Mungkin ada orang mengira. Berkenalan bukan kewajiban. Bukan kegiatan atau ibadah tanpa dasar. Atau kegiatan sekedar untuk mengisi waktu. Guna atau manfaatnya tidak banyak.
Bagi orang Islam, berkenalan (ta’aruf) adalah ibadah. Kata lainnya, kewajiban yang harus dilaksanakan. Karena diperintahkan langsung oleh Allah swt. Tersebut dalam Al Qur’an surat Al Hujurat ayat 13.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Manusia memang berasal dari sumber yang sama. Laki-laki dan perempuan. Sebelum menjadi banyak, berasal dari sumber yang satu, yaitu dari rahim Ibu Hawa yang bersuamikan Nabi Adam as. Namun kemudian berkembang menjadi banyak. Berlanjut berkelompok dalam suku-suku dan ras. Dengan tumbuhnya negara, jadilah bangsa-bangsa yang begitu banyak.
Namun manusia pada dasarnya saling bergantung. Karena anugerah atau rezeki dari Allah tidak sama. Penjelasannya tersirat dalam surat An Nahl (16) ayat 71 “Dan Allah melebihkan sebagian kamu atas sebagian yang lain dalam hal rezeki, ….”
Juga dalam surat Az Zumar (39) ayat 52 “Dan tidaklah mereka mengetahui bahwa Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan membatasinya”. Perbedaan anugerah ini, juga berlaku terkait faktor endowment.
Suatu daerah cocok untuk tanaman padi, sedangkan lainnya jagung atau ketela pohon. Demikian pula ada tanah yang cocok untuk kopi Robusta, sedangkan lainnya kopi Arabika. Sementara tidak semua pantai cocok untuk membuat garam.
Saling ketergantungan sebenarnya suatu ayat. Suatu tanda atau petunjuk dari Allah bahwa manusia dhoif. Yang Maha Kuasa dan Maha Kaya adalah Allah sendiri. Namun Allah juga Maha Pemurah dan Maha Penyayang sehingga kekurangan pada manusia, diberikan jalan untuk menuju kesempurnaan.
Caranya dengan saling berkenalan. Meningkatnya berjama’ah, saling tolong-menolong (taawun). Dalam hubungan dagang kemudian terjadi transaksi antar mereka yang berlainan produksi, berlainan tempat atau daerah, bahkan berlainan negara yang biasa disebut ekspor-impor.
Dengan saling mengenal, hubungan dagang akan lebih lancar. Karena pentingnya arti kenal ini, pengusaha beriklan yang biayanya kadang-kadang begitu besar. Dan karena kenal pula, akan memudahkan seseorang mencari sekolah, mencari kerja, mencari pacar, mencari mertua ataupun mencari menantu.
Untuk melakukan permainan pun, tidak dapat tanpa adanya kenalan. Seseorang yang ingin menjadi anggota DPR ataupun Kepala Daerah, juga berusaha mengenalkan diri melalui pemasangan baliho besar-besaran, kampanye, kunjungan yang sering disertai memberi sesuatu dan lain cara yang bisa ditempuh.
Kenalan makin penting saat seseorang berada di tempat lain atau asing. Terutama saat menemui kesukaran atau dalam keadaan gawat. Lebih-lebih bagi seorang wanita yang kebetulan sedang bepergian sendirian.
Kalau ada yang kenal, tentu lebih bisa mengharapkan bantuan dibandingkan bila tidak ada. Meskipun orang yang kenal ini, tidak mampu berbuat sendiri, dia bisa meminta bantuan orang lain atau melaporkan kepada keluarganya. Misalnya dalam kasus penculikan wanita untuk diperdagangkan (trafficking).
Sayangnya, masyarakat modern semakin individualistis. Di kota, banyak tetangga yang tidak saling mengenal. Bagi orang daerah lain yang menanyakan seseorang, sering tidak mendapat jawaban jelas dari mereka yang ditanya.
Apalagi kalau alamat yang dituju kurang jelas. Bahkan kadang yang diperoleh jawaban tidak tahu. Padahal kadang terjadi, orang yang ditanyakan itu rumahnya tidak jauh dari yang ditanya.
Bagi anak atau orang yang sedang mondok. Karena sekolah, kuliah atau mengikuti suatu keperluan tertentu. Sering tidak mau berkenalan dengan orang lain di luar induk semangnya, meskipun mereka tetangga yang perlu dikenal.
Apalagi wanita terhadap orang laki-laki (yang baik). Bertemu pun kadang melengos atau seperti tidak melihat. Apalagi menyapa sesuai tuntunan agama dengan ucapan “Assalamu’alaikum”.
