Haedar Nashir Paparkan Peran Muhammadiyah sebagai Organisasi Wirausaha Modern
Haedar Nashir menghadiri “Talkshow dan Launching Buku Bangkitnya Kewirausahaan Sosial: Kisah Muhammadiyah,” di Museum Muhammadiyah, UAD. foto: ist
UM Surabaya

Sejak awal berdirinya, Muhammadiyah telah menunjukkan hubungan erat antara gerakan dakwahnya dengan kawasan-kawasan wirausaha di Indonesia.

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof. Haedar Nashir, menjelaskan sejarah panjang Muhammadiyah sebagai pelopor gerakan kewirausahaan sosial di Indonesia.

Penjelasan ini disampaikan Haedar dalam acara “Talkshow dan Launching Buku Bangkitnya Kewirausahaan Sosial: Kisah Muhammadiyah,” yang digelar oleh KADIN Indonesia bersama Muhammadiyah di Museum Muhammadiyah, Universitas Ahmad Dahlan (UAD), pada Senin (13/1/2025).

“Pada masa KH Ahmad Dahlan tahun 1922, perkembangan Muhammadiyah di berbagai daerah seringkali terjadi di kawasan wirausaha. Contohnya seperti di Kotagede, Klaten, Solo, Surabaya, Banyuwangi, Semarang, dan berbagai wilayah lain yang mayoritas merupakan pusat ekonomi masyarakat,” ungkap Haedar.

Ia juga menjelaskan bahwa perkembangan Muhammadiyah pada masa itu terbilang pesat meski terkendala akses yang sulit.

“Pada 1922 Muhammadiyah sudah sampai di Aceh, dan pada 1926 telah hadir di Merauke. Ini menunjukkan peran besar para ulama yang juga seorang wirausahawan,” jelasnya.

Haedar menegaskan, amal usaha Muhammadiyah dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial, dan ekonomi dibangun berdasarkan prinsip kemandirian dan efisiensi.

“Hampir semua amal usaha Muhammadiyah bersifat mandiri. Misalnya, kita memiliki 167 perguruan tinggi, 126 rumah sakit, 363 klinik, serta berbagai lembaga sosial yang dibangun atas dasar kemandirian,” katanya.

Selain itu, Haedar menekankan keterbukaan Muhammadiyah dalam bekerja sama dengan pihak lain, termasuk pemerintah, yang melihat Muhammadiyah sebagai mitra strategis bangsa.

Ia juga menjelaskan dua pilar utama dalam etos kerja Muhammadiyah, yaitu ujrah (kompensasi duniawi yang wajar bagi profesional) dan ajra (imbalan pahala yang menjadi motivasi utama).

Kedua nilai ini, menurutnya, menjadi kekuatan bagi Muhammadiyah untuk terus berkembang.

Menjadi Organisasi Modern dan Profesional

Haedar memaparkan bahwa Muhammadiyah telah berkembang menjadi organisasi modern, profesional, dan relevan dengan tantangan zaman.

Sejak diangkat sebagai Ketua Umum pada 2015, ia bersama jajarannya terus berkomitmen membawa Muhammadiyah menjadi organisasi yang maju, baik di dalam maupun luar negeri.

Modal utama untuk mencapai visi ini adalah sumber daya manusia yang berkualitas, amal usaha yang kuat, serta infrastruktur organisasi yang tersebar luas.

Muhammadiyah telah melakukan berbagai langkah konkret, seperti mendirikan Muhammadiyah Australia College di Melbourne, membeli lahan seluas 15 hektare, mendirikan kampus di Malaysia, dan mulai menjajaki sektor baru, seperti pertambangan.

“Melalui konsolidasi ini, visi Muhammadiyah sebagai organisasi modern dan profesional diwujudkan melalui berbagai institusi usaha,” ujar Haedar.

Dalam konteks kewirausahaan, Haedar menekankan keseimbangan antara keberlanjutan duniawi dan kesejahteraan akhirat.

“Islam mengajarkan kita untuk mencari kebahagiaan dunia tanpa melupakan akhirat, serta menghindari kerusakan,” tuturnya.

Prinsip ini menjadi panduan Muhammadiyah dalam mengelola usaha, dengan fokus pada kesejahteraan masyarakat dan pelestarian lingkungan.

Haedar juga menekankan pentingnya peran generasi muda dalam memperkuat kewirausahaan Muhammadiyah.

Ia mengajak semua pihak untuk mendidik generasi muda agar memiliki jiwa wirausaha yang kokoh dan berlandaskan nilai-nilai Islam. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini