Allah pun Maha Pemurah sehingga mengampuni semua dosa manusia tanpa reserve. ‘Ibad digunakan untuk menunjukkan seorang manusia yang telah melakukan kezaliman, berlumuran dosa, namun Allah bisa mengampuninya bilamana manusia mau bertobat.
Hal ini diabadikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
قُلۡ يَٰعِبَادِيَ ٱلَّذِينَ أَسۡرَفُواْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمۡ لَا تَقۡنَطُواْ مِن رَّحۡمَةِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغۡفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلۡغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ
“Katakanlah, “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar :53)
Berbeda dengan manusia yang sulit melupakan atau memaafkan dosa sesamanya yang melakukan kesalahan, kecil apalagi besar.
Apabila manusia diperlakukan secara dzalim, baik dengan perkataan atau pukulan yang menyakitkan, maka ketika pelakunya meminta maaf, belum tentu mau memaafkannya.
Namun bagi Allah bisa melakukan hal itu, dengan memaafkan secara total tanpa memberi beban kepada para hamba-Nya.
Bahkan Allah menjamin tidak akan melakukan kezliman terhadap hamba-hamba-Nya yang berbuat baik.
Allah berkehendak dan mampu memaafkan sebesar apa pun dosa hamba-Nya. Ketidakzaliman Allah dalam memperlakukan kepada hamba-hamba-Nya itu termaktub dalam firman-Nya :
مَّنۡ عَمِلَ صَٰلِحٗا فَلِنَفۡسِهِۦ ۖ وَمَنۡ أَسَآءَ فَعَلَيۡهَا ۗ وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّٰمٖ لِّلۡعَبِيدِ
“Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barang siapa yang berbuat jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri dan sekali-kali tidaklah Tuhan-mu menganiaya hamba-hamba(Nya).” (QS. Fuşşilat :46)
Allah menggunakan abiid menunjukkan adanya hamba yang penuh dosa dan sulit menerima nasihat dan bahkan berani menantang didatangkan azab ketika berbuat dosa, maka Allah masih membuka peluang tobat, dan masih mengampuninya bila dirinya mau bertobat.
