Dakwah yang Antroposentris
Hari ini, banyak da’i yang masih terjebak pada paradigma dakwah yang terlalu teosentris, yaitu terlalu fokus “membela Tuhan” tanpa memperhatikan aspek kemaslahatan umat manusia.
Padahal, Islam mengajarkan keseimbangan antara hubungan dengan Allah (hablum minallah) dan hubungan dengan manusia (hablum minannas).
Mubaligh/ah Muhammadiyah perlu mengusung pendekatan dakwah yang antroposentris, yakni yang berorientasi pada kemaslahatan umat.
Dakwah semacam ini lebih inklusif, relevan, dan memberikan dampak nyata dalam kehidupan jamaah.
Hindari Perdebatan Usang
Salah satu tantangan dakwah saat ini adalah kecenderungan muballigh/ah terjebak dalam perdebatan klasik seperti soal keberadaan Allah, tempat-Nya, atau perbedaan mazhab. Perdebatan semacam ini sering kali tidak produktif dan hanya menghabiskan energi.
Sebaliknya, dakwah Muhammadiyah harus berfokus pada isu-isu yang relevan dengan kebutuhan umat, seperti pemberdayaan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan lingkungan. Hal ini selaras dengan semangat Islam berkemajuan yang diusung oleh Muhammadiyah.
Warga Muhammadiyah dan mubaligh/ah Muhammadiyah harus bersikap kritis, moderat, inklusif, dan beradab dalam berdakwah.
Dengan pendekatan yang lebih progresif, dakwah Muhammadiyah tidak hanya memberikan pencerahan spiritual, tetapi juga solusi nyata bagi permasalahan umat.
Melalui dakwah yang kritis dan berkemajuan, Muhammadiyah dapat terus menjadi gerakan yang relevan dan membawa manfaat besar bagi umat manusia. (*)
*) Artikel ini tayang di suaramuhammadiyah.id