Kebenaran Harus Menang
Afifun Nidlom
UM Surabaya

هُوَ ٱلَّذِيٓ أَرۡسَلَ رَسُولَهُۥ بِٱلۡهُدَىٰ وَدِينِ ٱلۡحَقِّ لِيُظۡهِرَهُۥ عَلَى ٱلدِّينِ كُلِّهِۦ وَلَوۡ كَرِهَ ٱلۡمُشۡرِكُونَ ٣٣

“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk (Alquran) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai”. (QS. At Taubah/9:33)

Penjelasan Kata Kunci

1. al-Huda (اَلْهُدَى)

Berasal dari akar kata هُدًى/هِدَايَةً-يَهْدِي-هَدَى berarti petunjuk, panduan dan tuntunan. Yakni menunjukkan jalan atau arah yang harus dilalui, ditelusuri dan dijalani agar orang tidak tersesat.

Petunjuk itu dapat menuju yang baik juga dapat menuju yang buruk. Dalam sebuah hadis disebutkan:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا. وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا.

“Rasulullah Saw bersabda: wajib atas kalian jujur, karena jujur itu menunjukkan kepada kebaikan.

Sungguh kebaikan itu menunjukkan ke surga, seseorang yang selalu jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan tercatat di sisi Allah sebagai orang yang sangat jujur (siddiq).

Dan kalian harus menjauhi dusta, karena dusta itu menuntun kepada kejahatan, sungguh kejahatan itu menuntun ke neraka, seseorang yang biasa berdusta dan mencari-cari alasan untuk berdusta, maka dia tercatat di sisi Allah sebagai pendusta. (HR. Muslim).

Menurut hadis ini, “hudan” dapat berarti menunjukkan jalan ke surga dan jalan ke neraka.

Tetapi, dalam ayat di atas, kata “hudan” diawali dengan al (ال), kalangan ahli bahasa Arab menyebut ‘makrifat’ (yaitu menunjukkan sesuatu yang sudah dikenal).

Para ulama tafsir (mufassirin) menyatakan bahwa kata “al huda” definitifnya adalah Alquran.

Sehingga arti lengkap ayat tersebut “bahwa Allah mengutus Rasul-Nya dengan membawa Alquran sebagai petunjuk jalan ke surga”.

Petunjuk jalan ke surga menurut konsep Alquran dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Bertauhid yang murni, dalam rububiyah maupun uluhiyah

b. Beribadah sesuai sunah Rasulullah Saw

c. Beraktivitas keseharian yang tidak bertentangan dengan Alquran dan sunah

d. Berakhlakul karimah dalam berkomunikasi dengan sesama insan dan dalam interaksi dengan lingkungan.

Dalil-dalilnya antara lain:

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini hanya manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”.

Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seseorang dalam beribadat kepada Tuhannya”. (Qs al-Kahfi/18: 110).

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan sedangkan dia adalah orang yang beriman, maka sesungguhnya Kami betul-betul akan memberinya kehidupan yang baik; dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs an-Nahl/16: 97).

الر كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ (1) أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا اللَّهَ إِنَّنِي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ (2) وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ (3)

“Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.

Agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku (Muhammad) adalah pemberi peringatan dan pembawa kabar gembira kepadamu daripada-Nya. Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya.

Niscaya Dia akan terus-menerus memberimu kenikmatan yang baik sampai pada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan anugerah utama kepada setiap orang yang berperilaku utama sesuai keutamaannya.

Tetapi jika kamu mengabaikannya, maka sesungguhnya aku sangat kuatir kalian akan tersiksa di hari kiamat yang dahsyat.” (Qs Hud/11: 1-3).

2. Dien al-Haq (دِيْنُ الْحَقِّ)

Dien al-Haq (agama yang benar). Kata “agama” dalam kamus Besar Purwodarminta adalah sistem, prinsip kepercayaan kepada Tuhan, dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.

Namun yang dimaksud dengan “agama yang benar” dalam ayat ini adalah Agama Islam. Yaitu, agama yang berlandaskan Alquran dan sunah, baik dalam kepercayaan, kebaktian maupun kewajiban-kewajiban.

Dalam Islam dikenal dengan “aqidah dan syari’ah” (aqidatan wa syari’atan). Jadi, jika ada agama atau keberagamaan yang tidak sesuai dengan tuntunan Alquran dan sunah, maka agama dan keberagamaan itu tidak benar alias bathil atau tertolak.

Kalimat “ad-Dien” sebagaimana tersebut dalam kamus Lisanul Arab, memiliki padanan kata (taraduf) adalah: اَلطَّاعَةُ = ta’at, اَلْجَزَاءُ وَالْمُكَافَأَةُ = balasan atau imbalan, dan اَلْعَادَةُ وَالشَّأْنُ = kebiasaan dan urusan.