Padahal pada suatu saat bisa terjadi ia membutuhkan bantuan mantan tetangganya tersebut. Kehati-hatian dalam hubungan lelaki dan perempuan sangat penting, tetapi tentu ada pertimbangan lain yang perlu diperhatikan.
Dalam suatu organisasi, apalagi yang sudah termasuk besar. Anggotanya kadang juga banyak yang tidak saling mengenal. Bahkan ketika bertemu di kantor organisasi yang bersangkutan. Menengok pun tidak.
Padahal organisasi ini merupakan organisasi Islam yang menyebutkan dirinya berpegang teguh pada Alquran dan Hadis. Oleh karena itu, organisasinya seperti keropos. Ketika menentukan suatu ketentuan, tidak banyak yang menaati.
Allah memerintahkan kepada semua bangsa dan suku saling berkenalan. Tidak memandang apa agama atau kepercayaannya. Apalagi bagi mereka yang agamanya sama. Terutama agama Islam. Karena mereka yang beriman dikatakan sebagai satu saudara (innamal mukminuuna ikhwatun). Jelas aneh, bila tidak mau saling mengenal.
Setiap kegiatan ibadah, keseluruhan mengandung dorongan untuk berkenalan. Salat berjama’ah, dilakukan tidak sekedar berkumpul. Dalam 1 sof, seseorang bahkan harus berimpit dengan 2 orang lain.
Di kanan dan kirinya. Hal ini dilakukan terus menerus, setiap hari minimal 5 kali. Kegiatan ibadah salat, sering diikuti dengan pengajian-pengajian yang dapat menjadi ajang perkenalan.
Berpuasa, berzakat dan lebih-lebih berhaji. Dorongan kenal orang lain pada saat berpuasa, karena seseorang tidak bisa menentukan sendiri (kecuali dengan susah payah) waktu berbuka, sahur, imsak dan salat tarawih dan lain-lain.
Meskipun menyerahkan zakat kepada Panitia itu baik, tetapi bila muzaki kenal dengan mustahik tentu lebih baik. Panitia dapat dibantu untuk mengarahkan pemberian zakat kepada mereka yang lebih tepat.
Sedangkan pada ibadah haji, memang menjadi wadah perkenalan antar jama’ah, bahkan jama’ah dari semua suku dan bangsa di dunia.
Namun perkenalan yang baik tidak sekedar terkait fisik. Harus ditingkatkan menyangkut pemikiran dan kejiwaan. Karena dari sana akan dapat didorong proses menuju takwa. Kenalan yang pemikiran dan agamanya matang, tentu dapat membantu dirinya matang.
Dari perbuatan dan perkataannya, akan dapat diserap hal-hal yang dapat menjadi motivasi bagi dirinya dalam peningkatan takwa. Dan aspek ketakwaan ini yang akan menjadikan seseorang mulia disisi Allah.
Bila seseorang sudah saling mengenal secara fisik, pemikiran dan jiwanya; proses akan berlanjut. Yakni terjadi kondisi saling memahami (tafahum), menyatukan hati (Al Anfal 63), menyatukan pemikiran dan menyatukan amalnya.
Proses selanjutnya adalah terjadinya dorongan saling menolong (ta’awun, Al Maidah ayat 2). Dalam proses tolong menolong ini, bentuknya dapat berupa:
- Saling mendoakan (kaitan hati).
- Saling memberikan nasehat/tukar pikiran (kaitan pemikiran).
- Saling membantu dana/tenaga (kaitan amal).
Bilamana proses ta’awun telah terlaksana, dapat diharapkan terjadinya proses menyatunya hati, saling menanggung (takaful) dan saling menyayangi. Mantapnya proses ini akan mewujudkan kesatuan barisan dan kesatuan umat Islam yang tak tergoyahkan.
Kalau semula masih seperti pasir yang berserakan, akan menjadi pasir yang dicampur semen sehingga menjadi bangunan kuat yang tak tergoyahkan. Bangunan ini perlu terus dijaga, antara lain dengan dipeliharanya silaturahmi, dihindarkan sangka buruk, saling menasehati dengan kebenaran dan kesabaran.
Baca Juga : Menegakkan Tauhid: Syariat Tunggal Para Rasul
Untuk perseorangan, organisasi yang kecil ataupun dalam satu bagian/majelis, kenal mengenal tentu saja akan lebih baik bila menyangkut seluruh keluarganya. Jangan sampai pasangan (suami atau istri) dan anak-anak dari mereka yang sudah kenal atau bahkan menjadi seperti saudara, hanya seorang yang kenal.
Semua harus menjadi satu kesatuan. Dengan demikian, bangunan yang terjadi tidak hanya kuat, tetapi juga besar dan akan mampu mengemban tugas yang besar. Insya Allah! (Suharno).