*) Oleh: Ferry Is Mirza DM
Jumah Mubarakah
1. Harta Itu Titipan
Harta itu dibutuhkan…
Harta itu menyenangkan…
Harta itu kenyamanan…
Namun, kita harus menyadari hakikat harta, karena sesungguhnya harta hanyalah titipan dari Allah.
Banyak di antara kita yang merasa memiliki harta secara mutlak, sehingga ketika Allah mensyariatkan untuk menginfakkannya, kita menjadi enggan.
Padahal, semua yang kita miliki di dunia ini hanyalah titipan, termasuk kendaraan, rumah, anak-anak, istri, atau suami.
Kisah inspiratif Ummu Sulaim RA dan Abu Thalhah RA mengajarkan kita tentang hakikat titipan ini.
Ketika buah hati mereka wafat, mereka tetap tabah karena memahami bahwa anak mereka hanyalah titipan dari Allah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Munafiqun: 9)
Allah juga menyeru kita untuk menginfakkan harta:
“Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: ‘Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shaleh?'” (QS. Al-Munafiqun: 10)
Mungkinkah ketika ajal telah datang, kita masih bisa menginfakkan harta kita? Tentunya tidak.
2. Harta Akan Bermanfaat Jika Dikeluarkan (Disedekahkan atau Diinfakkan)
Terkadang kita melihat orang yang memiliki harta melimpah tetapi bingung bagaimana memanfaatkannya. Mereka membeli barang-barang mahal hanya untuk menghabiskan hartanya karena tidak tahu kegunaan terbaiknya.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberikan teladan luar biasa dalam mengelola harta. Beliau selalu menginfakkannya tanpa rasa takut miskin. Bahkan, saat wafat, baju besi beliau masih dalam keadaan tergadai.
Dalam riwayat Imam Muslim, disebutkan bahwa Rasulullah pernah memberikan seluruh kambing di lembah kepada seseorang yang meminta. Orang itu kemudian kembali ke kaumnya dan berkata:
“Masuk Islamlah, karena Nabi Muhammad jika memberi tidak takut miskin.”
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa jika Rasulullah memiliki emas sebesar Gunung Uhud, beliau akan menyedekahkan semuanya hingga yang tersisa hanyalah utang yang akan jatuh tempo.
Bahkan, dalam peristiwa setelah Perang Hunain, meskipun seorang Arab Badui menarik selendang beliau hingga terasa sakit, Rasulullah tetap memberinya harta.
Hakikatnya, jenazah diantarkan ke kubur oleh harta, keluarga, dan amalnya. Namun, yang kembali hanyalah harta dan keluarga, sementara yang menemani hingga akhir adalah amal kebaikan.
Harta Mau Dibuat Apa?
Harta dapat menjadi kebaikan jika dikelola oleh orang yang bijak. Ada banyak pintu kebaikan yang bisa dimasuki dengan harta. Namun, kita harus cermat dalam menyalurkannya.
Ketika Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam hijrah ke Madinah, beliau membeli lahan untuk membangun Masjid Nabawi, meskipun penduduk Madinah awalnya tidak mau menjualnya. Masjid Nabawi pun menjadi wakaf beliau.
Begitu pula, saat hendak hijrah, Nabi tetap membayar unta yang disediakan oleh Abu Bakar RA meskipun Abu Bakar berniat memberikannya secara cuma-cuma.
Nabi juga sering berjalan kaki saat bergantian menaiki unta dalam perjalanan jihad, agar mendapatkan pahala.
Dalam pengumpulan harta untuk jihad, Umar RA pernah membawa separuh hartanya, sementara Abu Bakar RA membawa seluruh hartanya. Ketika ditanya oleh Nabi, “Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?”, Abu Bakar menjawab, “Allah dan Rasul-Nya.” Umar pun berkata:
“Selamanya saya tidak akan pernah mengalahkan Abu Bakar.”
Pada suatu khutbah ‘Id, Nabi mengingatkan bahwa kaum wanita banyak menjadi penghuni neraka. Para sahabiyah pun segera bersedekah, bahkan dengan perhiasan mereka.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Harta tidak akan pernah berkurang karena sedekah.”
Kenapa kita takut bersedekah? Karena setan selalu menakut-nakuti kita dengan kemiskinan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 268)
Sesungguhnya, bersedekah itu mudah, hanya saja berat untuk melakukannya jika hati masih dikuasai oleh cinta dunia.
Referensi:
- Al-Qur’anul Karim
- Sahih Bukhari dan Sahih Muslim
- Kisah-kisah para sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News