Sehingga, jika padanan kata-kata tersebut kita rangkum, dikaitkan dengan al-Haq (kebenaran), maka berbunyi, Dienul Haq.

Yaitu suatu urusan atau kebiasaan dalam bentuk ketaatan kepada Allah dengan balasan dan imbalan yang baik dan layak.

Semuanya itu sesuai dengan ketentuan Allah, sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:

الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ

“Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (Qs al-Baqarah 147. Ali Imran/3: 60).

فَذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّ فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلَّا الضَّلَالُ فَأَنَّى تُصْرَفُونَ

“Maka (Zat) yang demikian, itulah Allah Tuhan kamu yang sebenarnya; maka tiadalah ada (sesuatu) sesudah kebenaran, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)?” (Qs Yunus/10: 32).

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus dengan selurus-lurusnya; suatu agama ciptaan Allah yang Ia ciptakan manusia di atas ciptaan-Nya itu, yang tidak ada perubahan pada ciptaan Allah tersebut barang sedikit pun. Itulah agama yang lurus. Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Qs ar-Rum/30: 30).

3. Liyudh-hirahu ‘ala al-dien kullih

Kalimat “liyudh-hirahu ‘ala al-dien kullih” terjamahannya, karena Allah hendak memenangkan agama tersebut, mengalahkan agama-agama yang lain.

Sebagaimana diketahui, bahwa ketika Muhammad Saw diutus sebagai nabi dan rasul, di tengah-tengah umat manusia telah ada agama-agama yang dipeluk oleh umat manusia.

Seperti agama Yahudi, Nasrani, Majusi, Shabi’i. Mungkin juga Hindu dan Budha. Bahkan aliran-aliran animisme dan sistem hidup yang lain.

Maka semuanya itu akan diungguli dan dikalahkan oleh Islam, yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw.

Keunggulan Islam terletak pada ajarannya, yaitu “tengahan” (wasathan), sebagaimana yang Allah tegaskan dalam firman-Nya:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

“Dan demikianlah Kami jadikan kalian sebagai umat yang tengahan (adil dan pilihan), agar kamu menjadi saksi (teladan) bagi segenap umat manusia sebagaimana Rasul (Muhammad) menjadi saksi (teladan) bagi kamu.” (Qs al-Baqarah/2: 143).

Tafsir kata wasath pada ayat tersebut dengan “adil” disandarkan pada riwayat Abu Said Al-Khudriy ra. Dari kata wasath ini, lahir kata “wasit” yang bermakna penengah, pemimpin dan pelerai.

Pakar tafsir Alquran klasik, Abu Su’ud, berpendapat kata wasath pada mulanya menunjuk pada sesuatu yang menjadi titik temu semua sisi. Seperti pusat lingkaran (tengah).

Ibnu Atsir ketika menjelaskan hadis “khairul umuri ausatuha” (sebaik-baik urusan adalah pertengahannya), maknanya bahwa setiap sifat terpuji memiliki dua sisi atau ujung yang tercela.

Sedangkan kata wasth dengan arti pilihan, memiliki makna bahwa seorang saksi harus dapat memberikan hak kepada pemilik yang semestinya.

Harus dapat menentukan pilihan yang berpijak pada kebenaran. Sebagaimana suri teladan yang diberikan oleh nabinya, Muhammad Saw.

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِهِ بِإِيلِيَاءَ بِقَدَحَيْنِ مِنْ خَمْرٍ وَلَبَنٍ فَنَظَرَ إِلَيْهِمَا ثُمَّ أَخَذَ اللَّبَنَ فَقَالَ جِبْرِيلُ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَاكَ لِلْفِطْرَةِ وَلَوْ أَخَذْتَ الْخَمْرَ غَوَتْ أُمَّتُكَ

“Bahwa pada malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diisra`kan yaitu ketika sampai di Iliya`, dihidangkan ke hadapan beliau dua gelas yang berisikan susu dan berisikan khamer, lalu aku melihat keduanya dan mengambil gelas yang berisi susu, maka Jibril berkata; ‘Segala puji bagi Allah yang telah memberimu petunjuk kepada fitrah, seandainya engkau memilih khamer maka umatmu akan tersesat.” (HR. Bukhari no. 5148).

Kesimpulan

Ajaran Islam sebagai agama yang terbaik harus diperjuangkan. Seorang muslim harus menjadi suri teladan sehingga layak menjadi saksi.

Pendaran cahaya agama Islam yang menakjubkan akan dapat ditangkap oleh seluruh umat manusia melalui pribadi muslim yang mengagumkan. Dalam berakidah, berakhlak, dan beramal.

Pada sisi yang lain, meski agama Islam adalah agama yang terbaik, pasti akan ada pribadi-pribadi kafirin dan musyrikin yang getol untuk melawan Islam.

Maka setiap muslim harus memastikan pilihannya adalah kebenaran.
Wallahu a’lam bis shawab. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini