Allah, ulangilah bacaannya.” Maka lelaki yang membaca Al-Qur’an itu mengulangi lagi bacaannya untuk dia. Setelah itu Al-Asadi menyarungkan pedangnya, dan datang ke Madinah dalam keadaan telah bertobat di waktu sahur. Lalu ia mandi terlebih dahulu dan datang ke masjid Rasul untuk melakukan salat Subuh. Setelah salat ia duduk di dekat Abu Hurairah yang dikelilingi oleh murid-muridnya.