Abdullah bin Mas’ud berkata:
سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم، قلت: يا رسول الله أي العمل أفضل؟ قال: الصلاة على ميقاتها. قلت: ثم أيُّ؟ قال: ثم بر الوالدين. قلت: ثم أيُّ؟ قال: الجهادفي سبيل الله. فسكت عن رسول الله صلى الله عليه وسلم ولو استزدته لزادني. (متفق عليه)
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: Wahai Rasulullah, amal apa yang paling utama?
Beliau menjawab: salat pada waktunya. Aku bertanya lagi: Kemudian apa wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Kemudian berbakti kepada kedua orang tua.
Aku bertanya lagi: Kemudian apa wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Kemudian jihad di jalan Allah.
Lalu aku pun diam (tidak bertanya) kepada Rasulullah lagi, dan sekiranya aku bertanya lagi, niscaya beliau akan menjawabnya.”
Dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda:
الْوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوِ احْفَظْهُ
“Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu itu, atau kalian bisa menjaganya. (HR. Ahmad 28276, Turmudzi 2022, dan Ibn Majah 3794).
Amalan yang paling mulia adalah salat pada waktunya, di mana saat azan berkumandang saat itu kita bergegas untuk melaksanakannya bukan malah mengulur-ulur waktu.
Kemudian berbakti kepada orang tua dengan cara tidak menyakiti hatinya dan memperlakukan dengan sebaik-baiknya, karena rida orang tua rida Allah.
Yang terakhir jihad di jalan Allah SWT, di mana melakukan segala perintah dan menjauhi segala larangan dengan itu kita dapat berada di jalan Allah SWT yaitu jalan kebenaran.
Kisah yang menarik tentang seorang anak yang berbakti kepada orang tua. Namanya, Uwais bin ‘Amir Al Qarni. Seorang Muslim asal Yaman, yang hidup pada zaman Nabi Muhammad tapi tidak sempat bertemu Nabi.
Meski tidak termasuk sahabat Nabi, ia merupakan orang saleh yang dirindukan surga dan terkenal di langit.
Hal itu disebabkan oleh kisah Uwais Al Qarni, yang sebagian besar hidupnya dijalani untuk berbakti kepada sang ibu yang lumpuh dan buta.
Berikut Kisahnya:
Dari Usair bin Jabir, ia berkata, “Umar bin Al Khattab ketika didatangi oleh serombongan pasukan dari Yaman, ia bertanya, “Apakah di tengah-tengah kalian ada yang bernama ‘Uwais bin ‘Amir?” Sampai ‘‘Umar mendatangi ‘‘Uwais dan bertanya, “Benar engkau adalah ‘Uwais bin ‘Amir?”
‘Uwais menjawab, “Iya, benar.”
‘Umar bertanya lagi, “Benar engkau dari Murod dari Qarn?”
‘Uwais menjawab, “Iya.”
‘Umar bertanya lagi, “Benar engkau dahulu memiliki penyakit kulit lantas sembuh kecuali sebesar satu dirham?”
‘Uwais menjawab, “Iya.”
‘Umar bertanya lagi, “ Benar engkau punya seorang ibu?”
‘Uwais menjawab, “Iya.”
‘Umar berkata, “Aku sendiri pernah mendengar Rasulullah bersabda : “Nanti akan datang seseorang bernama ‘Uwais bin ‘Amir bersama serombongan pasukan dari Yaman. Ia berasal dari Murod kemudian dari Qarn.
Ia memiliki penyakit kulit kemudian sembuh darinya kecuali bagian satu dirham. Ia punya seorang ibu dan sangat berbakti padanya.
Seandainya ia mau bersumpah pada Allah, maka akan diperkenankan yang ia pinta. Jika engkau mampu agar ia meminta pada Allah supaya engkau diampuni, mintalah padanya.”
‘Umar pun berkata, “Mintalah pada Allah untuk mengampuniku.” Kemudian ‘Uwais mendoakan ‘Umar dengan meminta ampunan pada Allah.
‘Umar pun bertanya pada ‘Uwais, “Engkau hendak ke mana?”
‘Uwais menjawab, “Ke Kufah.”
‘Umar pun mengatakan pada ‘Uwais, “Bagaimana jika aku menulis surat kepada penanggung jawab di negeri Kufah supaya membantumu?”
‘Uwais menjawab, “Aku lebih suka menjadi orang yang lemah (miskin).”
Tahun berikutnya, ada seseorang dari kalangan terhormat dari mereka pergi berhaji dan ia bertemu ‘‘Umar. ‘Umar pun bertanya tentang ‘Uwais.
Orang yang terhormat tersebut menjawab, “Aku tinggalkan ‘Uwais dalam keadaan rumahnya miskin dan barang-barangnya sedikit.”
‘Umar pun mengatakan sabda Rasulullah, “Nanti akan datang seseorang bernama ‘Uwais bin ‘Amir bersama serombongan pasukan dari Yaman.
Ia berasal dari Murod kemudian dari Qarn. Ia memiliki penyakit kulit kemudian sembuh darinya kecuali bagian satu dirham. Ia punya seorang ibu dan sangat berbakti padanya.
Seandainya ia mau bersumpah pada Allah, maka akan diperkenankan yang ia pinta. Jika engkau mampu agar ia meminta pada Allah supaya engkau diampuni, mintalah padanya.”
Orang yang terhormat itu pun mendatangi ‘Uwais, ia pun eminta pada ‘Uwais, “Mintalah ampunan pada Allah untukku.”
‘Uwais menjawab, “Bukankah engkau baru saja pulang dari safar yang baik (yaitu haji), mintalah ampunan pada Allah untukku.”
Orang itu mengatakan pada ‘Uwais, “Bukankah engkau telah bertemu ‘Umar?”
‘Uwais menjawab, “Iya benar.” ‘Uwais pun memintakan ampunan pada Allah untuknya.
Orang lain pun tahu akan keistimewaan ‘Uwais. Lantaran itu, ia mengasingkan diri menjauh dari manusia.” (HR. Muslim). (*)