*)Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Sebagai utusan yang menyampaikan risalah dari sumber yang Esa dan Tunggal, maka para nabi menyampaikan ajaran yang sama. Ajaran itu mengagungkan dan mengesakan Allah tanpa mempersekutukan dengan yang lain. Mereka lahir satu bapak dengan karakter yang unggul dan terpercaya di mata kaumya. Namun dalam perjalanannya, mereka mengalami penolakan dan perlawanan yang sengit. Hal itu disebabkankan utusan Allah memerintahkan penyembahan tunggal, sementara masyarakatnya melakukan penyembahan ganda. Namun keagungan ajaran itu, membuat para utusan Allah tetap agung, karena Allah melindungi dan mengamankan utusan-Nya dari gangguan para musuh.
Misi Tunggal
Nabi sebagai utusan memiliki misi tunggal untuk mengajak manusia agar mentauhidkan Allah. Hal ini sangat wajar, karena sebagai pencipta dan pemelihara serta pemberi rezeki sangat patut untuk diagungkan. Namun realitas yang dihadapi nabi berbeda. Kaumnya justru mengadakan persekutuan untuk melakukan perlawanan menentang ajaran nabi. Perlawanan itu bukan hanya mengenyahkan risalah tetapi juga ingin melenyapkan pembawa risalah.
Padahal nabi hanyalah menjalankan apa yang disampaikan para nabi sebelumnya. Dengan kata lain, mereka mengemban risalah itu tidaklah berbeda. Mereka menyampaikan risalah ini bukan atas kehendaknya sendiri. Mereka diutus hanya memberi peringatan dan menjelaskan berbagai perkara yang mereka perselisihkan. Hal ini dinarasikan Al-Qur’an sebagaimanan firman-Nya :
قُلۡ مَا كُنتُ بِدۡعٗا مِّنَ ٱلرُّسُلِ وَمَآ أَدۡرِي مَا يُفۡعَلُ بِي وَلَا بِكُمۡ ۖ إِنۡ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰٓ إِلَيَّ وَمَآ أَنَا۠ إِلَّا نَذِيرٞ مُّبِينٞ
Artinya:
Katakanlah, “Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu. Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dan aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan”. (QS. Al-‘Aĥqāf :9)
Apa yang dialami oleh Nabi Musa dan Nabi Muhammad menggambarkan bahwa misi kenabian mereka bukan kehendak mereka sendiri. Tetapi merupakan kehendak Allah. Dua utusan Allah ini mengalami perlawanan yang dahsyat. Nabi Musa mengalami perlawanan dari Fir’aun, sementara Nabi Muhammad menghadapi perlawanan dari Abu Jahal.
Al-Qur’an menggambarkan bahwa mereka memberi peringatan kepada pelaku kedzaliman. Hal ini sebagaimana firman-Nya :
وَمِن قَبۡلِهِۦ كِتَٰبُ مُوسَىٰٓ إِمَامٗا وَرَحۡمَةٗ ۚ وَهَٰذَا كِتَٰبٞ مُّصَدِّقٞ لِّسَانًا عَرَبِيّٗا لِّيُنذِرَ ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ وَبُشۡرَىٰ لِلۡمُحۡسِنِينَ
Artinya:
Dan sebelum Al-Quran itu telah ada kitab Musa sebagai petunjuk dan rahmat. Dan ini (Al-Quran) adalah kitab yang membenarkannya dalam bahasa Arab untuk memberi peringatan kepada orang-orang yang zalim dan memberi kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-‘Aĥqāf : 12)
Salah satu contoh paling menonjol adalah kisah Nabi Musa. Beliau diutus oleh Allah untuk menyampaikan dakwah kepada Fir’aun, seorang raja zalim yang mengaku dirinya sebagai tuhan. Fir’aun memiliki kekuasaan mutlak, harta melimpah, dan pasukan yang kuat, tetapi hatinya dipenuhi kesombongan dan keangkuhan. Nabi Musa, dengan penuh keberanian dan kepatuhan kepada Allah, datang ke istana Fir’aun untuk menyampaikan pesan tauhid, yakni agar Fir’aun dan kaumnya hanya menyembah kepada Allah.
Alih-alih berjalan mulus, dakwah Nabi Musa mengalami rintangan berat. Fir’aun menolak mentah-mentah seruan itu dan malah memusuhi Nabi Musa dengan sengit. Segala cara dilakukan Fir’aun untuk menentang dakwah Nabi Musa, termasuk menyebarkan fitnah dan menindas kaum Bani Israil yang mengikuti ajaran Nabi Musa. Meskipun demikian, Nabi Musa tidak pernah mundur dari misinya. Dengan mukjizat yang diberikan Allah, seperti tongkat yang berubah menjadi ular besar dan lautan yang terbelah, Nabi Musa menunjukkan kebesaran Allah dan membuktikan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia. Perjuangan panjang itu akhirnya berujung pada kehancuran Fir’aun dan keselamatan bagi Bani Israil yang beriman.
Perlawanan Dakwah
Nabi Muhammad, sebagai penutup para nabi yang membawa risalah terakhir bagi seluruh umat manusia, diutus di tengah-tengah masyarakat Quraisy yang saat itu hidup dalam kejahilan (jahiliyah), menyembah berhala, dan tenggelam dalam praktik-praktik yang menyimpang dari kebenaran.
Nabi Muhammad, seorang pria yang dikenal sebagai Al-Amin (yang terpercaya), mulai menyampaikan wahyu Allah yang pertama: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan” (QS. Al-Alaq: 1). Dengan penuh keteguhan hati, beliau menyeru kaumnya untuk meninggalkan penyembahan terhadap berhala dan hanya menyembah Allah semata.
Namun, dakwah Nabi Muhammad juga menghadapi perlawanan yang keras. Para pemuka Quraisy merasa terganggu oleh seruan beliau, karena dakwah tauhid mengguncang kekuasaan, tradisi, dan ekonomi mereka yang bergantung pada penyembahan berhala. Nabi Muhammad dan para pengikutnya mengalami berbagai bentuk penyiksaan, intimidasi, bahkan boikot ekonomi yang membuat hidup mereka sangat sulit. Namun, di tengah segala rintangan itu, Nabi Muhammad tetap sabar dan teguh dalam menjalankan misinya. Dengan kasih sayang, hikmah, dan keteladanan, beliau berhasil menyentuh hati banyak orang dan mengajak mereka kepada cahaya Islam.
Perjuangan kedua nabi ini, Nabi Musa dan Nabi Muhammad, mengajarkan kepada umat manusia bahwa dakwah menyeru kepada tauhid bukanlah tugas yang mudah. Mereka dipilih oleh Allah bukan karena keinginan pribadi, tetapi karena kehendak-Nya yang Maha Bijaksana. Melalui kesabaran, keberanian, dan keyakinan yang kuat kepada Allah, mereka berhasil menyampaikan risalah-Nya meskipun harus menghadapi penentangan yang sengit dari kaumnya.
Dalam menyampaikan dakwah tauhid, para nabi menghadapi perlawanan berat. Semua tokoh lokal mengerahkan berbagai daya Upaya dan dana untuk menggerakkan masyarakatnya untuk melakukan perlawanan kolektif. Namun Allah melindungi dan menyelamatkannya, serta membalas para menentangnya dengan hukuman yang menghinakan.
Surabaya, 18 Desember 2024
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News