Perkara gaib termasuk bagian dari akidah. Tidak boleh berbicara masalah gaib, kecuali ada bukti dari wahyu.
Ibnu Faris mendefinisikan kata gaib secara bahasa sebagai berikut:
الغيب : كل ما غاب واستتر عن العيون سواء كان حسيا او معنويا
“Segala sesuatu yang tersembunyi dan tertutup dari mata baik secara rasa maupun maknawi”
Orang dikatan bertakwa bila meyakini yang gaib.
ٱلَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِٱلْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ
“(Orang bertakwa adalah) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan salat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (QS. Al-Baqarah Ayat 3)
Para ulama, menafsirkan al-ghoib dalam kalimat tersebut sebagai berikut:
1.Ibnu ‘Abbas: al-ghoib, yaitu 1) surga, neraka, siroth, mizan, al-ba’ts, al-hisab. 2) al-Qur’an 3) Allah Subhanau wa ta’alaa.
2. Ibnu Mas’ud: al-ghoib, yaitu apa saya yang tersembunyi dari pandangan para manusia menyangkut surga, neraka, dan apa saja yang Allah sebutkan di dalam Alquran.
3. Mujahid: يؤمنون بالغيب yaitu iman kepada Allah.
4. Zaid bin Aslam: al-ghoib yaitu takdir.
Demikianlah para ulama memahami dan menafsirkan kata gaib yang terdapat dalam Alquran.
Bahwa makhluk siapa pun tidak mengetahui yang gaib. Gaib mutlak adalah sesuatu yang gaib yang hanya diketahui oleh Allah.
Allah berfirman:
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ
“Katakanlah, bahwa tidak ada satu pun di langit dan di bumi yang tahu hal yang gaib kecuali Allah.” (QS. an-Naml: 65)
Contoh gaib mutlak adalah semua takdir Allah di masa mendatang atau kapan terjadi kematian.
Selain Allah tidak ada yang tahu, kecuali mereka yang mendapatkan wahyu dari Allah, seperti para nabi atau malaikat yang mendengar ketetapan Allah menetapkan takdir.
Allah berfirman:
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا . إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا
“(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu.
Kecuali kepada rasul yang diridai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (QS. al-Jin: 26 – 27)
Meyakini malaikat maut merupakan bagian dari akidah Islam. Allah berfirman:
قُلْ يَتَوَفَّاكُمْ مَلَكُ الْمَوْتِ الَّذِي وُكِّلَ بِكُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ
“Katakanlah: “Malaikat maut yang diserahi untuk mencabut nyawa kalian, kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan.” (QS. as-Sajdah: 11).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menceritakan proses kematian hamba yang beriman.
Beliau mengatakan:
ثُمَّ يَجِىءُ مَلَكُ الْمَوْتِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ حَتَّى يَجْلِسَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَيَقُولُ أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ اخْرُجِى إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ
“Kemudian datanglah Malaikat maut ‘alaihis salam. Dia duduk di samping kepalanya, dan mengatakan, “Wahai jiwa yang baik, keluarlah menuju ampunan Allah dan rida-Nya.” (HR. Ahmad 18543, Abu Daud 4753, dishahihkan Syuaib Al-Arnauth).
Dalam Alquran, Allah menjelaskan bahwa malaikat maut memiliki banyak rekan di kalangan malaikat ketika mematikan para hamba Allah.
وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُمْ حَفَظَةً حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لا يُفَرِّطُونَ
“Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya. (QS. Al-An’am: 61)
Ibnu Katsir menjelaskan, makna ’ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami’ adalah bahwa ada banyak malaikat yang ditugaskan untuk mewafatkan.
Kemudian al-Hafidz Ibnu Katsir membawakan riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Ibnu Abbas dan ulama lainnya mengatakan, ”Malaikat maut memiliki beberapa teman di kalangan malaikat. Mereka mengeluarkan ruh dari jasad.
Hingga ketika ruh sudah mencapai tenggorokan, malakul maut yang mencabutnya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/267)
Dalil lain yang menunjukkan bahwa malakul maut (malaikat pencabut nyawa) ditemani banyak malaikat ketika mematikan manusia, adalah hadis dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا كَانَ فِي انْقِطَاعٍ مِنْ الدُّنْيَا وَإِقْبَالٍ مِنْ الْآخِرَةِ نَزَلَ إِلَيْهِ مَلَائِكَةٌ مِنْ السَّمَاءِ بِيضُ الْوُجُوهِ كَأَنَّ وُجُوهَهُمْ الشَّمْسُ مَعَهُمْ كَفَنٌ مِنْ أَكْفَانِ الْجَنَّةِ وَحَنُوطٌ مِنْ حَنُوطِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسُوا مِنْهُ مَدَّ الْبَصَرِ ثُمَّ يَجِيءُ مَلَكُ الْمَوْتِ عَلَيْهِ السَّلَام حَتَّى يَجْلِسَ عِنْدَ رَأْسِهِ
“Sesungguhnya hamba yang beriman ketika hendak meninggalkan dunia dan menuju akhirat, turunlah malaikat dari langit, wajahnya putih, wajahnya seperti matahari.
Mereka membawa kafan dari surga dan hanuth (minyak wangi) dari surga. Mereka pun duduk di sekitar mayit sejauh mata memandang.
Kemudian datanglah malaikat maut ‘alaihis salam. Dia duduk di samping kepalanya (HR. Ahmad 18543, Abu Daud 4753). (*/tim)