Santri Harus Miliki Tiga Kecerdasan Ini, Pesan Ketua BPP SPEAM
Wakil Ketua PWM Jawa Timur Dr Syamsudin, M Ag hadir di acara silaturahmi wali santri pada Sabtu di aula SPEAM Putra.
UM Surabaya

Ketua Badan Pembina Pesantren (BPP) Sekolah Pesantren Entrepreneur Al-Maun Muhammadiyah (SPEAM) Kota Pasuruan, Dr KH Syamsudin, MAg menyampaikan tiga kecerdasan yang harus dimiliki oleh santri. Hal itu ia sampaikan dalam acara silaturahmi wali santri pada Sabtu (21/12/24) di aula SPEAM Putra.

Ketiga kecerdasan tersebut menurut Syamsudin adalah kecerdasan spiritual, sosial dan intelektual. Ia menuturkan bahwa santri harus rajin bangun malam dan memanfaatkannya untuk wirid dan beristighfar.

”Dan wiridnya seorang santri adalah belajar malam,” ujarnya.

وَفِىٓ أَمْوَٰلِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّآئِلِ وَٱلْمَحْرُومِ

Artinya: Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.

Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur itu menambahkan, di antara kebiasaan orang-orang shaleh adalah beristighfar menjelang Subuh. Ia kemudian membawakan kisah Imam Hasan Basri, seorang tabiin generasi terakhir.

Hasan Basri, ungkap Syamsudin pernah didatangi pedagang yang mengeluh tentang dagangannya yang selalu rugi dan akhirnya bangkrut. Hasan Basri memberi solusi untuk memperbanyak istighfar menjelang fajar.

Di hari yang lainnya, datang seorang petani yang mengadu tentang hasil pertaniannya yang gagal. Hasan Basri pun menjawab dengan jawaban serupa: perbanyak istighfar.

Pada kesempatan berikutnya, datang sepasang suami istri mengadu karena belum diberikan keturunan. Ia pun menjawab seperti jawaban-jawaban sebelumnya. Sahabat Hasan Basri yang melihat peristiwa itu heran lalu bertanya: ”Kenapa engkau memberikan jawaban yang sama pada setiap masalah, padahal masalahnya berbeda? Bukankah hal tersebut seperti seorang dokter yang memberikan obat yang sama untuk penyakit yang berbeda?”

Ia pun mengomentarinya dengan membacakan firman Allah dalam Surat Nuh ayat 10 sampai 12.

فَقُلْتُ ٱسْتَغْفِرُوا۟ رَبَّكُمْ إِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارًا
يُرْسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا
وَيُمْدِدْكُم بِأَمْوَٰلٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّٰتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَٰرًا

Artinya: “Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”

Kedua adalah kecerdasan sosial. Menurut dosen Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) tersebut, santri harus memiliki kesadaran tentang kondisi sosial dan lingkungan di mana ia hidup. Kesadaran sosial tersebut diwujudkan dalam bentuk empati. Bentuknya bisa memberikan sebagian harta kepada orang lain.
(Az zariyat: 19)

Dan kecerdasan yang ketiga adalah kecerdasan intelektual. Di dalam Al Qur’an terdapat beberapa ayat yang mendorong umat Islam untuk selalu mendayagunakan potensi yang Allah berikan. Di antaranya dengan cara meneliti dan mengeksplorasi ciptaan Allah.

وَفِى ٱلْأَرْضِ ءَايَٰتٌ لِّلْمُوقِنِينَ
وَفِىٓ أَنفُسِكُمْ ۚ أَفَلَا تُبْصِرُونَ

Artinya: Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?

Selain ketiga kecerdasan tersebut, Syamsudin berpesan, menuntut ilmu butuh kesinambungan. Sebagaimana pesan Imam Syafi’i bahwa seorang penuntut akan berhasil jika memenuhi enam syarat: cerdas, ambisi (memiliki cita-cita), sungguh-sungguh, biaya, dekat dengan guru dan dalam waktu yang lama.

“Maka santri SPEAM seyogyanya menuntaskan menuntut ilmu di pesantren sampai selesai (enam tahun),” ujarnya. (dadang prabowo)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini